Pesona Pantai Ngobaran

Setelah menimbang-nimbang berulang kali, akhirnya mungkin kali ini aku meminta panduan wisata ke daerah pantai saja. Aku baru saja teringat, hampir enam tahun di Yogyakarta, namun belum sekali pun aku mengunjungi pantainya, termasuk Parangtritis yang terkenal itu.

Aku pun berangkat dengan pandu-ku menuju ke pantai di sebaran daerah Gunung Kidul, belum pasti pantai yang mana akan dikunjungi. Persiapan dimulai pukul 04.00, genderang weker-pun berbunyi, mataku yang masih mengantuk setelah semalam menghabiskan waktu dengan nonton acara debat capres putaran ketiga serta berbagai tafsir setelahnya membuat sedikit rasa enggan untuk bergerak. Sayangnya pilihanku tidak banyak, hari ini atau tidak sama sekali.

Aku melihat bahwa semua camilan dan minuman yang dibeli dari Swalayan Mirota sudah jadi satu dalam plastik, perlengkapan komunikasi dan dokumentasi pun telah melewati cek kelayakan. Selesai mandi pukul 04.45 membuat badanku sedikit bergetar kedinginan. Setelah mengecek tidak ada surat elektronik mendesak pagi itu, aku pun berangkat dengan semua persiapan yang sederhana itu.

Perjalanan tahap awalku membuatku tiba di daerah RSU Kota Yogyakarta pada pukul 05.30. Oleh karena motor tuaku yang bersilinder 105cc sedang kuragukan kebersediaannya mengantarku melewati punggung-punggung perbukitan dengan kondisi jalan yang kutahu tak mudah (mengingatkan kenangan kerja di Sungapan 2, Kokap dahulu), maka aku berganti dengan motor yang lebih baru bersilinder 125cc. Segera perjalanan kulanjutkan dengan mengambil rute melalui Imogiri. Sebenarnya aku diberi tahu bahwa jika melalui tempat tinggalku di Jalan Lingkar Utara (Ring Road Utara), maka akan lebih dekat/cepat dicapai melalui jalur Prambanan. Well, karena aku buta jalur wilayah Selatan Yogyakarta-lah mengapa aku membawa pemandu (ah…, inilah akibatnya kalau setiap kali perjalanan ke Selatan selalu menumpang dan tertidur sepanjang perjalanan).

Di perjalanan tampak matahari mulai mencercahkan sinarnya ke langit dan membuat alam menyambut pagi yang baru. Setelah beberapa kali diskusi, kami memutuskan untuk mengunjungi Pantai Ngobaran sebagai pilihan awal.

Pantai Ngobaran adalah sebuah panti kecil di antara kekokohan perbukitan batu yang keras, hamparan pasir putihnya adalah hal yang menarik bukan? Setidaknya itulah yang kudengar sebelum aku tiba di sana setelah sejam lebih sedikit perjalanan yang menyenangkan.

The Bottom and the Top

Ketika memasuki dari sebuah jalan beraspal yang sudah layak guna. Tampak bukit bebatuan yang keras, sepertinya tumbuhan pun harus berjuang guna merekatkan akarnya di sana. Akan tampak sebuah pura kecil. Kudengar Pantai Ngobaran biasanya digunakan dalam upacara Melasti oleh umat Hindu di Yogyakarta sebagai suatu rangkaian Hari Raya Nyepi.

Far South Rock

Ternyata memang pasir putih yang lembut-lah kemudian kujumpai di pantai kecil itu. Sebagian besar pantai, tepinya adalah karang-karang yang langsung menyentuh deru ombak yang tak pernah berhenti. Aku senang sekali karena melihat kondisi yang masih lumayan alami, dan pantai yang cukup bersih.

Aku agak kesulitan mengambil beberapa dokumentasi pada awalnya, maklum amatir dengan kamera tipe Easy Share tidaklah mudah menggapai pencahayaan pantai yang kurang ramah, walau aku suka cahaya pagi di pantai.

Misalnya salah satu pojok pantai yang kuambil gambarnya ini konon merupakan salah satu karang-karang yang paling menjorok ke wilayah Laut Selatan. Entah-lah, setidaknya begitu yang diungkap-kan warga di sekitar sana.

Last Past Conflict

Pojokan pantai itu bisa dijangkau setelah menuruni tangga beton (yang mungkin dibenahi belakangan ini) dari Selatan sisi Padmasana (simbol pemujaan terhadap Tuhan oleh umat Hindu) yang juga terdapat sebuah Masjid kecil tepat di hadapannya. Aku pun masih ingat beberapa bahasan beberapa tahun lalu tentang konflik yang muncul di lokasi ini. Entah itu masih ada atau tidak. Kuharap tidak mengganggu ketenangan pantai yang nyaman ini.

Kajawan SiteDi sana juga bisa ditemukan sebuah situs Kejawan yang konon berhubungan dengan Raja Brawijaya V, Raja dari Kerajaan Majapahit di masa lalu. Di sini terdapat banyak arca dengan berbagai karakteristik yang menawan, situs ini pun secara langsung menghadap ke laut lepas. Dari beberapa teman, ada yang menyampaikan padaku bahwa situs ini masih digunakan sebagai tempat laku tapa atau meditasi di waktu-waktu tertentu.

Looking for Nature Work

Melewati sebuah bukit batu kapur ke arah Barat, bagian pantai lain yang lebih luas ditemukan. Pasirnya masih merupakan pasir putih yang menawan. Di pagi hari pasir-pasir ini masih berwarna agak gelap karena bagian atasnya belum sempat terkeringkan oleh matahari.

Kesan karang yang kokoh dan ombak yang tipis merupakan keunikan tersendiri dari pantai ini. Hamparan ke dalam tampaknya tidak dilanjutkan oleh pasir juga, namun sebuah hamparan permadani karang yang landai dengan rumput laut menghijau yang meliuk-liuk dipermainkan arus tepian. Memang banyak yang mengatakan bahwa ketika air cukup surut, kita bisa mendapati padang rumput laut yang hijau dan indah, namun sayang tampaknya saat ini aku belum cukup berjodoh untuk menyaksikan itu. Tapi bersentuhan langsung dengan lukisan alam seperti sungguh meletupkan kebahagiaan yang unik.

Little Friend 

Ketika mentari cukup tinggi menyapa kami, aku bisa merasakan kesegaran dengan sedikit menjemur punggung-ku di bawah sinarnya yang lembut. Sementara aku asyik berjemur, tampaknya ke kehangatan baru yang menghampiri pantai di pagi itu telah menjadi tanda dari berbagai penghuninya untuk memulai aktivitas. Burung-burung kecil mulai beterbangan, demikian juga dengan kepiting kecil yang berhasil kutanamkan senyumnya ke dalam memori kamera kecilku. Lihatlah bagaimana ia melakukan kamuflase sembari tersenyum dalam warna-warni yang cerah.

Hidden Beauty

Matahari telah menyingsing cukup tinggi guna mengingatkanku untuk kembali dan membiarkan pantai ini mendapatkan privasinya dalam kealamian. Telah cukup kusentuh sesuatu yang indah di pagi ini, dan kekaguman dari kedekatan tanpa jarak ini adalah sesuatu yang luar biasa bagiku.

Aku pun kembali ke rumah tempatku berteduh, dan biarlah kedamaian selalu ada dan hidup di pantai ini, sebuah sentuhan dan pesona yang luar biasa.

p.s: oh…, jangan lupa berhati-hati dengan landak laut (demikianlah nasihat bagi mereka yang berkunjung ke pantai ini).

Catatan 3 Juli 2009

14 tanggapan untuk “Pesona Pantai Ngobaran”

  1. Iya, hampir semua pantai di negeri ini indah…, he he…, itu bagusnya negera tropis :-DHanya saja beberapa pantai yang cenderung populer menjadi sedikit tidak natural lagi (kadang banyak sampah berserakan di sana-sini), mengunjungi pantai yang masih alami dan tradisional sangatlah menarik :)Recent blog:=- Tiada Jembatan antara Cinta?

    Suka

  2. indonesia memiliki banyak pantai yang menarik .. mulai dari sabang sampai meraukai 8-)Recent blog:=- A series of Bom explode Church Outside Baghdad

    Suka

  3. saya pernah dua kali ke pantai ngobaran, yang pertama karena kebetulan, yang kedua memang sengaja dgn teman2 untuk melaksanakan Siwaratri, dan bertemu dengan satu2nya pengemong pura sana, tepatnya Pura Segara Wukir, klo namanya konflik masih sedikit ada, tetapi sudah tidak seperti dulu. Satu pengalaman yang saya dapat disana… "seorang yang tetap berdiri teguh di atas pondasi keyakinan, walaupun diterpa banyak permasalahan perbedaan agama dan kehidupan yang bisa dikatakan kurang layak"…

    Suka

  4. Walau saya tidak memahami pasti, saya rasa konflik di salah satu sisinya memberikan kita kesempatan untuk bersedia dengan ikhlas melepasnya sebagai keseharian kita.Saya pun merasa pantai sedikit memberikan kesempatan itu :)Recent blog:=- Pesona Pantai Ngobaran

    Suka

  5. Hem…Suatu karya yang tidak semua orang bisa lakukan.Andai, semua orang asyik mencipta karya seperti ini, seindah ini, gak perlu ada keributan, konflik, yang ada cuma karya dan kerja… indahnya…. 😉

    Suka

Tinggalkan komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.