Ada beberapa hal yang saya sukai dalam beberapa kutipan bab-bab “Quod Erat Demonstrandum”. Bahwasanya di antara semua pencinta, Tuhan “paling” mencintai ahli matematika. Kehidupan ini dikatakan pasti dan serumit namun juga sesederhana matematika.
Namun ini bukanlah sebuah pendapat yang mesti harus diterima, karena kebenarannya hendaklah diuji terlebih dahulu oleh masing-masing insan yang menyelaminya. Cobalah tengok dalam tulisan “Seperti Apakah Masa Depanku” oleh Narablog Suzannita, saya pun rasa tak salah ia sebutkan jika kehidupan tidaklah 100% metematika.
Suatu hari Loki ditanya mengapa ia menyukai matematika, dan ia pun balik bertanya “Menurutmu manakah yang lebih berat logam 100 kg ataukah kapas 100 kg?”. Si penanya yang lumayan punya latar pendidikan tentu akan dengan mudah menjawab, tentu saja sama beratnya. Lalu Loki kembali bertanya, “Jika mereka dijatuhkan di atas kepalamu, manakah yang terasa lebih sakit?”
Mungkin demikianlah katanya indahnya matematika, Anda bahkan bisa membuat pilihan di saat kedua pilihan itu nyaris tak berbeda. Ketika orang kebanyakan memperkarakan dan membedakan hal-hal yang sejatinya tidak berbeda, konon para matematikawan justru mampu menerima perbedaan dengan terbuka dalam hal-hal yang sering dianggap sama dan satu.
Kadang daya nalar kita begitu terbatas, kita bahkan bisa lupa apa yang baru saja kita lewati dan kadang-kadang meraba-raba apa yang mungkin akan kita jumpai. Sehingga kita berkata di dunia ini tidak ada yang pasti.
Sedari dahulu segalanya bisa terjadi sehingga tidak ada yang bisa dipastikan, bahkan dalam kuantum yang dulu modern, relativitas menyatakan hal yang serupa, setidaknya sebelum teori si jenius Einstein tersebut kini dinyatakan telah kuno dan ketinggalan zaman.
Mungkin hidup itu pasti, namun karena kita orang yang serba terbatas, kita tak tahu bagaimana kepastiannya. Kita tidak dibekali dengan kemampuan untuk merumuskan formula menghitung kehidupan dengan berbagai faktor integral yang begitu kompleks, dan tidak banyak dari kita yang mampu menggalinya. Dan mungkin jika ada yang menemukannya, ia akan menjadi bahan tertawaan dunia, karena nalar dunia – yang adalah kita sendiri – tidak mampu menjangkaunya.
Namun sejak dulu orang selalu bernasihat bahwa hidup itu pasti, hanya saja mungkin kita tidak pernah memperhatikannya. Apa yang Anda tabur itulah yang Anda tuai. Dalam tradisi Hindu adalah istilah hukum karma, di luar benar tidaknya, hal ini pun mengingatkan bahwa kehidupan itu bersifat pasti.
Konon Sang Budha pernah menyampaikan, barang siapa yang menjalani Dhamma, kebahagiaan sejati pasti akan datang menyertainya, seperti roda pedati yang mengikuti jejak penariknya.
39 tanggapan untuk “Hidup Itu Sepasti Matematika”
Nandini,
Memangnya saya nulis apa ya, he he, sudah lama, lupa sama tulisan sendiri :D.
Saya tidak begitu suka membaca, mungkin harus dipaksakan sedikit. Banyak? Tidak juga, karena banyak orang lain yang membaca lebih banyak daripada saya :).
SukaSuka
banyak membaca ya mas Cahya? dan mempelajari segala hal untuk mengerti satu dan lain hal.. ;D
SukaSuka
belajar menentukan keputusan dengan kebijaksaan
SukaSuka
Gunawan,
Selama kita bersedia untuk belajar, mungkin itu keputusan terbijak yang pernah kita buat 🙂
SukaSuka
well, menurut saya lebih sakit ketimpa batu daripada ketimpa kapas (loh??) hehehe
SukaSuka
melynessa,
Kalau begitu Mely (panggilannya apa ya?) mungkin sesekali perlu mencoba rasanya mengangkut sekarung kapas dan sekarung batu 😆
Pilihan adalah hal yang kadang terunik yang dibuat oleh manusia.
SukaSuka
Mas Cahya,
Sebenarnya saya pengen beli buku tentang biografinya si Steve Jobs, beliau ini sangat menginspirasi saya. 😀
Makasih mas Cahya, akan saya cari bukunya segera. Ngomong-ngomong, capctha nya di lepas?
SukaSuka
Mas Ganda,
Steve Jobs mungkin salah satu orang yang paling bisa menginspirasi banyak orang. Saya hanya pernah nonton “Pirating Silicon Valley” – kisahnya Steve Jobs dan Bil Gates.
Iya, CAPTCHA-nya sementara saya non-aktifkan, rasanya ada yang bagian yang mengalami kebocoran, pakai antispam biasa dulu 🙂
SukaSuka
Mas Cahya,
Makin tertarik saya, ada rujukan berupa buku yang bisa saya baca mas? Sepertinya bagus buat motivasi diri.
SukaSuka
Mas Ganda,
Saya takutnya memang tidak punya rujukan buku untuk motivasi diri. Kebanyakan buku yang saya baca di luar akademik hanya novel-novel ringan, kalau pun ada di luar itu, paling seperti buku “The Power of Know” karya “Eckhart Tolle”.
Kalau motivasi diri, tuntutan lokal seperti Bapak Mario Teguh atau Gede Prama saya rasa lebih pas untuk masyarakat kita 🙂
SukaSuka
Ibarat Formula Matematika, sudah bisa diyakini, bahwa kehidupan ini telah dirumuskan dalam Hukum Alam (Rta) dan dijabarkan lewat ajaran Dharma sesuai swadharma hidup masing-masing..
Salam Semangat Berbagi Bersama..
SukaSuka
Satu yang pasti menurut saya, yaitu pasti mati. 😀 Berumur panjang, menikah, kuliah sampai s3, jadi pengusaha, belum pasti menurut saya. 😀
SukaSuka
Mas Ganda,
Pastinya dijalani dulu, bagaimana nanti – kita bisa melihatnya di kemudian hari 🙂
SukaSuka
jika hidup seperti matematika yang menunjukkan suatu angka yang pasti maka kematian juga pasti adanya.
SukaSuka
orange float,
Terkadang juga tidak sesederhana itu 🙂
SukaSuka
kalau menurut aku hidup itu sepasti ilmu ekonomi, halahh…
jangan tanya dasar teorinya ya? belum sempet riset. hahahahah
SukaSuka
Tary,
Anak ekonomi ya, he he 😀 – siapa tahu bisa dibuat paper.
SukaSuka
Yang pasti dalam hidup ini suatu saat kita akan mati.
Logika matematika tidak sepenuhnya dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-sehari sekalipun kita sudah menghitungnya dengan matematikan kuantum.
Saya ingat kata-kata mas dani diblog saya, Perbuatan Yang Baik akan Mendatangkan Karma yang baik.
SukaSuka
Pak Aldy,
Saya bisa kagetan kalau Pak Aldy di awal-awal sudah menyebut akhir kehidupan 🙂
Memang sebaiknya kita tidak terlalu perhitungan kan Pak? Toh, itu sudah ada yang menghitung dan mengaturnya.
Jika kehidupan di sini berjalan dengan harmonis, saya rasa itu sudah kecukupan yang luar biasa yang dapat kita peroleh.
SukaSuka
kalau dalam Budha, saya percaya annica (semoga betul nulisnya) tentang perubahan. bahwa semua berubah. tidak ada yg pasti.
wah, ini agak nggak matematika ya kayaknya?
SukaSuka
Mbak Dian,
Jika saya keliru, juga mohon diluruskan. Jika tidak salah anicca dalam bahasa Pali, yang juga sama dengan anitya dalam bahasa Sanskrit bermakna ketidakabadian (merujuk pada Impermanence.
Salah satu doktrin ini merupakan bagian dari tiga tanda keberadaan. Segala dalam kehidupan ini berubah, tidak ada yang konstan sepenuhnya. Perubahan itu sendiri ada hukumnya, lahir – hidup – tua – dan akhirnya mati, itulah bentuk perubahan, ketidakkekalan – dan itu masih tetap pasti. Jika ia memiliki awal pastilah memiliki akhir.
Namun Buddha tidak menyukai orang terlalu menghitung kehidupan, menimbang untung dan rugi secara berlebihan. Karena ketika orang menyadari kehidupan ini secara sepenuhnya, semua itu akan dipahami dengan sendirinya.
Banyak yang berkata Sidharta Gautama mungkin salah satu mahluk yang paling cerdas yang pernah berjalan di muka ini yang pernah dikenal manusia secara luas.
SukaSuka
Hidup itu pasti, dan memang sudah ada kepastiannya.. Mungkin hanya keterbatasan kita saja, yg akhirnya menganggap bahwa hidup itu tak pasti..
Salam hangat.. Salam damai selalu..
SukaSuka
Hary4n4,
Karena kita memang selalu terbatas…, namun apa pun pandangannya, setiap orang memiliki keunikan untuk menilai keberadaan banyak hal.
Karena itu, keterbatasan selalu bisa hidup berdampingan, karena mereka tidak menghabiskan ruang untuk diri mereka sendiri.
SukaSuka
Blum tentu juga mas..
Apa yang kita tabur blum tentu kita tuai. Bagaimana kalau benih yang ditabur hanyut dibawa banjir? Hehe.
Maksud saya, hidup kita ndak cuma ditentukan oleh kita seorang. Banyak faktor di luar itu yang ikut pula menentukan. Masa depan kita memang akan terlihat dari perbuatan yang kita lakukan sekarang. Tapi toh orang tua bilang, manusia berbuat tuhan yang menentukan.
SukaSuka
Mas Pushandaka,
Yah, kalau hanyut, masukkanlah rumus perhitungan kerugian 😀 – it is still calculable.
Ketika ada banyak faktor yang tidak bisa manusia hitung (maksudnya tidak tahu apa selain manusia ada yang bisa menghitung), kita menyebutnya sebagai faktor X. Dan perhitungan yang mengesampingkan faktor X disebut matematika probabilitas. Karena tidak semua faktor dimasukkan, itulah menyebabkan ketidakpastian, dan masih termasuk matematika kan Mas Pushandaka – matematika probabilitas?
Kita bukan Tuhan, yang dikatakan maha tahu, dan maha sempurna. Ahli matematika berkata God is the supreme mathematician. Sehingga jika pun dikatakan yang menentukan kehidupan ini adalah Tuhan, Beliau pasti “memperhitungkannya” secara luar biasa adil, sesuatu yang manusia tidak pernah bisa “hitung” secara sempurna – bahkan setelah menciptakan berbagai sistem seperti ranah sosial, ekonomi maupun hukum dengan berbagai disiplin ilmunya. Bukan begitu Mas Pushandaka?
SukaSuka
gak ah… hidup tidak sama seperti matematika yang 1 + 1 = 2 , kadang kita mendapatkan hasil lebih, atau malah tidak mendapatkan sama sekali dan hasil yang berbeda
SukaSuka
Suzan,
Ya itu juga benar 🙂
Saya ingat ketika di sekolah masih sering kena tegur guru, karena hasil dari soal yang diberikan jawabannya salah, padahal saya yakin benar dengan perhitungan saya, faktanya tidak demikian, jawababannya berbeda.
Guru akan bertanya pada saya, rumus mana yang kamu gunakan? Apakah semua faktor sudah diperhitungkan?
Air yang didinginkan hingga O derajta celcius pastilah mulai membeku, itu hukum alamnya, tapi kadang tidak selalu begitu, pun kita berkata dengan cepat “tidak ada yang pasti di dunia ini”, lalu kita lupa bertanya, “apakah itu benar-benar air murni?” – maksud saya seperti “apakah itu benar 1+1 sehingga jawabannya harus 2?“.
SukaSuka
hidup memang ibarat matematika. penuh misteri yg tak terhingga seperti bilangan dibagi nol… 😀
SukaSuka
Adiarta,
Tapi daripada mengejar misteri yang tak terhingga, mengapa tidak kembali pada si nol saja?
Pernah membaca geguritan darmapada sehingga orang di Bali sering bilang, tetujon hidupne ngalih isin puyung 🙂
SukaSuka
pengen di jatuhi kapas berton ton erus dijual
SukaSuka
waktu SD hingg SMA saya suka matematika, terutama matematika dasar di SMA
eh, OOT ya?
SukaSuka
Bli Wira,
Semasih di SD dan SMP saya juga menyukai matematika, kadang begadang untuk menemukan formula-formula memecahkan masalah yang diberikan, kemudian berteriak eureka, tapi besoknya setelah dijelaskan guru, ternyata formula itu sudah ada di buku, capek deh 😀
Kalau zama SMA saya lebih tertarik ke sastra dan budaya 🙂
SukaSuka
lha yangbener dharma atau matematika?
SukaSuka
soewong,
Jika dibilang dharma adalah formulanya, dan formulanya adalah dharma, it shall not be so different 🙂
Namun keduanya bisa berakhir ketika orang itu sendiri menjadi dharma atau formula dengan sendirinya…
SukaSuka
hmm..bagus..jadi melihat hidup&dunia dari sisi lain 🙂
SukaSuka
Wigati,
I prefer to refer it as take a walk with life 🙂
SukaSuka
yang penting semangat terus bikin hidup lebih hidup (kayak jualan rokok)
SukaSuka
dan bahkan jika dalam logika, mesin komputer hanya mengenal 2 angka 0 & 1 seperti itu kira-kira ya ?
selamat malam & selamat beristirahat
-salam hangat-
SukaSuka
Hariez,
Ga tahu juga ya, karena setiap orang memiliki pandangan yang berbeda-beda. Tapi itulah uniknya kita 🙂
SukaSuka