Mengunjungi Sekolah Tinggi Pariwisata Bali

Sudah lama saya ingin mengunjungi tempat Mbak Santi (senior saya sebagai alumni KMHD UGM dan sekaligus juga anggota BBC) mengajar di Sekolah Tinggi Pariwisata di Nusa Dua, Bali. Hanya saja pada awalnya saya sempat ragu, karena kendala jika saya pulang berlibur ke Bali adalah kendaraan yang memang susah didapatkan. Jangan tanyakan saya tentang angkutan umum, ada alasan mengapa saya lebih suka menggunakan sepeda motor ke mana pun di Bali.

Saya berangkat dengan sepeda motor orang tua menuju STP ditemani oleh adik sepupu saya – Prema. Kebetulan dia baru kelas 2 SMA, ada baiknya melihat langsung kehidupan kampus sebelum dia memutuskan kuliah nanti.

Kami berangkat dari Mengwi, sebuah kota kecil (lebih tepatnya desa yang agak besar) sekitar 10-an km di Utara Mangunpura (Ibukota Kabupaten Badung). Udara dan langit tampak cukup cerah dan kering, sehingga kami tidak mengkhawatirkan hujan.

Perjalanan memerlukan waktu sekitar 1,5 jam dalam kondisi lalu lintas yang normal. Saya sempat tersesat di area perhotelan Nusa Dua, karena maklum terakhir kali saya ke daerah Nusa Dua hanya ketika berusia beberapa tahun saja. Untungnya dengan perkakas Nokia E71 yang dilengkapi dengan Google Latitude bisa memandu kami arah yang tepat dengan pemetaan GPS-nya.

Setibanya di STP, kami disambut oleh Mbak Santi dan kemudian diajak berkeliling. Ini mungkin kampus kedua dengan arsitektur bergaya Bali yang pernah saya kunjungi, setelah beberapa tahun lalu berkunjung ke FK UNUD yang berada di Pusat Kota Denpasar.

Pertama-tama, kami dipandu melihat restoran praktek bagi mahasiswa, sempat menyaksikan persiapan tata meja dan persiapan pembuatan banana flambe (cmiiw). Dan begitu ke belakang restoran, kami bisa menemukan dapur praktek yang cukup besar dan lengkap, setiap mahasiswa dilengkapi dengan alat praktek dapur standar. Kami diinformasikan bahwa mahasiswa biasanya mendapatkan teori terlebih dahulu di ruang kuliah pada pagi harinya, baru kemudian praktek di dapur pada siang harinya, tentu saja mereka juga harus menyiapkan bahan-bahan praktek yang dapat diperoleh dari tempat penyimpanan sebelumnya. Saya juga menemukan keunikan (mungkin karena sifat udik saya yang masih melekat) bahwa di salah satu dapur ada ruangan kecil yang bisa dijadikan tempat kuliah mini dan dilengkapi dengan proyektor, sehingga dosen bisa mengajar dengan menggunakan salinda yang interaktif pada mahasiswa. Setidaknya kami diberi tahu terdapat 3 dapur utama dan 3 restoran di dalam bangunan berlantai 2 itu, ada yang Oriental, Western dan juga Japanese.

Kemudian kami diajak mengunjungi kantin yang berlokasi agak rendah dibandingkan bangunan-bangunan lainnya, membuatnya terasa lebih teduh di daerah perbukitan yang panas apalagi di dampingi oleh hutan belukar yang berada di salah satu sisinya, sehingga saat siang bisa ditemukan burung-burung kecil berdatangan untuk sekadar mencari remah makanan yang terjatuh di meja atau lantai kantin. Saya menikmati suguhan teh hangat dengan kue basah, dan sembari kemudian mengobrol ditutup dengan jus pepaya.

Selanjutnya kami dihantarkan menuju menengok-nengok bangunan kuliah yang ada di lahan kampus seluas 13 hektar ini. Selain bangunan kuliah dan perpustakaan, ada juga lab komputer dan jaringan Wifi (Hot Spot) di kampus ini. Ruang kuliah juga terasa sejuk karena fasilitas AC yang ditempatkan di masing-masing ruang, sementara walau di luar udara cukup panas saat terik maka jalan-jalan yang sudah bebas debu dan tanaman penghijau yang menyejukkan rasanya membuat kampus ini lebih mirip taman yang luas daripada pusat pembelajaran. Disertai dengan berbagai elemen tambahan seperti bale bengong di beberapa lokasi dan kolam-kolam hias.

Kami pun diberikan cendera mata berupa baju kerja mahasiswa STP. Sepanjang jalan menelusuri kampus, kami ditunjukkan berbagai bangunan yang menunjang aktivitas mahasiswa – termasuk aktivitas non pendidikan, mungkin seperti kegiatan UKM sebuah universitas, termasuk untuk olah raga dan seni.

Di pojok Utara kampus ada sebuah hotel berkelas tinggi, kami dipersilakan masuk dan melihat-lihat interior hotel, serta melihat bagian belakang hotel yang terdapat kolam renang cantik dan pemandangan ke bawah bukit melihat kota Denpasar dari kejauhan dan pemandangan pelabuhan Benoa.

Kami duduk di pinggir kolam renang cukup lama, menikmati udara perbukitan dan suasana yang tenang di pinggiran aktivitas kampus yang seakan tak hendak ingin berhenti. Burung-burung kecil meliak-liuk menyambar permukaan air kolam, mungkin hanya sekadar membasuh diri di siang yang terik itu. Kadang mereka hinggap berbaris di pinggir kolam yang lebih kecil.

Kolam itu tenang sekali di siang hari, pasti lebih indah lagi di malam hari jika memandang ke arah kota Denpasar yang bermandikan berbagai cahaya lampu.

Kami duduk di salah kursi-kursi kayu lipat yang melingkar pada salah satu meja di sudut kolam, dan meneruskan obrolan di tempat yang teduh serta berangin sepoi-sepoi itu. Sekadar obrolan ringan, kalau seperti narablog ketemuan untuk kopi darat.

Lalu sebelum meninggalkan hotel yang bernama Langon Bali Resort and Spa itu, saya sempatkan mengambil foto kenangan.

Langon Bali Resort and Spa

Sebelum menyelesaikan kunjungan kenegaraan (walah) – karena saya merasa sangat tersanjung Mbak Santi berbaik hati dengan ramahnya memberikan kami tur privat di kampus STP – kami kembali dijamu dengan makan siang di “kantin mahasiswa”, karena lebih banyak mahasiswa yang ada di kantin itu (mengingatkan saya salah satu kantin di kampus saya).

Saya juga salut, karena walau sudah banyak belajar ilmu komunikasi di bangku kuliah, tetap saja belum bisa berkomunikasi sebaik Mbak Santi. Atau mungkin gaya bahasa dari bidang psikologi memang lebih santun dan tertata dengan baik ya?

Sebenarnya masih banyak yang ingin saya tulis mengenai STP, tapi apa daya karena ingatan ini lebih parah dari tulisan orangnya, jadi nyaris semuanya menguap dan hanya meninggalkan endapan yang berbisik luar biasa pada kampus ini. Jika ada yang berminat mengetahui lebih banyak tentang Sekolah Tinggi Pariwisata Bali, silakan mengunjungi situsnya di “Bali Tourism Institute”.

Di akhir tulisan saya ucapkan banyak terima kasih pada Mbak Santi, senang rasanya diterima dan disambut hangat di kampusnya.

20 tanggapan untuk “Mengunjungi Sekolah Tinggi Pariwisata Bali”

  1. wah ternyata sudah berlibur & plesir di kampung sendiri ya ??? pasiennya gimana dong ditinggal jalan2 😆 .

    Suka

    • Nur Alu Muchtar,

      Panjang? Ngga ah, belum ada 1000 karakter rasanya, gimana ya kalau tulisan di atas 3000 karakter, pasti lebih panjang lagi 🙂

      Suka

  2. Emangnya mas Cahya Kuliah dimana ? Fakultas Kedokteran Udayana ?
    Ntar deh, kalau ngunjungi abang yang di Denpasar, saya akan kabari Mas Cahya, siapa tahu diajak touring keliling Bali.

    Suka

    • Pak Aldy,

      Kebetulan saya kuliahnya memang dari awal di Jogja Pak, tapi karena SMA-nya di Bali jadi adalah kenalan juga di Udayana 🙂
      Jarang-jarang saya pulang ke Bali, tapi kalau kebetulan bisa ketemu Pak Aldy di Bali pasti menyenangkan.

      Suka

  3. Tulisan bagus…
    Terima kasih, Cahya.

    Gung Wir? Dosen bagian Manajemen Akuntansi Perhotelan ?
    Atau, Gus Wir? Dosen komputer?
    Senang bisa terima kunjungan sahabat.
    Aselinya sih, saya gokil banget.
    Santun? Wah, jauhhh… hehe..

    Suka

    • Mbak Santi,

      Suksma mawali Mbak 🙂

      Hmm…, yang punya blog imadewira.com bukan ya Mbak? (Saya malah lupa Bli Wira dosen mata kuliah apa, hi hi, maaf Bli).

      Suka

    • Gus Ikhwan,

      Monggo, jika sempat, Langon Resort and Spa kira-kira sekitar Rp 600.000,- per malam 🙂 #mari menabung.

      Suka

Tinggalkan komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.