Apa seseorang pernah membuat daftar sesuatu yang ingin ditemukan pada seseorang yang diimpikan sebagai pasangan hidupnya? Semisalnya apakah Anda menambahkan bahwa seseorang mesti “pengertian” sebelum baris yang berbunyi “tanggung jawab” dari apa yang Anda harapkan. Namun sering kali hal-hal seperti itu terlalu abstrak untuk dapat ditautkan satu sama lainnya, bahkan sering kali merupakan sebuah kesatuan yang lebih sederhana untuk tetap tidak diungkapkan dalam sebuah kata walau maknanya mungkin terlalu luas untuk dapat kita jangkau.
Namun mungkin ada sesuatu yang lebih tidak spesifik, walau sepenting sebuah bumbu pelengkap, semisal “pandai memasak”, bijak “mengatur keuangan” atau sejenisnya? Pasangan hidup adalah sesuatu yang melengkapi kehidupan kita, kadang kita berharap ia yang berjalan di sisi kita mampu mengisi celah kosong dalam kehidupan kita. Sedemikian hingga sebuah bahtera menjadi lengkap dalam mengarungi lautan kehidupan, menjadi kuat dan seimbang, tetap teguh dan tidak terhempas walau badai topan datang menerjang.
Berbahagialah mereka yang telah diberikan kesempatan oleh waktu untuk berlayar dalam ruang suka dan duka dalam sebuah bahtera yang terjalin apik dari penyatuan dua hati, dan berbahagia jua mereka yang mampu melewati badai tanpa memupus jalinan yang ada.
Kembali ke awal tulisan ini, apa sesuatu yang ingin ditemukan pada seorang pasangan hidup nantinya. Mari kulihat dalam dalam daftar kecilku – itupun jika daftar tersebut memang benar-benar ada. Dalam beberapa bari pertengahan ada kata sederhana, “pendongeng”. Saya sendiri sering bertanya-tanya, apa maksudnya ini?
Kita semua tahu bahwa dongeng adalah kisah-kisah kecil yang diceritakan pada anak-anak – terutama ketika mereka menjelang tidur, atau di saat keluarga berkumpul. Dunia dongeng dan dunia anak-anak rasanya tidak terpisahkan. Sering kali para orang tua melalui dongeng membangun inner world dalam diri anak-anaknya.
Namun sudah lama kusadari, mendongeng bukanlah sesuatu yang mudah. Membuat anak-anak mendengar secara serius, dengan ekspresi yang dapat berubah-ubah sesuai dengan jalan cerita, membawa dunia yang tak pernah ada ke hadapan imajinasi-imajinasi mungil tanpa batas.
Tidak ada teknik atau tips khusus dalam mendongeng, beberapa orang menemukannya sebagai suatu anugerah dalam kehidupannya. Mereka yang mungkin kurang berbakat, mungkin bisa memperkaya diri melalui beberapa aksi kreatif. Saya termasuk yang tidak berbakat, jadi jangan heran jika suatu saat Anda menemukan saya berada di pojokan bagian buku anak di sebuah toko buku tua.
Saya bukan tipe mahkluk sosial yang sosial, bahkan saya termasuk orang yang kesulitan berkomunikasi dengan anak kecil. Mungkin karena saya kehilangan hampir semua ingatan masa kecil saya – atau lebih tepatnya sengaja melenyapkannya – maka saat ini saya pun menemukan kesulitan memahami anak-anak.
Namun di dunia luas di mana kita hidup bersama-sama, anak-anak adalah bagian dari kesatuan yang tidak terpisahkan. Ketidakmampuan memahami dunia anak-anak seperti sebuah cerminan ketidakmampuan memahami bagian dari kehidupan kita sendiri.
Saya menemukan bahwa dongeng bisa menjadi jembatan untuk hal ini. Dongeng bukanlah sebuah buku teks wajib yang kaku, yang selalu dibacakan dari awal hingga akhir dengan tepat hingga koma dan titiknya. Dongeng bisa menjadi sebuah komunikasi imajinasi yang menjembatani buah pikiran dua generasi yang berbeda. Saya melihat bagaimana seseorang yang berbakat dalam mendongeng bisa menghidupkan cerita, sehingga si kecil bisa turut hadir dalam cerita itu dan membuka pikiran untuk menambahkan warnanya sendiri. Dan dalam ungkapan warna yang polos yang dituangkan setiap anak, di sana menjadi suluhan bagi seorang pendongeng untuk memahami pendengarnya, sehingga ke mana cerita selanjutnya akan mengalir, ke mana dunia dongeng itu akan di bawa.
Dongeng yang saya maksudkan bukan hanya sekadar menyuapi si anak dengan pelbagai kisah. Adakah orang tua yang hanya cukup membelikan buku-buku kisah untuk si anak, membacakannya sebelum tidur – dan selesai begitu saja. Atau sekadar membelikan kaset video animasi anak di jalanan dan membiarkan anaknya menonton hingga puas, asal tidak rewel saja.
Hanya saja siapa saya, saya bukanlah orang tua yang memiliki seorang anak sehingga bisa berkata mana yang seharusnya dilakukan oleh orang tua. Pak Aldy – seorang narablog dari tengah belantara hutan – pernah menuliskan “Anak: harta yang tak ternilai harganya”, dan saya rasa kebanyakan orang tua akan berpendapat serupa. Sehingga memahami dunia seorang anak, adalah sesuatu yang orang tua tidak bisa serahkan begitu saja pada elemen-elemen pendukung (buku cerita, film animasi, dan sebagainya).
Karena kesulitan saya dalam berkomunikasi yang tepat, karena saya bukan orang yang terlahir dengan bakat mendongeng yang baik, so I simply put one line for this reasoning.
Jika nantinya dalam perjalanan hidup saya yang singkat ini diizinkan bersanding dengan seseorang, maka salah satu yang saya harapkan adalah dia seorang pendongeng yang baik. Dia akan menjadi pelengkap dalam ketidaksempurnaan saya memahami sebuah dunia yang sudah lama terlupakan. Akan ada masa di mana saya tidak hanya ada untuk diri saya sendiri, namun juga untuk generasi selanjutnya yang akan menjaga segala kebaikan dan kasih sayang yang diwariskan sejak waktu di mana semua itu di luar jangkauan saya yang penuh keterbatasan.
Seorang pendongeng yang baik dengan sendirinya akan dekat dengan anak-anak, memiliki pengertian dan kasih sayang yang melimpah, dan tentunya akan menjadi seorang yang baik dan disayangi juga oleh anak-anaknya.
Mungkin ini adalah keegoisan saya berharap seseorang dapat mengisi kekurangan saya, namun demikianlah selayaknya kasih sayang yang masih berwujud saling mengisi. Ah, sayangnya saya tidak memiliki apa-apa yang baik untuk diberikan kembali jika seandainya pasangan itu hadir dalam kehidupan saya.
Tinggalkan Balasan