Memberi Kredit Itu, Manusiawi

Sore hingga malam ini, saya berbincang dengan dr. Dani Iswara (semoga kali ini pranalanya tidak salah sasaran lagi) – bukan sebagai bagian dari dunia rumah sakit, tapi hanya obrolan usil & ringan ala narablog yang membahas hal-hal tidak penting. Sebagai sosok yang antusias menerapkan dan belajar bahasa Indonesia yang baik & benar, saya sering dibuat keteteran dengan kuis-kuis ringan dari narablog yang sudah senior ini.

Hingga saya menyinggung tentang diskusi saya sebelumnya dengan Bapak Aldy M. Aripin di blog Mas Kharisma Adi pada salah satu tulisan teranyarnya. Sepertinya Pak Aldy berusaha menyampaikan bahwa saya mungkin telah melewatkan sesuatu, namun saya tidak menemukan kejanggalannya, walau sudah saya pindai dengan laju yang dilambatkan.

Dan setelah perbincangan diteruskan, Bli Dani kemudian mengajak saya menulusuri sebuah blog di domain WordPress.com yang mengusung tema seputar dunia blog dan desain web. Saya melihat salah satu tulisan terbarunya, memindai dengan cepat, kemudian dengan mesin telusur Google saya mengetik kembali kata kunci judul artikel tersebut dalam bahasa Inggris. Dan saya menemukan sebuah web yang berisi artikel yang saya cari (modus operandi detektif).

Pasca membandingkan dengan saya bisa menangkap sesuatu, intinya adalah – ada sebuah artikel berbahasa Inggris, kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, dengan gaya bahasa & komposisi serupa. Sehingga itu menjadi sebuah artikel saduran.

Tentu saja tidak ada yang keliru dengan menyadur artikel, saya sering kali menyadur artikel juga. Karena selain menambah wawasan saya sendiri, menyadur memberikan kesempatan bertukar pandang dengan orang-orang yang memiliki ide serupa. Namun, di bagian akhir saduran saya, biasanya saya menempatkan kredit pada si penulis atau sumber artikel.

Nah, blog yang saya telusuri tadi tidak menempatkan kredit sama sekali. Apa dia lupa mencatumkannya? Menurut gosip – yang sebaiknya Anda tidak percayai begitu saja – narablog ini sudah gemar sekali menyadur tanpa menyertakan sumbernya, seakan-akan ia-lah yang memiliki ide akan tulisan itu. Ia baru akan menambahkan sumbernya, jika ada yang ‘menegur’-nya.

Salahkah dia? Entahlah, itu mungkin hanya satu dari sekian banyak yang mungkin luput dari pandangan banyak pengguna internet. Saya sendiri sudah termasuk jenuh dengan isu-isu seperti ini. Karena seringnya terdengar. Namun saya ingin – bukan untuk siapa-siapa – setidaknya melalui tulisan ini, untuk mengingatkan diri saya sendiri, bahwa memberikan kredit itu adalah sesuatu yang manusiawi.

Tidak ada salahnya menyadur karya orang lain, namun rasanya akan tetap saja keliru jika kita mengakui itu sebagai karya kita – atau setidaknya membuat sedemikian rupa itu tampak sebagai karya kita. Ada sesuatu yang jauh lebih bermakna daripada sekadar kebanggaan, dan itu adalah kejujuran yang polos.

Kata-kata itu bukan untuk siapa-siapa, namun diri saya sendiri. Mengingatkan diri saya pada langkah-langkah awal saya ketika saya mulai menulis di dunia maya.

Maaf jika terlalu banyak pengaburan latar dalam tulisan ini, itu disengaja untuk maksud-maksud tertentu.

31 tanggapan untuk “Memberi Kredit Itu, Manusiawi”

  1. Salam Kenal dariku, nice artikel 😀 Sekalian mau bilang Met Puasa bagi yang puasa. Met sejahtera bagi yang gak njalanin. Semoga selamat & damai dimuka Bumi. Amin 😀

    Suka

  2. ini maksudnya karya utuh atau sepotong saja ya? 😀

    kalau paper kedokteran dengan nomor referensi di tiap paragraf gimana??
    saya suka malas menampilkan semua daftar referensinya.. khawatir ada mahasiswa kedokteran yg malas dan tinggal copy paste 😀

    btw, kok disebut kredit yah? 😀

    Suka

    • Ningrum saya rasa bukan masalah sepotong atau tidak, tapi lebih pada masalah etika – jika merujuk pada pemberian kredit, tapi kalau merujuk pada pemberian referensi itu sudah jadi kaidah baku dalam penulisan karya ilmiah.

      Harus dibedakan dulu antara reference dan credit

      Jika reference, bermakna:

      <q>A reference, or a references point, is the intensional use of one thing, a point of reference or reference state, to indicate something else. When reference is intended, what the reference points to is called the referent.</q>

      en.wikipedia.org/wiki/Reference

      atau bermakna,

      <q>A reference work is a compendium of information, usually of a specific type, compiled in a book for ease of reference. That is, the information is intended to be quickly found when needed. </q>

      en.wikipedia.org/wiki/Reference_(work)

      Sedangkan credit, bisa memiliki arti:

      <q>In general, the term credit in the artistic or intellectual sense refers to an acknowledgement of those who contributed to a work, whether through ideas or in a more direct sense.</q>

      en.wikipedia.org/wiki/Credit_(creative_arts)

      Tentu saja ada juga makna lain kata kredit dalam dunia keuangan atau kamus akuntansi :).

      Jadi jika menulis di blog dan mengambil ide orang lain atau karya orang lain, tidak peduli sedikit atau pun banyak, jika kita masih memiliki rasa mengakui bahwa itu bukan karya kita, maka sebaiknya kredit diberikan pada penggagas/pencipta/pekarya aslinya bukan?

      Kalau masalah referensi, itu jadinya di luar topik, silakan merujuk pada buku atau panduan kaidah penulisan referensi yang baik dan benar :).

      Suka

  3. Dari pada menyadur, lebih baik membaca dan mengerti sebuah artikel, kemudian ditulis kembali dengan bahasa kita sendiri. Gitu… 😉

    *apakah itu termasuk sebagai menyadur?*

    Suka

  4. Cahya,

    Daripada cenderung membiarkan (salin tempel/menyadur/mengutip tanpa etika) & tidak berbuat sama sekali, lebih baik sedikit berbuat dengan saling mengingatkan.

    Suka

  5. Setidaknya kita sudah berupaya mengurangi (lewat teguran). Kalau dibiarkan, sepertinya kita juga ikut berdosa kan? 🙂

    Suka

  6. Belakangan ini, kebetulan, beberapa kasus kurangnya penghargaan hak cipta terjadi di blog-blog yang pernah saya kunjungi.

    a) Salin tempel tanpa sumber di mxwan.web dot id oleh salah satu penulis tamunya.

    b) Salin tempel & mengakui karyanya sendiri di korananakindonesia.wordpress dot com. Cek tulisan ryosaeba.wordpress dot com.

    c) Kasus menyadur & memakai sudut pandang pertama tapi tidak menyebut sumber, seperti yang ditulis Cahya di atas.

    Dua pertama seperti 'mbulet' tanpa penyelesaian. Padahal solusinya gampang, tinggal JUJUR saja. Sampaikan maaf kepada <del>(Tuhan)</del> penulis awal, pembaca (yang tertipu), cantumkan sumber valid yang bisa diklik. Atau hapus sekalian, tapi tetap minta maaf.

    Di WWW juga tetap ada sangsi sosial. Bukti tetap tercetak daring.

    Tapi kita sadari juga, bahwa kasus serupa ini akan tetap terjadi. Akan ada jatuh korban lainnya. Kita tunggu saja berikutnya.

    Suka

    • Bli Dani,
      Jika memang begitu, maka sejarah akan selalu berulang. Tidak ada yang bisa banyak kita lakukan – apa juga bagian dari pelaku sejarah?

      Suka

  7. Saya dilibatkan juga?
    Saya kira Mas Cahya hanya guyon saja, karena issue itu sebenarnya cukup ramai.
    Pemberian kredit, kadang memjadi dilema. Contohnya diblog Aldymy.name, ada kalanya saya baru mencantumkan kredit beberapa waktu kemudian karena baru menemukan sumber yang lebih saya percaya (banyak sumber lain, tetapi kesannya hanya copas), saya tidak akan memberikan kredit, jika yang saya lakukan hasil try and error pada kompi sendiri, walaupun tips dan triks tersebut sudah dibahas oleh blog-blog lain.
    Kalau saduran seperti mas Cahya dan Bli Dani bahas, kembali ke narablognya (pengen keren tapi malu mengakui saduran dari artikel lain). 😦

    Suka

  8. Betul, ranah informasi dunia maya memberi peluang luas buat berbagi, akan lebih elegan semua itu disertai etika sikap saling menghargai dan mengakui ada sumber asli. 🙂

    Suka

  9. Mau jadi detektif seperti Om Eko ryosaeba.wordpress.com ya?

    Yang di situ juga tidak kalah seru.

    Mas Ardian tahu kasus di atas. Karena pernah menemukan salah satu tulisan sadurannya.

    Dan itu bukan hanya dilakukan oleh satu-dua narablog (senior; senior di sini sebenarnya bisa berarti lanjut usia!).

    Lebih enak 'disable' skrip disqus [pakai bawaan tema WordPress]! 😛

    Suka

    • Bli Dani,
      He he…, jadi detektif cuma malam minggu doang, mumpung jomblo. Tapi malam minggu sudah lewat, siap-siap sahur nih.

      Hmm…, narablog senior tetap senior (dalam artian lebih rajin ngasih traktiran pas kopdar, he he..).

      Masih ada cara untuk melakukan bypass sistem komentar pihak ketiga. Walah, ini mesti ngidupin kompi buat balas komentar, padahal ada ponsel.

      Suka

  10. jadi inget waktu pertama kali ngeblog di wordpress.com. jujur sering melakukan kesalahan ini, dan sepertinya disengaja tidak menuliskan sumbernya…tapi dengan berjalannya waktu saya pun menyadari apa yg saya lakukan itu salah. kuputuskan menghapus blog itu dan membuat blog baru dengan tulisan asli diri sendiri…dan ternyata menulis sendiri begitu menyenangkan walopun blm dalam kategori tulisan bagus dan berbobot..tp tak apalah menurut saya, dari pada jadi plagiat..hehe

    Suka

  11. ya.. kalo saya sih selalu berusaha menambahkan link dari sumber yang saya ambil.
    kalopun bukan link, tetap saya tuliskan sumbernya.
    termasuk kalo minjem foto.

    dan… rasanya malu kalo harus sampe diingatkan.

    Suka

    • Mbak Anna,

      Kadang kita lupa Mbak, itu wajar kan? Asal tidak disengaja – apalagi

      hanya sekadar untuk menaikkan trafik dan kepopuleran blog. Kalau saya

      nanti kelupaan, saya juga berharap seseorang akan mengingatkan, walau

      malu – tapi jangan sampai terlanjur deh.

      Suka

    • Mas Ardianzzz,

      He he, saya ingat dulu nulis skripsi dikebut dalam dalam seminggu – pas

      sudah menjelang deadline, he he… (btw, saya tidak salah

      menginterpretasikan kan?)

      He he, apa mesti ada ISSN baru protes?

      Suka

    • Haha, protes karena kasihan. Kalau ada ISSN nya kan bisa dituntut hukum, runyam jadinya ntar. 🙂
      Iya skripsi maksudnya.

      Suka

Tinggalkan komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.