Yang menyukai kisah Mahabharata dan Krishna di masa kecilnya pasti mengenal Bukit Gowardhana. Sebuah bukit yang terletak di dekat kota Vrindavan di India – terutama oleh golongan Waisnawa. Ada kisah yang unik di balik bukit tersebut dan dimulai pada Ithiasa sebelumnya, yaitu Ramayana.
Saat itu Rama, Laksamana, dan balatentara Kiskenda hendak membuat jembatan guna menyeberang ke Lanka Pura – menuju wilayah Raja Rahwana untuk mengambil kembali Dewi Sita. Anda pasti tahu kisah ini, karena ini juga adalah kisah klasik dalam pewayangan di nusantara.
Jembatan yang dikenal dengan nama Rama Setu tersebut dibangun dengan bantuan pasukan kera dari Gua Kiskenda. Dengan membentuk barisan dari puncak-puncak Himalaya Utara hingga ke Selatan India, para kera dengan penuh semangat mencabut gunung dan bukit. kemudian mengangkatnya di atas bahu mereka, yang menerima terakhir di Selatan meloncat ke langit – mereka melemparkan gunung dan bukit tersebut ke lautan untuk dijadikan jembatan. Pembangunan jembatan ini bisa berlangsung dengan cepat.
Begitu jembatan selesai dibangun, maka pesan-pesan segera disampaikan dari Selatan hingga ke Utara bahwa gunung dan bukit-bukit tersebut sudah tidak dibutuhkan lagi, sehingga kera-kera tersebut menjatuhkan begitu saja bukit-bukit tersebut di mana pun mereka berdiri saat itu.
Namun salah satu bukit mulai protes dan tidak mau diam begitu saja, sembari meratapi nasibnya. “Mengapa aku dipindahkan dari tempat asalku dan kini aku dibuang begitu saja? Duh! Aku sangat bahagia mengira awalnya dapat membantu Ilahi, sedemikian hingga Rama sendiri dapat menggunakanku sebagai pijakannya. Namun sekarang aku tidak ada di situ untuk bisa membantu, dan tidak pula berada di tempatku yang lama.” Bukit itu menangis sejadi-jadinya.
Kejadian ini tersampaikan kabarnya pada Rama. Dalam kasih-Nya, Rama menyampaikan bahwa sebagai avatar berikutnya, Rama akan kembali ke dunia dalam wujud manusia untuk menyelesaikan tugas-Nya, saat itu Rama akan memerlukan bantuan bukit yang sedang bersedih tersebut.
Ketika Ilahi datang kembali sebagai Krishna, Rama memenuhi janjinya pada bukit Gowardhana.
Saat Krishna masih kecil, ia membuat Indra – raja para dewa – sangat murka, karena Krishna telah meminta meminta penduduk Gokula untuk menghentikan persembahan pada Indra. Dengan kesombongannya, Indra berniat meluluhlantahkan Gokula dengan menurutkan badai petir.
Krishna mengangkat Bukit Gowardhana dengan jarinya selama tujuh hari penuh, untuk menyelamatkan penduduk Gokula dari amukan Indra, dan sekaligus untuk menghancurkan kesombongan penguasa Indraloka tersebut.
Dengan demikian, janji Ilahi pun terpenuhi dan bukit Gowardhana diberkahi.
Adaptasi dari Chinna Katha II.60
Sumber asli gambar: Tidak diketahui.
14 tanggapan untuk “Berkah untuk Bukit Gowardhana”
Bli Wira,
Rasanya sempat diulang kembali di televisi lokal beberapa tahun belakangan ini, seperti di Bali TV dan Jogja TV :).
SukaSuka
saya tahu kisah ramayana dan mahabrata dari serialnya di televisi di tahun 90-an dulu, saat saya masih SD. Selain itu cerita2 wayang pun paling sering mengambil kisah ramayana atau mahabrata.
SukaSuka
Mas Pushandaka,
Saya sudah agak lama tidak ke Gramedia, coba jika saya sempat akhir minggu nanti saya tengok deh.
SukaSuka
Beberapa bulan yang lalu pernah saya lihat komik Mahabharata karya Pak Kosasih. Cetakan baru, ukuran komiknya lebih kecil dari yang versi lama. Tapi waktu itu saya ndak buka-buka komiknya. Cuma lihat sekilas saja di salah satu rak di Gramedia.
SukaSuka
Pak Aldy,
Terakhir kali saya melihat karya RA Kosasih adalah pada saat masih sekolah dasar dulu, sejak SMP hingga kini bahkan di toko buku besar-pun saya nyaris tak pernah melihatnya lagi.
SukaSuka
Pak Aldy,
Oh itu saya mencoba setelan untuk tidak memilih allow comment on new articles, jadi melihat efeknya seperti apa, he he, nanti juga terbuka dengan sendirinya.
SukaSuka
Memang masih ada yang jual komik karangan RA. Kosasih? bagi informasinya mas.
SukaSuka
Mas Cahya, artikel menghalangi pengomentar borang komentarnya di tutup?
Saya tidak bisa memberikan komentar sampai komentar ini saya buat 😦
SukaSuka
Mas Pushandaka,
Sepertinya sekarang komiknya R.A. Kosasih jadi barang langka negeri ini, padahal mewariskan banyak kisah-kisah apik yang lebih pas untuk kultur di nusantara.
SukaSuka
Mondasiregar,
Beberapa kisah hanya diwariskan pada beberapa orang saja, makanya Mahabharata sendiri ada banyak versinya Bu. Tapi yang banyak ditekankan tetap keserupaan pada jalur cerita utama dan nilai-nilai di dalamnya :).
SukaSuka
Gadgetboi,
Mungkin nanti itu saya tulisa di kesempatan lain. Wah, karena ceritanya juga banyak di nusantara, biasanya dulu digunakan sebagai dongeng sebelum tidur, tapi mungkin sekarang malah tidak banyak yang tahu ceritannya.
SukaSuka
Sudah mulai lupa kisah-kisah Ramayana dan Mahabharata. Jadi kangen komiknya R. A. Kosasih..
SukaSuka
baru tau cerita ini, waktu baca buku Mahabarata kayaknya yang ini terlewat ya
SukaSuka
*melongo* … jadi Rama itu dewa yah? … Wah, enggak mudheng akyu 😀 … ada buku "Mahabrata's story for beginners" enggak yah 😆
SukaSuka