Seorang guru yang merasa perlu memberikan pendidikan lebih lanjut kepada para muridnya, sehingga suatu ketika guru tersebut mengirim para muridnya keluar dari ashram untuk belajar di salah satu kuil Siwa.
Para murid mungkin tidak begitu paham maksud sang guru, mereka merasa telah belajar dari guru terbaik yang bisa ditemukan dari segala penjuru, mengapa mereka harus keluar ke tempat yang tidak mereka kenal. Apakah guru mereka sudah kehabisan bahan pelajaran, dan semua telah diajarkan pada mereka, setidaknya mereka tidak berani telalu banyak bertanya, dan melanjutkan perjalanan sesuai dengan kata-kata guru mereka.
Setelah beberapa lama perjalanan yang cukup melelahkan, mereka tiba di kuil Siwa yang dimaksudkan. Mereka merasa ingin cepat istirahat, namun tidak merasa sopan sebelum menghaturkan doa pada Siwa yang berada di dalam kuil.
Namun alangkah kagetnya mereka ketika masuk ke dalam ruangan. Di tengah ruangan ada seorang fakir yang berpakaian begitu lusuh, kumal, dan compang-camping, ia terlihat begitu tidak terurus, bahkan aroma tidak menyedapkan dari tubuh pengemis itu sampai tercium ke pintu masuk kuil. Yang lebih mengejutkan lagi, fakir yang tampat bisa saja mati tiba-tiba itu dengan leluasa berbaring sambil meletakkan ke dua kakinya di atas lingam – yang merupakan personifikasi Siwa yang Agung.
Para murid ini begitu geram karena ada orang yang begitu tidak tahu diri menodai kesucian lingam dengan kaki kotornya. Ini merupakan penghinaan pada Siwa, dan mereka serentak melabrak pengemis yang sedang tertidur pulas itu. Mereka berteriak dengan marah pada fakir tersebut, dan sehingga suara mereka bahkan bisa terdengar hingga ke luar kuil.
Fakir tersebut membuka matanya & tampak begitu kelelahan, hanya menjawab dengan beberapa kata lemah, “Jika demikian, silakan pindahkan kaki kotor saya ini ke tempat yang tiada lingamnya”.
Dengan kasar para murid itu segera menghempaskan kaki si fakir tempat lain, namun begitu kaki itu hendak terjatuh, muncul sebuah lingam. Berkali-kali para murid memindahkan kaki itu, di sana selalu muncul lingam lagi. Para murid itu nyaris putus asa untuk menemukan di mana harus meletakkan kaki si pengemis agar tidak muncul lingam di sana.
Pengemis malang itu hanya sedang mendidik para murid yang merasa sudah tahu segalanya, bahwa kehadiran Tuhan ada di mana-mana, jika pun manusia tidak bisa melihat & merasakan-Nya di mana-mana, itu hanyalah karena keterbatasan seorang manusia. Walau kasih Ilahi meliputi segenap alam raya, namun kebodohan manusia selalu menemukan tempat yang menurutnya tiada Tuhan di sana.
Tinggalkan Balasan