Gagal Memasang Maverick Meerkat

Apa Anda tahu Meerkat? Jika Anda pernah menonton animasi Lion King garapan Disney, Anda pasti tahu salah satu tokoh hewan kecil seperti kukang itu, ya itulah Meerkat (jika saya tidak salah tentunya). Tapi jika Anda pengguna Linux, apalagi salah satu yang berbasis Debian yaitu Ubuntu, maka nama Maverick Meerkat itu sendiri tidak akan asing, karena itu adalah seri Ubuntu 10.10.

Kebetulan tadi sore tetangga saya ada yang pergi ke Internet kampus, sengaja saya titip untuk mengunduh versi Desktop i386 Ubuntu 10.10 ini. 15 menit setelah ia berangkat, saya menerima pesan singkat bahwa berkas ISO sudah selesai diunduh. Ha ha…, koneksi kampus itu memang enak.Lalu saya menyiapkan keping CD-RW yang baru untuk membuat CD instalasinya. Ini bukan membajak tentunya, karena Ubuntu sudah berjanji produknya selalu gratis dan boleh digandakan untuk kepentingan personal (tapi tidak komersial). Malam itu dia kembali, dan proses membuat CD instalasi pun dimulai.

Cukup memasukkan CD-RW ke dalam kandar pembakar, kemudian buka map yang berisi berkas ISO Ubuntu. Lalu klik kanan pada berkas, pilih Open with Brasero. Lalu jendela eksekusi-pun muncul, tinggal klik “next” maka proses pembuatan CD langsung dimulai. Ups…, tentu saja Brasero yang saya gunakan ada di OpenSuse bukan di Windows. Karena di Windows membuat CD instalasi terlalu rumit, lebih sederhana dengan Linux (ini promosi lho).

Begitu CD instalasi selesai, maka yang perlu saya lakukan adalah membuat ruang kosong di diska keras (HDD) untuk tempat penanaman Ubuntu. Saya coba buka Yast, satu-satu ruang yang ingin saya gunakan adalah kandar 😀 milik Windows, masih ada ruang kosong sekitar 64 GB (dari 88 GB total). Saya ingin memotongnya sekitar 20 GB saja. Ah, ternyata Yast tidak memiliki wewenang mengakses partisi yang di-mount di Windows. Saya terpaksa memulai ulang dan masuk ke Windows.

Via manajer partisi, saya mencoba menciutkan ukuran partisi D sehingga ruang kosong bebas bisa tercipta di luar partisi (jika Anda tidak familiar dengan caranya, silakan baca: Rezise Vista Partition). Duh, ternyata Windows tidak mengizinkan ruang partisi tersebut diciutkan. Alhasil, saya malah tidak bisa menciptakan ruang kosong untuk Ubuntu. Sempat tangan gatal, rasanya ingin diformat langsung saja itu kandar D. Tapi untungnya otak masih dingin. Menciutkan partisi saja berisiko, apalagi menghapus partisi, walau itu bukan partisi aktif.

Saya tidak mau terburu-buru, anggap saja saat ini gagal alias belum berjodoh memasang Maverick Meerkat. Sebenarnya masalah partisi di atas rasanya masih bisa diatasi. Solusinya ada pada tulisan “Windows Vista Shrink Volumes Problem“. Ini bisa membuat kandar D dapat diciutkan.

  Copyright secured by Digiprove © 2011 Cahya Legawa

10 tanggapan untuk “Gagal Memasang Maverick Meerkat”

  1. Saat ini sih, belum ada masalah serius Ubuntu yang saya hadapi. Anyway, kenapa tidak di shrinkan saja partisi untuk windowsnya?

    Suka

    • Mas Ganda,
      Itu dia, Windows Partition Manager tidak mengizinkan dipartisi lagi, sepertinya ada sistem berkas yang masih nyangkut di bagian akhir partisi sehingga tidak bisa di-shrink. Saya pakai peranti lunak pihak ketiga baru bisa melakukannya.

      Suka

  2. Saya baru-baru ini update dilaptop, ternyata cacat bawaannya cukup parah, laptop saya kartu jaringannya langsung di-disable dan belum ada solusinya, kecuali coba install ulang atau kembali 10.04, dari berbagai forum, tidak ada solusi masalah ini 😀

    Suka

    • Pak Aldy,
      Kalau tidak salah Maverick Meerkat sempat punya bug serius saat dikeluarkan, sehingga perlu langsung ditambal begitu dipasang. Tapi saya lupa apa itu. He he…, pakai Fedora saja Pak kalau begitu, katanya lebih ramah untuk kartu jaringan :).

      Suka

  3. Ngunduh file meerkat cuma 15 menit ❓ wuih berapa speednya dok ❓ jadi iri aku dengan speed koneksi yang aku pake. Aku ngunduh maverick meerkat saja hampir 20 jam dan itu semalaman aku biarkan koneck terus. Btw, berapa bayar perjam nya warnet kampus ❓

    Salam hangat serta jabat erat selalu dari Tabanan

    Suka

    • Pak Sugeng,
      Karena berkasnya Intranet, di UGM ada situs internal <code>repo.ugm.ac.id</code> yang berisi pelbagai berkas instalasi GNU/Linux dan repositorinya yang selalu di update, jadi kalau dari kampus, tergantung lokasi kita saja dengan komputer server dan kepadatan jaringan, kecepatan pemindahan data bisa berkisar antara 1 – 6 Mbps, sehingga tidak akan lama.
      Kampus kan gratis 😀 – jika memang bagian dari civitas akademika.

      Suka

    • Saat ngunduh dulu aku juga sudah lewat "kambing" dan "buaya" tapi tetap saja lama dok. Maklum komeksinya pake cdma2000 1x 😆

      OON lagi dok, itu daftar repository untuk apaan sih ❓ aku yang sudah masang di PC apa perlu pasang lagi dan fungsinya untuk apa kalau sudah masang. Maklum dok, kalau info tentang linux aku koq pingin tahu saja dan di daerahku gak ada teman yang bisa di ajak sharing 😆

      Suka

    • Pak Sugeng,
      Kalau dari luar intranet memang jadi lambat, apalagi koneksi yang kita gunakan mengaksesnya hanya sebatas maksimal 64 kbps, mau mengunduh dari mana saja rasanya tidak berbeda.
      Wah apa ya, repositori itu seperti suatu area untuk menyimpan kumpulan peranti lunak untuk mendukung sistem operasi yang digunakan. Tergantung masing-masing distro, repositorinya bisa berbeda-beda. Jadi saat kita terhubungan dengan Internet, kita akan memanggil repositori untuk mengetahui ada berkas apa saja di sana, apakah ada peranti lunak yang kita inginkan, atau apakah ada pembaruan untuk software yang sedang kita pakai.

      Misalnya repositori Mozilla akan berisi rilis terakhir produk Mozilla, seperti Firefox, Thunderbird, dan plugin-plugin-nya. Jika kita mau up to date selalu dengan software dari Mozilla, maka OS Linux kita harus tersinkronisasi dengan repositori tersebut. Kadang kopi repositori tersebar di pelbagai belahan dunia. Os membawa alamat repositori asal/asli, tapi pengguna Linux bisa mengubahnya atau menyesuaikannya. Biasanya mencari repo yang diletakkan di server terdekat untuk dijadikan patokan sinkronisasi.

      Kadang dibuat juga repositori lokal, misalnya kita membuat jaringan Internet swadaya di RT/RW, ada 50 komputer yang menggunakan Ubuntu di wilayah itu, lalu satu komputer server yang melayani Internet untuk 50 komputer tersebut. Maka di komputer server tersebut bisa ditanamkan repo lokal Ubuntu, sehingga 50 komputer lain saat melakukan sync cukup ke komputer server, hasilnya tentu lebih cepat dan hemat jika dibandingkan kesemua komputer itu melakukan sync ke repo pusat di luar negeri sana satu per satu via Internet. Nah di UGM juga diterapkan sistem seperti itu.

      Suka

Tinggalkan komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.