Rasanya itu kemarin ketika saya menonton secuplik berita di layar kaca, tentang sebuah komunitas masyarakat yang menghalangi kelompok warga lainnya – dengan menghadang jalan – ketika mereka hendak menghantarkan jenazah salah satu anggota warganya ke peristirahatan terakhir.
Saya tidak tahu apa yang terjadi di masa lalu, tapi konflik horizontal seperti ini atau-pun dengan latar belakang yang berbeda selalu bisa kita temukan di tengah-tengah masyarakat. Tapi akar konflik itu selalu ada di masa lalu, selalu ada dalam segumpal kepentingan, kehendak pun emosi yang mengganjal.
Dan masa lalu, selalu menyediakan banyak celah untuk tetap hidupnya konflik-konflik ini di masa kini.
Mengapa kita tidak menuangkan secangkir kedamaian ke dalam hidup kita? Apakah segalanya terlalu sulit untuk dilepaskan.
Kedamaian bukanlah sesuatu yang stagnan, yang bisa didirikan kemudian dipamerkan dan dipuja-puji. Kedamaian datang ketika manusia dapat membiarkan masa lalunya mengalir pergi, menuangkan curahan hatinya secara lembut ke dalam kehidupan, dan membiarkan alam mengalir menemukan bentuk alaminya – dan alam di sini bukanlah sesuatu yang terpisah-pisah, namun termasuk manusia dan segenap perasaan yang ada di dalam batinnya.
Kedamaian tidak akan hadir ketika manusia berusaha memaksakan keinginannya dan masa lalunya untuk hadir dalam sebentuk kidung di kekinian.
Mengapa kita tidak menuangkan secangkir kedamaian? Dan lihatlah betapa kita dapat tersenyum setelahnya.
Tinggalkan Balasan