Apa pernah Anda mendengar kata anak muda zaman sekarang, mungkin seperti, “sensi banget sih loe?” – Kadang ada orang yang membawa masalah ke dalam ranah yang lebih dalam, lebih terselubung. Kadang menimbulkan salah sangka, karena orang memproses segala input yang ditangkap sistem sensorisnya dalam ranah yang berbeda sebagai orang kebanyakan.
Orang-orang seperti ini memiliki kepekaan psikologis yang tinggi, karena ia bisa jadi memproses data-data sensori secara lebih mendalam dan menyeluruh dibandingkan populasi normal oleh karena adanya perbedaan dalam sistem saraf mereka. Ini disebut sebagai HSP (highly sensitive person) yang di masa lalu sering diduga sebagai masalah kecemasan sosial hingga ke fobia sosial.
Saya sendiri tidak mengetahui banyak HSP ini, namun dikatakan bahwa pemilik karakter HSP cenderung bekerja dengan cara yang berbeda dibandingkan dengan orang lain. Mereka bisa melihat dan mencermati hal-hal yang tidak dilihat oleh kebanyakan orang, masalah-masalah yang lebih tak kasat mata, dan jika siswa maka mereka bisa belajar dengan lebih baik melalui cara ini. Jika seorang anak didik dengan HSP tidak memberika kontribusi terlalu banyak pada sebuah diskusi bukan berarti mereka tidak memahami yang didiskusikan, dan juga tidak berarti mereka sedang malu.
Karena anak didik dengan HSP seringkali memproses sesuatu lebih baik melalui imajinasi mereka daripada mengerjakannya secara langsung, dan biasanya tidak suka dalam pengawasan karena mereka sangat peka.
Konsep HSP ini sendiri adalah hal yang baru, dan saya bertanya-tanya apakah akan mengubah paradigma pendidikan ke depannya. Karena mereka menganalisa sesuatu lebih baik dengan otak mereka daripada mengerjakan, mungkinkan konsep “practice makes perfect” tidak akan berlaku dalam dunia pembelajaran mereka?
Nah, saya tidak memiliki banyak potensi untuk memahami teori “Positive Disintegration” untuk menyelami masalah ini. Mungkin nanti bertanya saja pada yang mendalami ilmu psikologi lebih banyak.
Tinggalkan Balasan