Buaya Gombal

Akhirnya saya tidak bisa membayangkan bahwa hari ini saya akan terbaring cukup lama, pasti karena kemarin berada di ruangan bertemperatur dingin dalam waktu yang sangat lama. Tubuh ini tidak bisa beradaptasi dengan baik pada suhu rendah, it shall get fever for next day.

Namun jika hari ini adalah hari yang sama seperti beberapa tahun lalu, mungkin saya akan sungguh-sungguh mengabaikan badan yang lemah ini. Saya bisa jadi menemukan diri saya tengah menyusuri jalan kecil di Barat Gereja Kota Baru. Karena di sana saya bisa mendapatkan beberapa hal yang bisa membuat seseorang tersenyum.

Saya tahu dia, sebagaimana juga Tiara dan Tion, menyukai mawar putih, mungkin juga akan sangat senang dengan cokelat putih. Bahkan beberapa hari terakhir saya mendengar ada kopi putih yang rendah asam, dia sangat suka kopi, tapi biasanya saya selalu melarangnya karena dispepsia yang dideritanya – meski ia selalu berkata bahwa itu adalah gastritis – sehingga kopi menjadi hal yang buruk baginya, dan kami pun sering kali berakhir dengan bertengkar kecil karena hal ini, walau tampak menurut – tapi biasanya selalu mencuri-curi untuk menyeduh secangkir kopi tanpa memberitahukannya pada saya. Ah, apa sebaiknya saya memberikan saja kopi putih padanya?

Kadang saya mengajaknya ke kedai-kedai kopi di sekitar kota, sehingga bisa membuatnya berjanji tidak akan minum kopi lagi. Ha ha…, kalau masalah politik, kadang saya agak memaksa & sedikit curang. Atau saya bisa memaksanya dengan menceritakan tentang kupu-kupu, dia fobia pada serangga yang anggun itu, dan itu bisa jadi gurauan yang menyenangkan bagi saya, meski pada akhirnya saya juga yang rugi karena mesti menderita beberapa memar akibat pukulan dan cubitan.

Di saat-saat bersama mengelilingi dan menghinggapi sudut-sudut kota, dia sering berceletuk, “tuh…, ada cewek cakep.” Dan saya akan melihat seolah-olah berkata, “mana… mana…?” Dia akan tertawa, sehingga kemudian sering kali merujuk saya sebagai buaya gombal, ha.. ha…, jika dia yang berkata demikian saya rasa saya tidak akan membantahnya, faktanya memang saya memang kadang suka melirik gadis lain jika berjalan bersamanya, ah…, tapi tidak hanya gadis, kadang kucing lucu yang berjalan di atas tembok, anak kecil yang jatuh ketika berlari dengan menggenggam es krim di tangannya.

Entah mengapa, saya jadi melihat (melirik?) banyak hal ketika berjalan bersamanya, dibandingkan jika saya berjalan sendiri dan tenggelam dalam diri saya sendiri.

Tapi hari ini bukanlah hari-hari yang sama seperti beberapa tahun lalu. Saya lebih sering menemukan diri saya berjalan-jalan sendiri, baik di bawah matahari yang terik atau pun rintik hujan yang lembut. Saya masih suka melirik jika berpapasan dengan gadis-gadis cantik, namun semuanya hanya menjadi sesaat. Karena segalanya berpindah panggung dan berganti dengan terlihat senyumnya.

Mungkin saya tidak selalu menyadari ini, bahwa selama ini jika saya berjalan di sampingnya, meski saya melihat lebih banyak hal di sekitar saya, ada sesuatu yang dengan tanpa sadar di dalam diri saya selalu memandangnya. Ah, saya selalu terlambat untuk menyadari hal-hal seperti ini. Kini meski dia sudah tidak ada lagi, masih saja ada sesuatu yang tanpa sadar di dalam diri saya yang masih tetap menatapnya, meski keberadaannya telah menjadi tiada.

Seandainya suara saya bisa sampai padanya, maka saya ingin dia mendengar bahwa saya rindu secangkir kopi hangat yang diseduh oleh tangan-tangan mungilnya. Jika saya mengingat aroma kopi hangat di antara hujan, entah mengapa air mata saya akan menetes dengan sendirinya, saya rasa ini bukan kesedihan, karena tercium kental aroma suka cita sebagai mana secangkir kopi yang pernah ia hidangkan untuk saya, ya… saya tahu rasanya pahit dan saya akan meneguknya, karena ini adalah secangkir kopi. Ah, jika ia melihat saya dalam situasi seperti ini, mungkin dia akan berkata bahwa saya tidak hanya buaya gombal tapi juga yang payah & menyedihkan, walau saya berkata tidak sedih. Lalu, saya rasa saya mesti berterima kasih padanya, karena setidaknya saya masih melihat sisi yang manusiawi dalam diri saya meski saya telah kehilangan hati saya pada sebuah pojokan waktu di masa lalu.

Dengan menatap sisi yang manusiawi itu, saya rasa saya tidak pernah berjalan seorang diri, karena jika saya menengok ke dalam diri saya, masih ada dia tersenyum untuk selalu menyemangati saya agar tetap terus melangkah. Saya akan melangkah bersama kehidupan, karena saya juga begitu mencintai kehidupan ini. Ha ha…, dan saya rasa akan membiarkan status facebook saya berisi keterangan “melajang” untuk sementara waktu, setidaknya sampai ibu saya berhasil menendang saya ke dalam kehidupan berumah tangga, tidak baik membuat perempuan menangis, apalagi ibu sangat perasa – sama persis seperti anaknya, lagi pula senyum yang selalu mewujud di dalam diri saya tidak akan suka jika saya menyebabkan perempuan menangis.

Saya menulis ini, karena hari ini adalah White Day, mungkin tidak ada secara global, namun di Jepang (dan juga Korea Selatan), hari ini masih berhubungan dengan hari St. Valentine. Ketika seorang perempuan menyerahkan cokelat buatannya pada hari Valentine pada laki-laki yang disukainya, maka jika perasaan itu juga terbalaskan, tepat sebulan kemudian pada White Day, si laki-laki akan memberikan cokelat putih sebagai jawaban atas perasaan itu. Meski pun mungkin hanya momen yang dikreasikan oleh perusahaan-perusahaan cokelat dan rekanannya, namun saya rasa perasaan-perasaan itu tidaklah rekaan.

Namun kini negeri sakura tersebut sedang dirundung duka akibat bencana dahsyat beberapa hari yang lalu. Mungkin ada orang-orang yang kehilangan mereka yang dicintai & dikasihi. Namun kehidupan akan tetap berlanjut, saya berharap mereka dapat tetap melangkah, membenahi beberapa yang telah hancur, dan melangkah kembali.

Saya memahami beberapa hal dalam kehidupan ini hadir bukan untuk tergantikan, meski yang dapat menggantikan bukannya tidak ada. Membenahi hidup tidak selalu dengan menggantikan. Ah, saya rasa jika saya berkatanya padanya bahwa ia tak tergantikan, dia pasti akan berkata bahwa saya adalah buaya gombal. Hmm…, jika dia yang berkata demikian, ya berarti memang demikian. Siapa yang peduli? Karena langkah akan tetap membawa masing-masing manusia pada kehidupan dan tidak lari darinya.

Ups, saya lebih baik berhenti menulis dulu. Temperatur tubuh saya sudah mulai meninggi lagi, saya tidak boleh jatuh sakit sekarang, karena sebentar lagi April. Ada janji yang harus dipenuhi.

14 tanggapan untuk “Buaya Gombal”

  1. "Saya akan melang­kah ber­sama kehidupan, karena saya juga begitu men­cin­tai kehidupan ini. Ha ha…, dan saya rasa akan mem­biarkan status facebook saya ber­isi keterangan “melajang” untuk semen­tara waktu, setidak­nya sam­pai ibu saya ber­hasil menen­dang saya ke dalam kehidupan ber­umah tangga"

    Suka bangett dengan untaian kalimat itu, dan ternyata saya tak mampu melupakannya… 🙂

    -salam kenal 🙂 –

    Suka

  2. Saya baca ini justru menangkap sesuatu dibalik dan ada sesuatu nilai yang memang kebalikan dari judul "Buaya Gombal". Seringkali saya dipertemukan dengan cerita atau teks yang indah, tapi hampir sesering itu pula tulisan itu kering (subjektifitas saya dalam merasai teks yang terbaca). Tapi tidak untuk postingamu kali ini, selamat merasai rasa…..
    Salam syahdu….

    Suka

  3. Walah….. sudah mulai tulisan ngegombal nih 😆 tapi yang penting jaga kondisi agar sehat masih tetap terjaga. Dokter kan juga manusia :mrgreen:

    Salam hangat serta jabat erat selalu dari Tabanan

    Suka

Tinggalkan komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.