Kue molen yang tergeletak demikian juga hal dengan perlengkapan meja kerja bersama dokumen & buku-buku lainnya, diiringi dengan dentingan piano dan petikan serta gesekan biola dari lagu-lagu pop klasik sembari memangku buku teks kedokteran setebal dua ribu halaman. Saya rasa semua itu bisa membuat pikiran & diri saya melayang ke dimensi yang sepenuhnya berbeda.
Saya tidak pernah benar-benar memiliki meja kerja yang rapi, tidak juga saya akan memberi alasan karena terlalu sibuk, tapi kalau karena terlalu malas, itu mungkin tepat. Mata saya kadang kalah dengan suasana terang monitor dan ratusan baris teks berbahasa asing yang mesti diracik sedemikian rupa sembari melihat jam dan sesekali teringat dengan tenggat waktu beberapa hal yang mesti diselesaikan.
Jadi saya tidak akan jauh-jauh menempatkan diri dari kotak obat saya, setidaknya kadang tetes air mata buatan akan membantu mengurangi perihnya mata karena digunakan terus menerus.
Sepertinya rutinitas berhadapan dengan meja kerja yang berantakan akan masih berlangsung beberapa saat ke depan. Tapi ini bukan saatnya mengeluh, masih ada setumpuk buku dan jurnal yang mesti dibaca dan masih ada karya tulis yang mesti dirampungkan.
Pagi yang menyenangkan, seperti biasanya, tersenyum sendiri sembari meneteskan air mata, walau hanya sekedar artificial tears, ah…, elegi meja kerja.
Tinggalkan Balasan