Bhyllabus l'énigme

A Cahya Legawa's Les pèlerins au-dessus des nuages


Xfce, mengungsi dari GNOME 3

Pertama kali saya mencoba GNOME 3 dengan Gnome Shell-nya adalah melalui Ubuntu Natty Narwhal. Saya hanya meliriknya sesaat, dan segera meninggalkan, dan saya merasa agak mengerti mengapa pendiri Linux mengatakan GNOME 3 sebagai “unholy mess“, banyak pengembang Linux konon menghindari GNOME 3. Ubuntu 11.04 sendiri mencuat dengan melahirkan Unity, yang menurut saya sendiri cukup stabil dan ramah – meski banyak juga yang tidak suka. Tapi ya, Canonical mungkin menyadari betapa berantakannya Gnome terbaru ini.

Sementara turunan Ubuntu – yang mungkin oleh karena banyaknya kontroversi – tetap memilih berada di Gnome 2.3x, katakanlah distro besar seperti Linux Mint 11 yang memilih berdiri di ruangan bernuansa klasik daripada mesti berlari ke Unity ataupun Gnome Shell.

Distro yang berani secara terang-terangan maju dengan Gnome Shell adalah Fedora 15, sejak diperkenalkan di edisi beta hingga versi penuh, sudah banyak yang menunggunya. Turunannya seperti IGOS Nusantara 2011 kita juga pada akhirnya menggunakan GNOME 3 sebagai default sistemnya. Tampaknya di komunitas IGN sendiri, saya tidak melihat ada banyak keluhan bermakna – bahkan mungkin tidak ada – untuk penggunaan Gnome Shell ini, namun entah apakah mereka menggunakan dekstop 3D-nya ataukah versi yang mengikuti pola klasik.

Nah, kebetulan Celadon-nya Green Geeko yang saya gunakan masih menggunakan Gnome 2.3x, namun melihat openSUSE milestone 3 saat ini, maka sepertinya implementasi GNOME 3 sudah nyaris bisa dipastikan. Meskipun Mas Rangga sempat menyeletuk bahwa mungkin Novell akan menyelipkan Unity ke dalam SUSE Linux, tapi rasanya itu sama saja – desktop 3D tidak bisa dihindarkan.

Lalu saya pun sempat melirik Xfce – sebut saja sebagai Cholesterol Free Desktop Environment – ringan, cepat, tidak sulit digunakan. Saya tidak sering menggunakan KDE, bukan karena grafisnya buruk, namun karena kecantikannya mesti dibayar dengan mahal – yaitu pemborosan energi, meski tentu saja saya memiliki sumber daya untuk menjalankannya. Kini GNOME juga akan melakukan langkah yang sama dengan apa yang dilakukan KDE, ah…, maksudnya mereka telah melakukannya. Maka sisa pilihan desktop yang ringan tidak banyak lagi. Xfce dan LXDE adalah dua di antaranya.

Tampilan Xfce begitu sederhana, dan sangat mungkin mengingatkan penggunanya pada antarmuka Windows 98 tempo dulu, namun tentu saja dengan kemampuan dan produktivitas yang tidak kalah dengan desktop jenis lainnya. Thunar File Manager-nya akan terasa jauh lebih ringan dibandingkan Nautilus (GNOME) maupun Dolphin (KDE), dan tetap memberikan aksesibilitas dan usabilitas yang baik. Dengan sedikit sapuan Faenza Mint, dan kertas dinding hijau muda, maka ia akan tampak seperti Celadon edisi Linux Mint.

Terus terang saya belum menjelajahi semua fitur di desktop ini, maklum saja ada aplikasi yang masih menyatu dengan KDE dan GNOME, kadang saya masih bingung mengenai aplikasi mana yang menjadi milik dekstop yang mana. Jika nantinya GNOME 3 menyusahkan, maka saya rasa Xfce adalah tempat yang baik untuk mengungsi.

Iklan


18 tanggapan untuk “Xfce, mengungsi dari GNOME 3”

  1. saya belum mencoba xfce. saya perna mencoba LXDE lewat fedora. walaupun LXDE itu destop yang ringan, tapi installer fedora akan menolak untuk menginstall jika RAMnya tidak di atas 600 MB 😦

    Suka

    1. Oh…, bisa begitu juga ya. Yah, berarti untuk notebook lawas mungkin cocoknya memang yang ultra light ala Arch atau JoliOS :).

      Suka

    2. mungkin ini cuma pengaruh fedoranya doang 🙂
      untuk distro lxde yang lain, mungkin tidak membutuhkan ram di atas 512 mb untuk berjalan mulus 🙂
      btw, opensuse yang menggunakan xfce tampilannya klasik. berbeda dengan yang menggunakan lxde, opensuse yang mengunakan lxde desktopnya terlihat kopong

      Suka

    3. Ha ha…, SUSE memang jarang punya dekstop bagus kecuali didesain lagi secara mandiri :D. Dia lebih ke usability jaringan daripada ke home use.

      Suka

  2. Dulu sempet tergila2 sama XFCE, solid dan lebih enteng ketimbang GNOME. Gak lama ngoprak-oprek, kena racunnya LXDE, eh sekarang stay di Openbox

    Archbang paduan Arch+Openbox , live-nya aja responsif bener mas 😀

    Suka

    1. Archbang ya, saya belum pernah mencicipi langsung, karena ndak pernah tahan sama Arch Linux, mungkin kapan-kapan deh :).

      Suka

  3. Saya juga akan memasang desktop XFCE karena dua hari yang lalu memory RAM saya yang satu keping berukuran 1 Gb tiba-tiba mati, jadi sekarang tinggal satu keping 512Mb. Buat desktop Gnome maupun KDE rada lelet. 😦

    Suka

    1. Yah, Xfce juga bagus kok. Tapi saya belum mencoba LXDE :).

      Suka

  4. ini lagi berusaha donlot pclinuxos phoenix (xfce) … tinggal 24 jam lagi hahahaha 😆

    Suka

    1. Oh, bukannya PCLinuxOS itu distro berbasis KDE ya? Saya tidak pernah menggunakannya, karena ya KDE oriented-nya itu lho :lol:. Sudah pasang satu saja Mas, kaya openSUSE tapi ada banyak desktop. Btw, kalau tidak salah Lubuntu sekarang sudah resmi dibawah Canonical ya?

      Suka

    2. resminya memang KDE, tapi terdapat beberapa rilisan Windows Manager seperti XFCE,LXDE,FluxBox, Enlightment, dll. tahun 2010 sempet ada versi GNOME loh, tapi enggak ada lagi deh kayaknya tahun ini … 😦 mungkin kecewa sama gnome shell …

      Lubuntu sudah resmi ada di repo ubuntu, tapi saya sendiri belum nyobain LXDE katanya KDE versi miskin 😆 CMIIW

      Suka

    3. Mas Rangga, mungkin karena maintenance-nya GNOME agak susah, berarti harusnya PCLinuxOS sudah bisa KDE 5.0 dong :D.

      Suka

    4. bagaimana tuh rupa KDE 5? 😮 PCLINUXOS KDE 2011.6 menggunakan KDE 4.6 …Bill Reynold (pengembang pclinuxos) tidak pernah menggunakan “barang tidak terjamin” 😆 taun 2009 sewaktu saya menggunakan PCLINUXOS pertamakali saja masih menggunakan KDE 3.xx padahal KDE 4 sudah ada (saya nyoba di Kubuntu 9.04 dan opensuse 11.2)

      Suka

    5. Mas Rangga, tampaknya KDE 5 baru dirilis tahap awalnya, KDE 4.7 saja belum stabil di openSUSE 11.4 :D.

      Suka

  5. Wah, mirip banget ama tampilan Windows klasik pada navigasi bagian bawahnya 😉 Tapi pada tampilan jendelanya, menurut saya lebih bagus daripada tampilan default Windows klasik.

    Suka

    1. Mungkin memang meniru Windows klasik Mas, karena rasanya itu mekanisme akses 2D yang paling sederhana dan mudah untuk sebuah antarmuka grafis. Tapi rasanya tetap ingin mencoba yang lain dulu :).

      Suka

  6. saya suka tampilan yang minimalis seperti ini 🙂

    Suka

    1. Iya Pak, tampilan bagus, tapi menu mulainya menurut saya masih agak mepet, mungkin ada acara untuk mengostumasinya?

      Suka

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

About Me

Hello, I’m a general physician by day and a fiction and blog writer by night. I love fantasy and adventure stories with a cup of tea. Whether it’s exploring magical worlds, solving mysteries, or fighting evil forces, I enjoy immersing myself in the power of imagination.

I also like to share my thoughts and opinions on various topics on my blog, where I hope to connect with like-minded readers and writers. If you’re looking for a friendly and creative person to chat with, feel free to message me.

Buletin

%d blogger menyukai ini: