Marble – Aplikasi Peta Bumi dan Atlas untuk Pendidikan

Saat duduk di bangku sekolah dasar dulu, saya gemar memerhatikan Atlas tua dan bola dunia berdebu yang ada di perpustakaan tua kami. Bahkan kebiasaan itu mungkin di bawa hingga ke sekolah menengah, mungkin bagi mereka yang menyukai mengamati peta bumi, pastilah memiliki Atlas atau sejenisnya di rumah mereka.

Namun bagaimana jika peta ini dibawa ke dunia digital, sebuah aplikasi pendidikan yang dikembangkan oleh KDE Education Project menawarkan Marble – aplikasi Atlas untuk pendidikan. Marble menawarkan banyak fitur yang cukup menarik bagi saya.

Selain dapat menampilkan informasi seperti Atlas yang bisa kita beli di pelbagai toko buku lokal (kecuali mungkin tidak terdapat tambahan informasi budaya lokal sementara ini), Marble menawarkan beberapa fitur tambahan lainnya.

Tampilan Peta Bersejarah tahun 1689

Peta di atas misalnya, memperlihatkan bagaimana dunia dipetakan sekitar tiga setengah abad yang lalu, di saat nusantara masih berada dalam dekade awal penjajahan.

Lalu apa sebenarnya Marble? Bisa dikatakan ia merupakan bola dunia virtual atau atlas dunia yang bisa Anda gunakan untuk mempelajari lebih banyak tentang Bumi. Anda bisa menggunakan tetikus untuk memutar dan memposisikan bola dunia, lalu memperbesar petanya sesuai keperluan. Anda mungkin akan mendapatkan tanda-tanda khusus pada peta yang jika diklik akan terhubung dengan artikel Wikipedia.

Marble didesain untuk pendidikan, seperti untuk para guru ilmu bumi yang mengajar pada murid-muridnya di dalam kelas.

it’s also possible to measure distances between locations or watch the current cloud cover. Marble offers different thematic maps: A classroom-style topographic map, a satellite view, street map, earth at night and temperature and precipitation maps. All maps include a custom map key, so it can also be used as an educational tool for use in class-rooms. For educational purposes you can also change date and time and watch how the starry sky and the twilight zone on the map change.

Marble tersedia dalam dua jenis, pertama adalah Marble-Qt yang berbasis murni pada arsitektur Qt, sehingga dapat digunakan dalam pelbagai platform, termasuk Windows, Mac OS, dan GNOME. Sedangkan Marble-KDE yang memberikan fitur penuh penuh, dan hanya bisa digunakan pada dekstop berbasis KDE 4.x.

Open StreetMap untuk Daerah Jakarta

Saya berharap pengembang-pengembang dari Indonesia yang memahami pemetaan digital bisa turut berkontribusi dalam proyek ini, sehingga bisa memberikan data open streetmaps yang lebih baik untuk wilayah Indonesia.

Bagi sekolah-sekolah yang menyediakan teknologi informasi untuk tujuan pendidikan di sekolahnya masing-masing, saya sangat merekomendasikan penggunaan aplikasi ini. Aplikasi ini bisa didapatkan secara cuma-cuma melalui Linux yang berbasis KDE, ataupun lainnya, sehingga tidak memberatkan anggaran untuk melakukan pendidikan informasi teknologi.

Jika ingin lebih tahu lebih banyak tentang aplikasi ini, silakan kunjungi situs resminya atau coba saksikan tayangan video pendek berikut ini.

12 tanggapan untuk “Marble – Aplikasi Peta Bumi dan Atlas untuk Pendidikan”

    • Dengan komputer saya? Tidak masalah tuh 😀 – tapi kan KDE memang dikenal high-class kalau urusan resources, ya tahu sendirilah :lol:.

      Suka

    • I think both of them, both has core 2 duo above 2 GHz and RAM 4 GB DDR3. Kalau saya lihat Google Earth menghabiskan di atas 10% CPU dengan konsumsi RAM di atas 100 MB, sedangkan Marble sekitar setengahnya saja, karena lebih pas untuk melihat atlas dan openstreet.

      Suka

  1. Saya baru tahu ada aplikasi ini. Biasanya pakai Google Earth untuk urusan lihat peta. Sama seperti pertanyaan Mas Iskandaria apa bedanya aplikasi ini dengan Google Earth, Mas?

    Suka

    • Pak Joko, pengembangannya bisa melibatkan siapapun Pak, karena merupakan open source, tidak dibatasi oleh paten untuk penggunaannya, dan bisa digunakan untuk meraup untung dan kepentingan komersial tanpa membeli lisensi ala Google Earth :).

      Open Source memberikan kekuatan besar pada Marble untuk bisa dikembangkan oleh siapapun, namun pada dasarnya sama saja, keduanya memiliki fitur sejenis :D.

      Suka

  2. Nggak bisa untuk Ubuntu ya kayaknya 😉 Kira-kira, apa kelebihan utama aplikasi ini jika dibandingkan dengan google-earth?

    Suka

    • Mas Is, tentu saja kelebihannya adalah kekuatan open source-nya dan tidak berbayar untuk mendapatkan kualitas penuh ala Google Earth :).

      Suka

  3. sampai saya lulus SMA, saya sama sekali tidak pernah menggunakan peta digital di sekolah, ngga terbayang bila waktu SMA saya sudah ada tablet, laptop, dan gadget yang bisa diinstall aneka peta canggih seperti saat ini 🙂

    Suka

    • Zaman saya SMA saja juga susah Pak, apalagi di pelosok, punya satu atlas usang untuk satu kelompok belajar saja sudah syukur. Buku geografi zaman itu lebih banyak tulisan daripada gambaran, padahal kan bumi kalau tidak dilihat tidak akan paham :).

      Suka

  4. Saya kadang memanfaatkan virtual temperatur bumi, ternyata daerah khatuliswa itu tidak sepanas dengan wilayah Afrika Utara & Asia bagian Timur Tengah.

    Suka

    • Khatulistiwa memang tidak panas Mas Agung, saya saja masih kadang mikir-mikir kalau mau mandi pagi pas hari libur, dingin uee… :lol:. Kalau saya biasa lebih suka menggunakannya untuk melihat panorama, kan terhubung ke Flickr juga :).

      Suka

Tinggalkan komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.