Kelelawar adalah hewan nokturnal, itu berarti mereka beraktivitas di malam hari dan istirahat di siang hari. Aktivitas mereka tidak mengenal tempat, mulai dari pinggiran area pantai hingga pegunungan kita bisa menjumpai mamalia yang satu ini. Namun ketika mereka beristirahat, secara umum mereka memilih berkelompok, sehingga tempat istirahat mereka sering dijadikan lahan perburuan guano.
Namun kadang ada satu atau dua ekor yang tidak bersama rombongannya, dan mereka – entah mengapa berada di luar habitat istirahatnya, yaitu pemukiman manusia. Memang sih kita tidak selalu mendengar bahwa ada rumah atau istana tua yang tidak berpenghuni akan menjadi sarang kelelawar.
Terutama kisah-kisah itu akan kita temukan pada film-film horor atau sejenisnya. Namun kali ini saya berhasil menemukan seekor kelelawar yang tersesat, yang kebetulan menghabiskan siangnya di Wisma Cahaya Rembulan.
Dia bergelantungan di lokasi yang agak tinggi, sehingga saya harus melalukan super zooming untuk mengambil gambarnya. Namun sayang, sepertinya cahaya blitz dari kamera saya mengagetkannya dan membuatnya pergi. Ah, saya jadi merasa bersalah mengganggu istirahat siangnya, semoga dia mendapatkan tempat istirahat yang lebih baik (dan masih tetap di alam sini, bukannya alam sana).
Jika Anda membaca beberapa berita luar negeri, Anda mungkin mendengar bahwa ada seorang remaja asal Meksiko yang menjadi korban pertama meninggal dunia akibat kelelawar penghisap darah. Namun ia bukan meninggal karena kehabisan darah selayaknya dalam film-film bertopik tentang vampir atau drakula, melainkan karena infeksi rabies yang tidak tertangani. Diperkirakan sekitar 0,5% populasi kelelawar merupakan karier bagi virus rabies.
Kekhawatiran akan serangan yang sama menjadi topik karena kelelawar penghisap darah (vampire bat) mulai dipertimbangkan karena tampaknya pola penyebaran kelelawar ini semakin meluas, dan diperkirakan akibat perubahan iklim global. Jadi jika, Anda bertamasya ke Amerika terutama negara-negara Latin, maka sebaiknya berhati-hatilah saat gelap, kelelawar penghisap darah menyerang mamalia termasuk juga manusia, ah ya, kecuali yang bersayap putih, mereka hanya menyerang burung.
Kembali menghubungkan dengan kelelawar yang tersesat pada gambar di atas, saya bertanya-tanya, apakah pola tidur yang tidak pada area yang wajar ini juga merupakan efek dari perubahan iklim di Yogyakarta? Ah, entahlah, namun saya berharap tidak ada lebih banyak lagi kelelawar yang datang ke sini, atau saya akan beralih profesi jadi penyedia guano. Cukup ada satu narablog saya yang jadi kalong setiap malam di sini.
Tinggalkan Balasan