Ketika kamu kirimkan pesan bahwa kamu akan segera datang, entah kenapa tubuhku mulai bergerak sendiri. Kuseduhkan secangkir kopi bernuansa klasik yang kau gemari. Bahkan tanpa sadar, secangkir aroma yang mengepul hangat dan kental telah hadir di hadapanku, seakab turut menanti kehadiranmu.
Tapi kurasa akan seperti biasa, kau hanya sekadar datang untuk berlalu. Dan tertinggal aku dan secangkir kopi yang mendingin, seperti jiwaku yang tanpa kehangatan.
11 tanggapan untuk “Secangkir Kopi untuk Kekasih”
Ada nuansa galau di puisi penuh makna 🙂
SukaSuka
Mila, nah, entahlah, biarkan saja semua itu berlalu :).
SukaSuka
Kata2nya buat ademmm… sperti menikmati angin yg berhembus menyentuh raga…
SukaSuka
Wah benarkah? Saya tidak berani menerima klaim tersebut :).
SukaSuka
Jika senyumku bisa dibarter dengan kopi yang dapat menghangatkan diri kamu maka silahkan *langsung mikir untuk senyum ke tukang warung biar bisa dapat kopi gratis* hahahahaa 😀
SukaSuka
I give u my smile. Very beautiful words, indeed 🙂
SukaSuka
Deva, minta sekarung ya senyumnya, siapa tahu bisa dibarter kopi di sini :D.
SukaSuka
hiks..hiks….
nelangsa betul puisi kau ini Bli…
SukaSuka
Tsaaah…, ha ha…, saya kok ndak sadar ya sedang berpuisi Jeng :D.
SukaSuka
biasanya ‘puisier’ memang suka gk nyadar…
dia bersin aja puitis kok… hehehe
SukaSuka
Weh, istilah baru ya “puisier” 😀 – waduh, berarti bersin saya bisa diterbitkan dong :lol:.
SukaSuka