Les Aventures de Tintin

Sebuah film animasi arahan sutradara Steven Spielberg mengawali acara nonton bulan ini, The Adventure of Tintin. Diangkat dari komik yang telah berusia nyaris seabad, karya Herge (Georges Remi) disulap menjadi sebuah film animasi tiga dimensi yang memukau. Saya mesti menyelip di antara kesibukan saya untuk dapat ikut antre mendapatkan tiket masuknya, dan untungnya, film ini tidak ramai peminat – saya tidak tahu, mungkin karena kebanyakan berpendapat film ini adalah film untuk anak-anak.

Saya sendiri bukan penggemar serial Tintin, mungkin karena ia merupakan karakter reporter lapangan yang kadang tidak segan mendobrak privasi orang lain demi mendapatkan beritanya. Tapi sebagai salah satu tokoh komik tertua dan terlaris oleh penulis Belgia yang sudah diterjemahkan ke lebih dari 80 bahasa, maka sayang sekali untuk dilewatkan.

Setidaknya meski tidak seheroik dua tokoh Avanger – Thor & Captain America – yang meluncur di bulan sebelumnya, saya lebih menyukai film ini dengan segala daya tariknya.

Petualangan Tintin kali ini – semoga saya tidak membocorkan jalan ceritanya – mungkin merupakan kisah-kisah awalnya, bukan sesuatu yang baru. Saya tidak mengikuti kisah Tintin, namun setidaknya saya melihat dari tokoh-tokoh utama yang baru sedikit muncul dan baru saling berkenalan. Dan ini memberikan kekuatan tersendiri, mengingat Tintin sudah agak lama tenggelam di dunia komik dan serial anak, maka memberi kisah awal yang kuat akan membuat sebuah tusukan tajam bagi para penggemar lama dan calon penggemar tentunya. Walau kalau dilihat dari urutannya, The Secret of the Unicorn adalah buku Tintin ke-11 yang dirilis antara 1942-1943, setelah buku The Shooting Star dan sebelum Red Rackham’s Treasure – yang kebetulan menjadi akhir di film ini.

Film berdurasi 107 menit ini memiliki alur cerita yang berjalan dengan sangat cepat, Anda mungkin tidak akan sempat menebak jalan ceritanya jika tidak membaca sinopsis sebelumnya. Tapi saya rasa inilah keahlian Spielberg, menyihir filmnya dan membuat mata-mata yang menyaksikan ikut terbawa dalam setiap jalan cerita.

The Adventures of Tintin: The Secret of the Unicorn

Penyajian dalam bentuk citra tiga dimensi menjadikan film ini lebih menarik, dan lebih nyata. Detail yang diberikan begitu apik, menjadikan The Adventures of Tintin: The Secret of the Unicorn sebagai film animasi 3D terapik yang saya tonton dalam beberapa bulan terakhir.

Saya sangat menyukai bagaimana karakter dan latar disajikan dengan begitu kuat, mereka berhasil membuat saya sedikit kesal dengan karakter Tintin – yah, karena saya sendiri memang suka kesal dengan karakter aslinya, dia adalah tokoh keras kepala yang terlalu mujur, cukup mujur untuk berlari dan terjatuh di bawah hujan peluru dan reruntuhan bangunan nyaris dengan tanpa cidera. Captain Haddock yang pemabuk juga ditampilkan tanpa mengurangi citra karakter aslinya – seingat saya, bahkan mungkin lebih gila.

Mungkin inilah mengapa film ini memiliki sertifikasi PG alias bimbingan orang tua, memang tidak mengandung unsur seks, namun unsur kekerasan seperti ledakan, tembakan, cipratan darah bisa ditemukan, jangan lupa dengan sedikit kata-kata yang tidak pantas dan karakter yang kecanduan alkohol. Jika Anda mendampingi putra dan putri anda dalam menonton, maka bagian ini mungkin perlu Anda garis bawahi.

Gaya abad dua puluhan di sekitar era perang dunia II sangat kental pada film ini, senjata tipe lama, kendaraan lama, tanpa ada teknologi modern benar-benar membawa ke petualangan di dunia lama. Anda mungkin tidak akan menemukan Tintin membawa telepon genggam atau GPS karena tidak ada pada zamannya. Saya sangat menyukai film-film yang memiliki penegasan latar yang kuat seperti ini.

Ini adalah film animasi pertama Spielberg, dan pertama kalinya sutradara jenius ini tidak mengambil gambarnya secara tradisional (yang biasanya demikian) namun secara digital. Dan menghasil sebuah karya yang luar biasa. Tidak salah jika film-film ini sedikit banyak bernuansa petualangan ala Indiana Jones.

Tentu saja tokoh-tokoh kegemaran saya seperti Dupont et Dupond (Thomson and Thompson) adalah bagian dari humor yang tidak terpisahkan dalam serial ini, yang kehadirannya selalu memberikan tawa segar. Sayangnya tokoh Professeur Tryphon Tournesol (Professor Cuthbert Calculus) tidak hadir dalam film ini, mungkin karena mengikuti cerita aslinya bahwa dia baru muncul saat kisah petualangan menemukan harta karun Red Rackham. Namun pertanyaannya, akankah ada film selanjutnya?

Saya tidak tahu, tapi yang jelas film ini sangat sayang untuk dilewatkan begitu saja. Sebagai sebuah film animasi 3D yang diangkat dari karya komik fiksi, saya berikan nilai 9/10 untuk film ini. Berikut adalah sedikit cuplikan pratayang dari film oleh Colombia Pictures, Paramount Pictures, Amblin Entertainment dan Nicklodeon yang berkerja sama ini.

18 tanggapan untuk “Les Aventures de Tintin”

  1. jujur, setelah ditunggu-tunggu kirain saya live action layaknya komik adaptasi lainnya eh ternyata sejenis AVATAR yah … pantesan saya rada binggung pas Simon Pegg dan Nick Frost bilang mau ikut di film tintin saya binggung? mereka mau memerankan thomson bersaudara sedangkan bentuk figur mereka berdua beda banget! (pegg kecil, frost gede dan gendut) bagaimana bisa?! … ternyata terjawab sudah pertanyaan saya setelah melihat triller-nya … 😀 …

    jujur cukup kaget ngeliat tintin jadi bule banget 😀

    Suka

    • Ha ha…, ya, kalau dibuat live action, rasanya susah cari pemeran yang pas untuk karakter-karakter dalam komik Tintin, lha, snowy dapat di mana coba :lol:.

      Suka

  2. Wahhhhh jadi kangen…
    Ini komik sy jaman msh imut dl
    Sy jg suka si “kembar bego” dan sll terrtawa terpingkal2 dgn si “captain bermulut kasar”

    Di Bali sdh ada gak y?

    Suka

  3. perasaan saya perna mendengar nama Titin 😀
    dan di lihat dari anjingnya pun perna melihatnya.
    (sepertinya di sebuah kartun)

    Suka

Tinggalkan komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.