Kampus dan Sepeda

Pagi saya mengunjungi kantor DAA di S1-41 Gedung Pusat Universitas Gadjah Mada untuk beberapa urusan yang bisa dikatakan amat mendesak. Apa boleh buat, karena bagaimana pun juga sebagai bagian dari civitas akademika, saya tetap mesti tunduk pada birokrasi yang berlaku – dan untungnya semua itu tidak pelik.

Namun yang ingin saya sampaikan bukan itu, setiap kali mengunjungi gedung pusat, saya selalu menggunakan sepeda motor tua saya yang di parkir di sebelah Timur. Dan ini membuat saya – dan setiap orang lainnya – dapat langsung memandang ke koridor Timur gedung pusat yang menghubungkan Sayap Utara dan Selatan.

Sejak beberapa tahun ini, koridor Timur selalu dipenuhi jejeran sepeda yang tersusun apik – mengingat usaha mengampanyekan sepeda kampus di lingkungan UGM.

Koridor Timur

Aroma basah tanah dan aspal sehabis hujan, dengan sedikit paparan sinar pagi – rasanya membuat pemandangan seperti ini menggugah suasana hati untuk bersepeda.

Saya dengar angkatan baru di tahun 2011 ini, mahasiswa sudah tidak diperkenankan membawa kendaraan bermotor, namun sebagai gantinya dipersilakan menggunakan sepeda. Pun demikian, rasanya rasio pengguna kendaraan bermotor dan sepeda di seputaran kampus masih saja tidak berubah. Entahlah, mungkin dengan rencana bus intern kampus yang akan dibuat akan bisa mengurangi berlalu lalangnya kendaraan bermotor di kampus.

Parkir Sepeda

Saya bertanya-tanya, apa bisa ya civitas akademika di kampus UGM sepenuhnya menggunakan sepeda, yang jelas tanpa kendaraan bermotor. Jadi kesannya seperti kampus-kampus di Eropa.

Namun kampus UGM dikelilingi oleh pemukiman masyarakat yang padat, meski di dalam kampus bisa nyaman bersepeda – namun tidak bermakna sama jika sudah mengayuh pedal di luar kampus. Yogyakarta sudah menjadi begitu macet dalam beberapa tahun terakhir ini.

Kampus dan sepeda, sebuah mimpi di penghujung tahun.

23 tanggapan untuk “Kampus dan Sepeda”

    • Mas Asop, kalau di sekitaran UGM ada beberapa stasiun sepeda, cuma saya sendiri belum pernah melihatnya. ITB sepertinya enak lho dijadikan kampus sepeda :).

      Suka

    • Sekarang gini, Mas. Saya pengen tanya, kontur tanah di Jogja sana datar ‘kan? Enak dong buat nggowes sepeda.
      Lha di Bandung sini kontur tanahnya naik turun. Dulu saya pernah nyoba naik sepeda dari kosan ke kampus. Berangkatnya enak, karena kosan saya lebih tinggi dari kampus, saya tinggal turun aja gak perlu banyak ngegowes. Nah, kekesalan baru terasa waktu saya pulang ke kosan. Jalan yang nanjak, bener2 membuat saya berpeluh saat sampai kosan. 😀

      Di ITB sini udah ada shelter sepeda. Memang baru tahun ini adanya. Ada tempat khusus yang disediakan untuk menggembok sepeda. Ada juga beberapa puluh sepeda hasil sumbangan alumni untuk dipakai mahasiswa kemanapun di dalam kampus. Gak boleh dibawa ke luar kampus. Gratis. 🙂

      Pikir saya, ya percuma banget lah. Lha wong ITB ini kecil buanget, ngapain pake sepeda? Cuma nambah repot aja kalo berpindah gedung pake sepeda. Enakan jalan.

      Suka

    • Ah ya, mungkin juga pemandangan terlalu banyak kendaraan bermotor sudah tidak pas lagi. Makanya saya suka mengunjungi gedung pusat, karena tidak ada motor di sana :).

      Suka

  1. Wah, jadi kangen naik sepeda. Udah cukup lama juga saya nggak naik sepeda lagi (sejak lulus SMA 11 tahun silam). Naik sepeda (selain bisa jadi olahraga), juga bisa lebih mendekatkan kita kepada alam sekitar. Di Pontianak sudah muncul komunitas pengguna sepeda. Tapi sepertinya hanya tren, selain juga cukup berbahaya jika mengendarainya di jalan-jalan utama, berhubung banyaknya kendaraan bermotor.

    Suka

    • Mas Is, itulah mungkin perlu dibuat sebuah aturan/kesepakatan yang bisa lebih melindungi pengguna sepeda. Misalnya dibuat jalur khusus sepeda, termasuk jalur penyeberangannya, dan jalur menunggu di lampu merah. Bersepeda menyenangkan, tapi kalau dibahayakan oleh pengemudi kendaraan bermotor, atau mesti bersaing dengan asap kendaraan, tentunya akan sulit dikatakan menyenangkan.

      Suka

  2. Tuh foto tersebut udah nunjukin bahwa udah dimulai aturan menggunakan sepeda untuk yang masuk ke gedung pusat, semoga fakultas dan jurusan segera menyusul…

    Suka

  3. tetap semoga sepeda di kampus ugm tetep berjalan, meski di luar kampus sepeda kehilangan dirinya, paling tidak ugm bisa menjadi model idealisme itu

    syukur2 bisa menjadi inspirasi bagi warga sekitar 🙂

    Suka

  4. Kalau di negara Eropa kan pengguna sepeda motor sedikit sekali dan bisa dikatakan bukan sebagai sarana transportasi, berbeda dengan negara kita. 😦

    Disini, kawasan industri pun komunitas “Bike to work” juga tidak menunjukkan perkembangan yang berarti, malah berkurang. Acara ‘funbike’ sepertinya juga sudah kehabisan ide sehingga sepeda saya pun lebih suka parkir di rumah.

    Ah ya, jadi ingat semasa SMP dulu, pergi dan pulang sekolah naik sepeda buatan dari ‘China’, tentunya bisa juga barengin temen-temen cewek. 🙂

    Suka

    • Mas Agung, mungkin kita memberikan pajak kendaraan pribadi terlalu murah. Kalau di luar negeri kan pajak kendaraan pribadi bisa bikin bangkrut, makanya mereka lebih memilih sepeda, atau berjalan kaki – apalagi angkutan umumnya terjamin di negara-negara yang maju tersebut.

      Suka

    • public transportation pun di sini buruk sekali kondisinya (kendaraan sudah tua, maintenance yang buruk, pengemudi ugal-ugalan, perampokan dan pemerkosaan di dalam sarana umum ini memperparah situasi). karena itu motor menjadi alternatif yang sangat murah kenapa kalau bola kita selalu melihat inggris, transportasi tidak mencontoh di inggris? … bluey, gitaris incognito pernah bilang “memiliki mobil pribadi di inggris is useless” … kapan yah warga kita akan berkomentar demikian … 😀

      Suka

  5. kalau pulang nanti, aku mau beli sepeda and ngantor pakai sepeda… Sdh dibiasakan di sini ke mana2 naik sepeda, kecuali kalau jauh naik bis atau kereta.. ^^

    Suka

  6. sepertinya anak ABG sekarang sudah berbeda dengan yang dulu. mereka mengandalkan sepeda motor untuk alat transportasi (klo saya masih mengandalkan sepeda). maklum, ngak bisa naik motor 😛

    Suka

    • Melvin, naik sepeda itu asyik. Aneh ya, dulu saja masyarakat kita “survive” meski cuma dengan sepeda gayung, sekarang kok rasanya malah enggan kembali menggayung sepeda.

      Suka

    • zaman sudah berubah. remaja yang dulunya cuma boleh naik sepeda (malah jalan kaki) sekarang udah boleh naik motor (malah boleh bawa motor sekelas CBR). klo saya emang males belajar motor 😛

      Suka

Tinggalkan komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.