Ketika Teknologi tidak Bertemu Empati

Kemarin dalam hitungan jam, muncul banyak tulisan dari sejumlah narablog yang mengkritisi tentang sebuah guyonan yang beredar di BlackBerry Messenger seputar topik tragedi jatuhnya pesawat komersial yang melakukan demo flight baru-baru ini. Ketika banyak orang berduka dan bersedih, ada yang membuat lelucon tentang hal tersebut dalam sebuah teknologi yang seharusnya memberikan kebaikan bagi yang menggunakannya.

Di sinilah saya merenung kembali, bahwasanya sebuah belati yang dibawa oleh orang bisa bermanfaat bagi kebaikan, namun kadang juga memberikan yang sebaliknya. Ketika seseorang tidak bisa – setidaknya – membayangkan dirinya berada dalam posisi orang lain, maka dia mungkin tidak akan pernah mengetahui ataupun sadar akan apa yang orang-orang di sekitarnya rasakan.

Saya tidak berkata membuat lelucon adalah hal yang salah, bahkan itu kreativitas yang baik – dan sebaiknya diwujudkan dalam suasana yang tepat.

Manusia katanya mahluk yang berakal dan berbudi, maka saya dan mungkin banyak orang lainnya berharap setidaknya kita dapat menyeimbangkan kedua hal itu dalam masing-masing pribadi. Ini bukanlah harapan yang tinggi, cukup dimulai dengan hal sederhana yang bernama empati.

BlackBerry
BlackBerry dan Empati | Ilustrasi diambil dari sketsa prototipe BlackBerry Empathy (yang mungkin hanya sebatas ponsel fiksi ilmiah).

Saya percaya, bahwa dalam membuat lelucon – kecuali satir – tidak ada sebenarnya maksud menyinggung pihak-pihak tertentu. Namun karena keterbatasan manusia dalam melihat hatinya sendiri, kadang empati tidak muncul dan menjadikan apa yang sebenarnya bertujuan menghibur, justru menyakitkan bagi orang lainnya. Dan kadang kasus-kasus seperti ini tidak semudah menyebut norma-norma etika untuk menyalahkan orang-orang tertentu.

Beberapa orang memang sulit berempati, karena secara genetis mereka memang tidak dirancang untuk mampu berempati dengan baik. Beberapa yang lain justru sangat mampu berempati. Karena hal ini, marilah kita untuk tetap tidak lelah untuk saling mengingatkan agar tetap mampu berempati, dan meluaskannya sebagai sebuah kesadaran global.

6 tanggapan untuk “Ketika Teknologi tidak Bertemu Empati”

  1. ya… memang ada hal hal yang bisa di bawa buat lucu… sebenarnya sah sah saja peristiwa ini buat lawakan.. tapi mungkin nanti.. ya tidak disaat seperti ini…

    Suka

  2. Aku malah menilai ini semua adalah masalah bisnis. Beberapa waktu yang lalu aku pernah baca koran tentang marahnya Bos Airbus ketika Lion Air membeli pesawat Boeing dari AS, padahal sebelumnya sudah ada perjanjian tidak tertulis dengan Airbus.

    Konon kabarnya Lion Air mendapat intervensi dari RI 1, dan tentunya RI 1 pun mendapat intervensi dari Apple Amerika.

    Dan sekarang Shukoi, pastinya ada orang yang tidak suka perusahaan penerbangan kita beli pesawat dari Rusia.

    Suka

  3. Saya tidak tahu persis apa wujud guyonan yang terkesan tidak berempati tersebut. Namun kalau di Facebook, beberapa hari ini sangat banyak beredar foto saat sebagian penumpang sedang menikmati sebuah minuman. Sayangnya, penyajian foto tersebut disertai keterangan berupa kesimpulan yang agak menyesatkan serta membawa-bawa nama agama.

    Seakan begitu mudahnya memvonis penyebab kecelakaan.

    Suka

    • Ah, itu malah saya kurang tahu, walau sempat membaca sekilas. Rasanya agak ndak pas saja. Lagi pula istilahnya apa iya membincangkan itu akan memberi lebih banyak kebaikan daripada sebaliknya.

      Suka

Tinggalkan komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.