Pulau Merah dan Kunjungan Singkat ke Pelabuhan Ikan Muncar

Beberapa hari yang lalu saya mendapatkan tawaran dari kolega apakah mau ikut menemani tim medis mereka yang bertugas Pulau Merah pada akhir pekan ini dalam acara festival lomba selancar internasional. Ya, tentu saja saya langsung mengiyakan, beberapa minggu ini saya mungkin agak jenuh, dan perlu sentuhan alam untuk mengembalikan semua kejenuhan itu menjadi secangkir kesegaran. Tidak ada salahnya pikir saya, paling tidak menghemat biaya masuk yang cukup mahal, paling tidak ada supir pribadi meskipun di dalam ambulan, paling tidak ada sarapan dan makan siang gratis, dan pantai yang terkenal bagus yang saya sendiri belum tahu lokasinya. Pikiran anak kost itu sederhana, kalau ada kesempatan langsung saja disikat.

Pulau Merah demikian nama pantainya, kini sedang dipromosikan sebagai tujuan wisata bagi peselancar selain pantai Plengkung yang ada di Taman Nasional Alas Purwo. Plengkung konon hanya bisa digunakan oleh peselancar profesional, sementara Pulau Merah lebih ramah bagi peselnacar pemula. Hei, tapi saya tidak paham, saya hanya ingin menikmati pantai.

Bersantai
Pulau Merah mengingatkan saya pada Pantai Kuta ketika saya baru belajar berjalan, pepohonan yang rimbun dan bentangan hijau yang memanjang. Banyak tempat teduhnya.

Tahun ’86-an (mungkin), pertama kali saya mengunjungi Pantai Kuta, dan apa yang saya temukan di Pulau Merah, memanggil kembali kenangan tersebut. Tapi tentu saja tidak persis sama, beberapa pohon peneduhnya sama sekali berbeda – setidaknya demikian dalam kenangan anak-anak yang baru belajar berjalan.

Pasir Pantai Merah
Sejauh mata memandang adalah pasir putih kemerahan, dan sebuah gundukan bukit hijau di lepas pantai, dan beberapa di daerah lainnya yang tidak tampak dalam foto ini. Kaki tidak akan lelah menyusuri pantai yang tenang ini.

Apa yang saya suka adalah pasir putihnya yang empuk, apalagi jika berjalan tidak jauh dari bibir pantai. Rasanya seperti menginjak permadani merah yang lembut dan tebal serta dingin. Anda bisa berjalan cukup jauh dalam terik matahari, namun tetap disegarkan oleh hembusan angin pantai. Anda juga bisa menemukan perahu-perahu layar para nelayan yang tersembunyi rapi di antara pepohonan.

Bukit
Bukit mungil hijau di lepas pantai menjadi salah satu titik fotografi favorit para pengunjung, dan mungkin menjadi ikon tersendiri bagi Pantai Pulau Merah.

Ada bagian yang terlindungi dari gerusan ombak besar, sebuah bibir pantai yang dinaungi benteng alam berupa bukit hijau kecil. Saya tidak bisa paham bagaimana benda ini terbentu sendiri di sini. Mungkin ada struktur pantai yang lebih besar yang saya lewatkan. Anda bisa lihat bahwa pantai ini masih cukup bersih dan asri. Airnya yang jernih akan memikat siapapun yang berkunjung, saya rasa Anda pun tak ingin melewatkannya.

 

Ikan Kembung
Tidak semua berbahagia ketika itu, tapi mungkin yang satu ini bukannya tidak berbahagia. Ia hanya bagian dari rantai alam.

Tapi kadang Anda bisa menemukan yang tidak terduga di sisi pantai. Seperti bangkai ikam yang cukup besar, dan mengingatkan saya pada Miss Puff, guru mengemudi tokoh kartun Sponge Bob. Meski pun cukup sering bagi jasad fauna laut terdampar di pantai, yang satu ini mungkin sangat jarang. Sehingga saya jepretkan saja di sini, jika Anda sedang menikmati santap ikan laut, saya mohon maaf jika selera makan Anda hilang. Namun percayalah, ikan seperti ini jarang disantap, karena jika tidak salah cukup beracun.

Horizon
Bagaikan cerminan bumi dan langit. Apa yang Anda lihat akan terkenang selalu.

Oke, mengembalikan selera makan Anda. Pantai ini memberikan sesuatu yang benar-benar melepaskan semua lelah dalam pikiran. Anda bisa melihat langit di bumi.

Ketika saya di sana, suasana sangat padat dan ramai, mengingatkan Pantai Kuta atau mungkin gambaran Pantai Ancol ketika musim liburan tiba. Memang hari perlombaan selancar Internasional ini adalah sesuatu yang baru bagi masyarakat lokal, dan bertepatan dengan hari libur nasional, sehingga tidak heran, puluhan mobil dan ratusan sepeda motor mengantre masuk ke lokasi sepanjang hari.

Padat
Kunjungan yang membludak di Pantai Pulau Merah. Yang biasanya tidak banyak mendapat perhatian, kini terekspos ke dunia Internasional. Kendati tentu saja dominasi absolut wisatawan lokal tidak terelakkan.

Saya kira mungkin masih bisa ditanggulangi, meski tampaknya ada saja yang saya rasa kurang. Misalnya ketika kamar kecil cuma tersedia dua ruangan yang semi permanen. Belum lagi tenda kesehatan yang kecil, dan hanya bisa memuat satu meja, dan dua ranjang (untungnya ada dua atau tiga ambulan per giliran jaga). Saya tidak tahu siapa yang menata obat-obatannya, saya bahkan tidak bisa menemukan dekongestan ketika saya memerlukan, dan seorang peselancar asing terpaksa kami perkenalkan pada “minyak kayu putih” sebagai alternatif – syukur, tampaknya dia merasa lega.

Setelah semua selesai, kami pun kembali ke Muncar di mana base camp kami berada. Dan saya tidak melewatkan kesempatan mengunjungi salah satu pelabuhan ikan terbesar di Asia Tenggara, yaitu Pelabuhan Muncar.

Pelabuhan Muncar
Akhirnya, saya dan motor butut saya tiba juga di Pelabuhan Muncar, salah satu tempat paling terkenal sebagai penggerak perekonomian masyarakat pesisir Timur.

Pelabuhan Muncar jauh dari bayangan saya, di sana ada ratusan mungkin ribuan perahu nelayan tradisional yang sedang tersandar, sejauh cakrawala, hanya ada perahu nelayan – dan aroma ikan yang kental terdapat di mana-mana. Pun demikian, rumah-rumah nelayan yang ada di pinggiran pelabuhan bisa dibilang sangat sederhana. Mereka memelihara kambing yang semuanya dilepas begitu saja di jalanan dan di bibir dermaga. Beberapa anak tampak asyik bermain layangan, dan nelayan-nelayan tua sibuk membenahi kapal dan perahu mereka untuk bersiap berlayar lagi.

Dan di sini perjalanan saya berakhir, cukup  untuk satu hari ini, puluhan kilometer perjalanan.

 

Pelabuhan Muncar.
Cakrawala berhiaskan perahu yang mengapung memadati bibir pelabuhan. Sementara mendung seakan siap melahap malam tanpa menyisakan bintang. Saya membayangkan bagaimana jika semua perahu ini menyalakan lentera dan lampunya pada malam seperti itu.

Satu tanggapan untuk “Pulau Merah dan Kunjungan Singkat ke Pelabuhan Ikan Muncar”

Tinggalkan komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.