Kata “jatuh cinta” memang tidak ada aslinya pada budaya Timur, serapan budaya Barat memberikan warna itu. Cinta dalam budaya Timur lebih lembut dan tak kentara. Setidaknya demikian yang diuangkapkan Makoto Shinkai dalam film terbarunya. Saya memang penggemar karya-karya Makoto Shinkai, karena yang dituangkannya ke dalam animasi adalah racikan seni yang sesungguhnya.
Berbeda dari karya sebelumnya, Children Who Chases the Lost Voices, karya ini mengembalikan kita ke dunia nyata hanya saja dengan sentuhan klasik yang begitu apik. Dalam bahasa Jepang, cinta aslinya ditulis sebagai “Koi”, yang bermakna “kesedihan yang menyendiri”, sedangkan kini ditulis sebagai “Ai”, makna cinta yang disetarakan saat ini di seluruh dunia.
Shinkai menunjukkan bahwa cinta itu bisa jauh lebih sederhana dari apapun yang pernah kita bayangkan, lebih lembut dari belaian manapun, dan lebih tajam dari keyakinan apapun.
Anda tak perlu mempertanyakan bagaimana detil keindahan karya seorang Makoto Shinkai, film animasi ini tidak bisa disandingkan begitu saja dengan kebanyakan animasi yang ada, apalagi yang tayang di televisi sebagai hiburan anak-anak. Ini lebih pada sebuah karya seni dibandingkan hiburan semata.
Film ini berjenis drama, tidak ada unsur keajaiban apa pun yang disematkan di dalamnya. Satu-satunya keajaiban adalah jalan cerita yang sungguh indah, musik latar yang menyejukkan – coba dengarkan lagu tema “A Rainy Morning” di dalamnya.
Kadang saking memukaunya, saya terasa menonton film 3D dalam layar yang datar. Ini adalah koleksi yang wajib dimiliki. Tidak ada kata-kata yang tepat untuk menggambarkannya, terlalu mengagumkan bagi saya.
Tinggalkan Balasan