Bhyllabus l'énigme

A Cahya Legawa's Les pèlerins au-dessus des nuages


Negeri Dadakan

Saya tidak tahu, apa banyak hal di negeri ini merupakan sesuatu yang dadakan? Selama ini saya selalu mendapatkan pemberitahuan untuk pertemuan hampir semuanya selalu bersifat dadakan. Entah itu pemberitahuan dari kantor pemerintahan, ataupun badan publik independen. Bersyukur saja kalau undangan sudah datang 2 x 24 jam sebelum acara, bahkan ada undangan yang datang beberapa jam sebelum acara rapat koordinasi, pertemuan dan sebagainya. Dan ada juga undangan yang datang setelah lewat waktunya.

Mungkin dari zaman Roro Jonggrang, negeri ini memang negeri dadakan. Bayangkan saja jika kita diminta untuk membangun seribu candi dalam semalam, dan dimintanya sehari sebelumnya lagi, apa tidak pusing? Tapi memang ‘katanya’ Prambanan kemudian dibangun dalam semalam saja.

Lalu setelah ‘katanya’ sebagian besar Indonesia dijajah tiga ratus tahun lebih dan melalui upaya panjang untuk meraih kemerdekaan. Secara mendadak Bung Karno diculik dan kemudian mendadak mengumumkan kemerdekaan. Weh, ajaibnya, kita kemudian menjadi bangsa yang merdeka – dan perlahan-lahan melalui darah yang tidak sedikit mendapatkan pengakuan dari dunia.

Dan hingga kini, kebiasaan ini terbawa. Generasi muda kita semua tahu dengan SKS – sistem kebut selama. Semalam sebelum ulangan atau ujian, pelajar kita akan memperlihatkan semangat juang ‘45 – membuat persiapan sebanyak-banyaknya secara dadakan.

Dan ketika menjadi pekerja, maka banyak pekerjaan yang ‘no hit no run’ – jika belum mepet belum akan selesai dikerjakan, dan begitu alarm bunyi langsung main kebut untuk menyelesaikan banyak tugas dan proyek.

Sepertinya budaya dadakan ini sudah mendarah daging di negeri ini. Kalau tidak demikian terasa seperti rujak tanpai cabe, atau sayur tanpa garam – kurang maknyuss…

Tapi karena istilah negeri dadakan sepertinya kok bernada konotatif, maka lebih enak didengar bahwa orang-orang di negeri kita ‘pintar’ dalam memanfaatkan ‘momentum yang tepat’.

Bagaimana, setuju?



5 tanggapan untuk “Negeri Dadakan”

  1. Saya setuju. Sama saja dimana-mana termasuk juga di pemerintahan pusat. Kadang-kadang saya terima disposisi yang deadlinenya hari itu juga. Padahal surat atau apalah yang jadi dasar pelaksanaan tugas itu sudah diterima beberapa hari sebelumnya.
    Ya begitulah. 🙂

    Suka

    1. Dan kita jadi terbiasa juga pada akhirnya 😊

      Suka

  2. Saya setuju. Sama saja dimana-mana, termasuk di pemerintahan pusat. Kadang2 suka datang disposisi utk kerjakan satu tugas. Setelah saya baca, ternyata deadlinenya hari ini, padahal surat atau apalah yg jadi dasar pemberian tugas itu sudah diterina sejak beberapa hari sebelumnya.
    Tapi ya begitulah. 🙂

    Suka

    1. Ha ha… berarti kita sejenis Mbak 🙂

      Suka

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

About Me

Hello, I’m a general physician by day and a fiction and blog writer by night. I love fantasy and adventure stories with a cup of tea. Whether it’s exploring magical worlds, solving mysteries, or fighting evil forces, I enjoy immersing myself in the power of imagination.

I also like to share my thoughts and opinions on various topics on my blog, where I hope to connect with like-minded readers and writers. If you’re looking for a friendly and creative person to chat with, feel free to message me.

Buletin

%d blogger menyukai ini: