Sudah beberapa lama saya ingin menulis ini, tapi belum sempat kesampaian juga. Saya tidak lagi menggunakan Mac OS (memang bukan pengguna juga) dan kembali menggunakan Windows 10 sebagai kendaraan harian (dan openSUSE dalam bentuk virtualisasi).
Saya mencicipi Mac OS dalam bentuk teknologi Apple terbaru. Sebuah sistem operasi yang baik menurut saya, tapi tidak luar biasa. Jika seseorang terbiasa menggunakan distribusi Linux, maka akan melihat Mac OS tanpa keistimewaan sama sekali.
Baik Windows, dalam hal ini adalah Windows 10 maupun Mac OS (Big Sur) sama-sama merupakan sistem operasi gratis. Beli produk komputer Apple, sudah terdapat Mac OS, beli produk komputer konsumen lainnya, sudah jarang tidak terpasang Windows 10. Jadi bisa dibilang, mau investasi yang mana pun tidak ada biaya tambahan.

Ada sejumlah alasan saya meninggalkan Mac OS balik ke Windows 10.
Pertama adalah Windows 10 dapat membuat saya lebih produktif. Mac OS memiliki sebuah antarmuka handalan, yaitu menu global. Sayangnya, pada monitor berukuran besar, dan kinerja berbagi layar yang semakin populer belakangan ini, global menu merupakan penyakit kronis. Memanfaatkan menu global pada Mac OS saat ini sama produktifnya dengan memanfaatkan WordPerferct di tahun ’87. Pengguna yang menguasai jalan pintas akan bisa menjadi lebih produktif, tapi itu saja, solusi yang sama juga tersedia pada Windows 10 – hanya saja tanpa masalah yang sama.
Kedua adalah mitor kelancaran. Banyak yang bilang dan menunjukkan bahwa Mac OS bekerja lebih lancar dibandingkan Windows 10 dengan sumber daya yang lebih hemat. Mungkin itu benar, tapi saya melihat sendiri bahwa laptop Dell saya berusia 4 tahun dengan Intel gen-6 bekerja lebih mulus untuk pekerjaan yang sama dibandingkan produk Apple terbaru dengan prosesor M1 mereka. Saya tidak mengatakan M1 tidak mulus, tapi saya mengalami bahwa M1 tidak lebih baik dari prosesor Intel lawas untuk kegiatan yang saya perlukan.
Berbicara tentang Intel, walau pun saat ini kalah pamor dengan AMD, memang tidak bisa membandingkan arsitektur x86 dengan ARM yang digunakan oleh Apple M1.
Ketiga, Apple membunuh PC lebih cepat dibandingkan produsen lain? Ini hanya asumsi dan kekhawatiran saya. Tapi selama saya menggunakan Mac Mini 8GB, hampir seluruh RAM terpakai. Jika pemakaian terlalu sering, ini akan sering melahap penggunaan SWAP dan pada akhirnya membunuh SSD secara perlahan. Sayangnya, SSD pada produk Apple itu mahal kawan.
Saya masih berani merekomendasikan pengguna Windows 10 menggunakan RAM 8GB dengan catatan penggantian SSD berkala setiap 3-5 tahun untuk menjaga performa komputer dan keamanan data. Saya baru-baru ini juga mengganti SSD di laptop saya. Untuk komputer dengan Windows 10, ini tidak mahal dan bisa dikerjakan mandiri tanpa perlu keterampilan khusus. Tapi beda cerita tentunya dengan produk Apple. Sehingga sebenarnya saya tetap menganjurkan bagi yang ingin investasi komputer baru untuk jangka panjang, saat ini RAM 8GB adalah batas bawah, sementara 16GB tidaklah besar.
Keempat, Windows 10 lebih ramah terhadap perangkat lunak murah. Sejak saya bekerja, saya sudah tidak lagi menggunakan perangkat lunak bajakan (pirated software). Jadi saya tahu bahwa pengeluaran untuk software bisa jadi sama mahal atau lebih mahal dari harga laptop itu sendiri. Jika ingin berhemat, maka Windows 10 memiliki lebih banyak penawaran software dengan harga yang lebih murah dibandingkan software yang sama pada Mac OS. Saya membeli satu atau dua lisensi software murah saat menggunakan Mac OS, dan mereka bekerja sama baiknya dengan di Windows 10. Jadi dengan tidak melihat perbedaan performa dan fungsi, Windows 10 lebih unggul dibidang pembiayaan.
Tentu saja ada banyak cara mendapatkan software dengan harga murah hingga gratis, lain kali saya akan bahas mengenai hal ini (jika tidak lupa).
Kelima, versi Internasional Mac OS tidak ramah untuk pengguna Indonesia. Mac OS tidak memiliki spell checker untuk bahasa Indonesia, bahkan teknologi kecerdasan buatan (AI) Microsoft Editor tidak bisa menyelamatkan isu ini. Ini sangat berbahaya bagi mereka yang menggunakan Word Processor untuk membuat laporan resmi, baik di bidang usaha, hukum, maupun pendidikan.
Hal ini membuat saya kagum pada pejabat atau dosen yang membawa MacBook untuk presentasi, saya berpikir, pasti saat sekolah dulu nilai ujian bahasa Indonesia mereka selalu sempurna, sampai tidak memerlukan bantuan untuk koreksi ejaan dan tulisan.
Saya tidak bisa tentu saja, saya selalu memanfaatkan memanfaatkan alat bantu. Bahkan saat ini mengetik ini pun saya memanfaatkan Editor- sebuah artificial intelligence pengecekan ejaan yang tertanam pada Edge dan Microsoft 365 di Windows 10.
Tapi kan Mac OS punya tampilan yang keren? Eaa, itu mungkin karena belum pernah lihat distribusi Linux kustom yang bisa meracuni masalah ketagihan antarmuka yang keren. Atau coba-lah tengok Elementary OS yang paling sederhana, lebih nyaman digunakan dibandingkan Mac OS bagi saya.
Satu-satu hal yang menarik bagi saya dari produk Mac Mini kemarin adalah harga jual kembalinya nyaris tidak turun. Jadi saya bisa menjual kembali Mac Mini dengan tidak ada kerugian moneter (dengan mempertimbangkan nilai penyusutan?)
Tinggalkan Balasan ke Cahya Batalkan balasan