A Cahya Legawa's Les pèlerins au-dessus des nuages

Negeri ini sedang kacau balau dengan pelbagai konflik horizontal maupun vertikal. Saya rasa sebagian besar konflik tersebut bisa dihindari dengan satu kata sederhana, yaitu “mengalah”. Tapi rasanya kata ini sudah makin terlupakan ke dalam belantara persaingan masa kini yang semakin ketat. Manusia berlomba mencapai segala sesuatu yang terbaik (menurutnya), kadang tanpa peduli mesti saling senggol kanan & kiri.

Kita tidak mau kalah dalam banyak hal, dan saya rasa itu sebenarnya sebuah sikap yang baik jika ditujukan untuk hal-hal yang baik & berguna. Seperti meningkatkan mutu pelayanan kesehatan ataupun meningkatkan mutu pendidikan, agar kita tidak kalah dengan negera-negara lain di dunia dan dengan demikian kita juga bisa meningkatkan kesejahteraan masyarakat luas di negeri ini.

Namun demikian, ada beberapa benturan yang kadang sulit dihindari karena jalan yang diambil masing-masing pihak saling menyilang. Guna meningkatkan mutu pendidikan, tidak mesti memaksa siswa membeli buku pelajaran atau mengikuti les-les tertentu, apalagi kemudian jika ada siswa yang berasal dari keluarga tak mampu, maka tentu ini akan menjadi beban yang hebat baginya dan keluarganya.

Jadi pihak pendidik bisa mengalah, mundur selangkah, dan memberi jalan bagi siswa untuk maju tanpa dihadang kesulitan yang diciptakan lingkungan pendidikan, dan dengan demikian tabrakan bisa dihindari, dan lingkungan pendidikan pun bisa tetap melaju kemudian. Hal-hal ini bisa diterapkan dalam pelbagai ranah kehidupannya lainnya.

Mengalah bukanlah berarti mengaku salah & kalah, pun mengingkari kebenaran sesuai nurani. Dalam kata bijak Tiongkok lama, jika dua orang berpapasan di perseberangan, siapa yang mundur satu langkah untuk memberi jalan pada yang lainnya, maka ia akan bisa meju seribu langkah ke dapan.

Mengalah itu susah, karena kita berpikir selalu untuk berpacu dengan waktu, ingin paling depan, ingin mendapat perlakuan sama, tidak mau dikesampingkan, dan semua yang kita pikirkan hanyalah tentang kepentingan kita sendiri – atau dengan kata lain, karena kita manusia memiliki keegoisan. Untuk bisa mengalah, kita mesti bisa menanggalkan keegoisan kita, dan menyentuh sesuatu yang disebut keikhlasan. Dan sesuatu yang disebut keikhlasan bukanlah sesuatu yang dibuat-buat karena kita menganut teori “mengalah” – namun sesuatu yang hadir dengan sendirinya ketika segala egoisme rontok oleh kesadaran kita sendiri.

Jika Anda merasa terbebani saat merelakan antrian diminta oleh mereka yang lebih memerlukan, maka Anda belum memahami makna kata mengalah. Jika Anda merasa kalah karena tidak tiba digaris akhir perlombaan ketika mesti berhenti untuk menolong seseorang di jalan, maka keikhlasan itu bisa jadi sebentuk kepalsuan.

Memahami mengalah bukanlah memahami makna katanya, namun memahami diri kita sendiri. Jika Anda bisa melihat hati anda tersenyum bahagia ketika memberikan kursi anda di bus pada orang lain, mungkin anda telah siap untuk memahami diri anda lebih dalam lagi.

Mengalah tidak menunjukkan bahwa manusia itu bersekat dan berkelas sehingga yang lebih lemah dan lebih bawah bisa diinjak-injak dengan istilah mengalah. Mengalah merupakan kesadaran bahwa pada dasarnya seluruh kemanusiaan itu adalah setara. Anda tidak mengalah karena Anda merasa rendah dan mesti menunduk patuh, atau Anda merasa tinggi dan mesti memberikan teladan untuk pencitraan yang baik. Anda mengalah karena Anda melihat diri anda pada orang yang ada di hadapan anda.

Mengalah bukanlah rumusan matematika yang membuat orang dapat menghitung untung & rugi sebuah putusan, sehingga tidaklah layak jika mengalah diterima sebagai sebuah saran. Tanpa kesadaran dan hanya dengan perhitungan, manusia hanya akan menciptakan harapan serta tuntutan terpendam, yang kemudian waktu jika tidak berjodoh akan melahirkan kekecewaan dan konflik yang baru lagi.

Jika di hadapan penuh sesak, mundurlah barang beberapa langkah, biarkan seluruh sesak itu lewat. Dan mungkin Anda akan menyaksikan kemudian, betapa lapang dan indahnya dunia ini.

Commenting 101: “Be kind, and respect each other” // Bersikaplah baik, dan saling menghormati (Indonesian) // Soyez gentils et respectez-vous les uns les autres (French) // Sean amables y respétense mutuamente (Spanish) // 待人友善,互相尊重 (Chinese) // كونوا لطفاء واحترموا بعضكم البعض (Arabic) // Будьте добры и уважайте друг друга (Russian) // Seid freundlich und respektiert einander (German) // 親切にし、お互いを尊重し合いましょう (Japanese) // दयालु बनें, और एक दूसरे का सम्मान करें (Hindi) // Siate gentili e rispettatevi a vicenda (Italian)

12 tanggapan

  1. Super_duper46 Avatar
    Super_duper46

    mengalah itu sulit broo, gak semudah itu, terkadang mengalah membuat citra kita jelek, membuat kita terasa diinjak-injak !!!
    tp mengalah jg adil dalam setiap hal tertentu yg logis dan emang itu benar2 masuk akal..

    Suka

  2. nandini Avatar

    mengalah itu butuh kepekaan Bli.. yang ga terasah bakal sulit mengalah.. 🙂

    Suka

  3. tary ssi Avatar
    tary ssi

    mengalah demi kebaikan mungkin lebih bijak kali ya heheheh

    Suka

  4. Artha Avatar

    mengalah itu indah, namun tetap ada batas toleransinya. Klo kita mengalah dengan orang yang sama berulang kali malah akan berubah menjadi kebiasaan dan penindasan

    Suka

  5. Cahya Avatar

    JoO,

    Pendidikan sekarang jadi semacam bisnis, mungkin juga banyak sektor kehidupan seperti itu. Narablog seperti saya hanya bisa bersuara tanpa banyak berbuat dalam realita.

    Pak Aldy,

    Jika tidak mampu mengalah, ya jangan mengalah. Masalah pun tak selalu bisa terselesaikan dengan selalu mengalah. Jika tidak bisa, ya jangan, karena itulah diri kita apa adanya. Setidaknya kita jujur pada diri kita.

    Suka

  6. Aldy~PF Avatar
    Aldy~PF

    Sudah sering mengalah, tapi akhirnya kok ya malah kalah 😦

    Suka

  7. JoO Avatar
    JoO

    Kalo ngomongin pendidikan…

    kadang emang biaya pendidikan di Indonesia neh tiap taun naek terus.. tapi mutu pendidikannya gag bukan naek tiap taun…

    Suka

  8. Cahya Avatar

    TuSuda,

    Mengalah mungkin tidak untuk menang, karena ia toh tidak "kalah", tidak juga "menang". Dalam kesetaraan manusia, tidak ada yang "kalah" dan tidak ada yang "menang". Jika kalah maka semuanya kalah, jika menang, maka semuanya adalah pemenang.

    Oh, DISQUS hanya saya uji coba secara berkala. Kalau ada versi baru, akan saya coba lagi. Habis itu paling balik lagi ke sistem komentar lama. Sampai nanti versi yang dirilis sudah pas dengan selera Dok :).

    Suka

  9. Cahya Avatar

    Pak Sugeng,

    Yah, kalau orang Jawa bilang, "sing waras ngalah" :D.

    Suka

  10. TuSuda Avatar
    TuSuda

    BTW, kayaknya Bli Cahya sudah menunjukkan contoh sifat mengalah dg mengembalikan sistem komentar spt semula tanpa disqus, terus terang sy jadi lebih mudah berkomentar via HP.
    Terimakasih dg suri teladannya..

    Suka

  11. Sugeng Avatar
    Sugeng

    Mengalah itu suatu teori yang gampang diucapkan namun sangat sulit di praktekan. terkadang ada orang yang sering ngomong dimuka umum untuk sering2 mengalah namun saat berada di kemacetan lalu lintas mulutnya tanpa sadar keluar sumpah serapah yang kalau di kumpulkan dapat satu tas kresek besar 😆

    Salam hangat serta jabat erat selalu dari Tabanan

    Suka

  12. TuSuda Avatar
    TuSuda

    Mengalah untuk menang. Mengalahkan ego palsu dari diri sendiri.

    Suka

Tinggalkan komentar