Apakah Anda sudah membaca ketokan palu mahkamah konstitusi (MK) pada hari Senin kemarin? Jika sudah, maka Anda mungkin sudah mengikuti sejumlah diskusi hangat di dunia maya, tentang bagaimana status “rasa aman” dokter dalam bekerja, jika yang bersangkutan bisa melenggang ke dalam ranah pidana dengan mulusnya? Dan apakah dengan ini benar-benar bisa melindungi hak pasien?
Saya rasa isu ini sudah ada sejak dulu, dan tidak cuma di Indonesia. Di sejumlah tempat di luar negeri, tuntutan terhadap petugas kesehatan sudah menjadi hal yang tidak aneh. Dan pedoman bagi para dokter untuk memenangkan tuntutan hukum (medical lawsuit) juga jamak diperbincangkan.

Seperti yang pernah kita dengar, dan memang demikian, bahwa setiap warga negara berkedudukan sama di depan hukum. Yang juga telah menjadi kesepakatan kiranya di antara dokter bahwa tidak ada istilah dokter yang kebal hukum. Di sisi lain, hukum yang merujuk pada masalah di dunia kedokteran selayaknya berimbang dengan mempertimbangkan aspek-aspek sudut pandang kedokteran itu sendiri. Kacamata dunia kedokteran dan profesi lainnya, tidak akan pernah sama, dan saya rasa ini bisa menjadi sebuah pemahaman yang umum.
Saya sendiri belum memahami secara penuh mengenai kasus “ketok palu” dari mahkamah konstitusi ini. Misalnya dalam kumpulan tweet oleh PB IDI, disebutkan sebagai berikut:
http://chirpstory.com/js/parts.js// < 
Tinggalkan komentar