A Cahya Legawa's Les pèlerins au-dessus des nuages

Sepekan terakhir, penanda #JeSuisBacon marak di ranah kesehatan masyarakat internasional. Rilis laporan IACR mengenai daging merah dan daging olahan yang berhubungan dengan kanker kolorektal. Dalam laporan yang dirilis via Lancet dengan judul “Carcinogenicity of consumption of red and processed meat” menjadi dasar dari sejumlah “kehebohan” di pelbagai media masa internasional.

Hal ini mungkin akan serupa dengan di negara kita ketika dinyatakan bahwa sate daging, soto daging, tongseng daging, hingga daging guling berhubungan dengan insidensi kanker dan merupakan bahan pemicu kanker atau karsinogen. Tentu saja mereka yang menyukai daging akan protes, dan mungkin industri produsen daging akan merasa hal ini sebagai sesuatu yang melemahkan posisi mereka sebagai produk pangan.

Sebenarnya, tidak ada yang mewajibkan menghentikan konsumsi daging (terkecuali terkait dengan kepercayaan dan iman tertentu yang dianut seseorang) dalam hal ini; namun terdapat saran untuk mengurangi atau membatasi konsumsi daging merah dan daging olahan untuk mengurangi risiko munculnya kanker kolorektal di kemudian hari.

Daging merah di sini dimaknai sebagai semua daging mamalia, seperti kambing, domba, sapi, kerbau, kuda, babi, rusa, dan sebagainya. Sedangkan daging olahan adalah daging yang diproses dengan cara tertentu sehingga menambah cita rasa, seperti digoreng, dibakar, diasap dan sebagainya; atau daging yang diproses untuk menambah keawetannya, semisal dengan cara diasinkan atau dikeringkan, termasuk di dalamnya daging kalengan yang mungkin tidak hanya sekadar berasal dari daging merah tapi dapat mengandung produk lain seperti dari unggas atau produk sampingan seperti darah.

Penggolongannya sendiri berbeda, untuk daging merah digolongkan ke dalam kategori kelompok 2A yang bermakna kemungkinan bersifat karsinogenik bagi manusia. Sedangkan untuk daging olahan masuk ke dalam kategori kelompok 1, yang bermakna karsinogenik terhadap manusia, artinya bisa memicu kanker pada manusia.

Selain daging olahan di kelompok 1, ada zat lain yang juga masuk di dalamnya yaitu asap rokok tembakau dan asbestos. Tapi tentu saja bahayanya tidak bisa disamakan begitu saja. Untuk memahaminya, gambar berikut mungkin bisa memberi ilustrasi.

Rokok vs Daging
Risiko kanker antara rokok tembakau vs daging. Sumber gambar: http://www.medscape.com.

Lalu akan muncul pertanyaan seperti, apakah kita harus berhenti mengonsumsi daging merah atau daging olahan? apakah kita harus pindah menu ke produk unggas dan telur saja? atau mungkin kita harus jadi vegetarian saja?

Daging memiliki keuntungan bagi kesehatan, tidak ada keharusan berhenti mengonsumsi daging. Namun pembatasan daging akan sangat membantu kesehatan, bukan hanya mengenai risiko kanker di atas, tapi juga risiko penyakit lainnya seperti diabetes, kegemukan, penyakit jantung, dan sebagainya. Belum ada pembandingan yang bisa diambil apakah “lebih aman” bagi kesehatan jika hanya mengonsumsi produk unggas atau menjadi vegetarian saja dibandingkan juga mengonsumsi daging merah dan daging olahan.

Untuk tanya jawab lebih banyak mengenai hal ini, halaman situs WHO pada URI: http://www.who.int/features/qa/cancer-red-meat/en/ bisa dimanfaatkan.

Commenting 101: “Be kind, and respect each other” // Bersikaplah baik, dan saling menghormati (Indonesian) // Soyez gentils et respectez-vous les uns les autres (French) // Sean amables y respétense mutuamente (Spanish) // 待人友善,互相尊重 (Chinese) // كونوا لطفاء واحترموا بعضكم البعض (Arabic) // Будьте добры и уважайте друг друга (Russian) // Seid freundlich und respektiert einander (German) // 親切にし、お互いを尊重し合いましょう (Japanese) // दयालु बनें, और एक दूसरे का सम्मान करें (Hindi) // Siate gentili e rispettatevi a vicenda (Italian)

Tinggalkan komentar