- Pendahuluan: Paradoks Defisiensi di Negara Tropis
- Memahami Vitamin D: Hormon dengan Peran Pleiotropik
- Peran Esensial Vitamin D: Skeletal dan Ekstraskeletal
- Diagnosis Defisiensi Vitamin D
- Pedoman Pengelolaan Terkini (2024)
- Monitoring dan Keamanan
- Sumber Vitamin D
- Pertimbangan Khusus untuk Indonesia
- Kesimpulan
- Referensi Utama
Pendahuluan: Paradoks Defisiensi di Negara Tropis
Indonesia, negara yang diberkahi dengan sinar matahari sepanjang tahun di garis khatulistiwa, ternyata tidak luput dari masalah defisiensi vitamin D. Meski secara geografis memiliki keuntungan paparan sinar ultraviolet B (UVB) yang melimpah, berbagai penelitian terkini menunjukkan prevalensi kekurangan vitamin D yang mengejutkan di populasi Indonesia.
Studi meta-analisis tahun 2023 mengungkapkan bahwa prevalensi hipovitaminosis D pada anak dan remaja Indonesia mencapai 33%, bahkan pada bayi baru lahir angkanya mencapai 90%. Data ini menggarisbawahi bahwa defisiensi vitamin D bukan lagi sekadar masalah negara bermusim empat, tetapi telah menjadi pandemi kesehatan global—termasuk di negara-negara tropis seperti Indonesia.
Perubahan gaya hidup modern yang cenderung beraktivitas di dalam ruangan, penggunaan tabir surya berlebihan, pakaian tertutup, polusi udara, serta minimnya fortifikasi makanan dengan vitamin D menjadi faktor-faktor yang berkontribusi terhadap fenomena ini.
Memahami Vitamin D: Hormon dengan Peran Pleiotropik
Vitamin D, yang lebih tepat disebut sebagai hormon steroid, merupakan molekul yang telah ada selama lebih dari 500 juta tahun dalam evolusi kehidupan. Terdapat dua bentuk utama vitamin D:
- Vitamin D₂ (ergocalciferol): berasal dari tumbuhan dan jamur yang terpapar radiasi UV
- Vitamin D₃ (cholecalciferol): diproduksi di kulit saat terpapar sinar UVB atau diperoleh dari sumber hewani
Kedua bentuk vitamin D ini bersifat biologis inaktif dan memerlukan dua tahap hidroksilasi untuk menjadi aktif:
- Di hati: vitamin D dihidroksilasi menjadi 25-hidroksivitamin D [25(OH)D]—bentuk yang diukur untuk menilai status vitamin D
- Di ginjal: 25(OH)D dikonversi menjadi 1,25-dihidroksivitamin D [1,25(OH)₂D atau kalsitriol]—bentuk aktif yang bekerja pada reseptor vitamin D (VDR)
Peran Esensial Vitamin D: Skeletal dan Ekstraskeletal
Fungsi Skeletal
Vitamin D memainkan peran krusial dalam homeostasis kalsium dengan meningkatkan absorpsi kalsium dan fosfor di usus, mempertahankan mineralisasi tulang yang optimal, serta mencegah hiperparatiroidisme sekunder. Defisiensi vitamin D dapat menyebabkan:
- Pada anak: rakhitis dengan manifestasi kaki bengkok, hambatan pertumbuhan, deformitas skeletal
- Pada dewasa: osteomalasia, osteoporosis, peningkatan risiko fraktur, dan nyeri muskuloskeletal kronis
Fungsi Ekstraskeletal
Reseptor vitamin D (VDR) ditemukan di hampir semua jaringan tubuh, dan vitamin D diperkirakan meregulasi hingga 2000 gen, menunjukkan peran pleiotropik yang luas. Bukti ilmiah menunjukkan vitamin D berperan dalam:
- Sistem imun: modulasi respons imun bawaan dan adaptif, penurunan risiko infeksi saluran napas
- Penyakit kardiovaskular: regulasi sistem renin-angiotensin, penurunan inflamasi
- Penyakit autoimun: pencegahan dan modulasi berbagai kondisi autoimun termasuk diabetes tipe 1
- Kanker: inhibisi proliferasi sel, induksi apoptosis, penurunan angiogenesis
- Metabolisme: pencegahan progres prediabetes menjadi diabetes tipe 2, perbaikan resistensi insulin
Diagnosis Defisiensi Vitamin D
Manifestasi Klinis
Diagnosis defisiensi vitamin D sering terlewatkan karena gejala berkembang sangat lambat dan tidak spesifik. Manifestasi yang mungkin ditemukan meliputi:
- Nyeri punggung bawah yang simetris, terutama pada wanita
- Nyeri tulang yang berdenyut di area pelvis, vertebra, atau ekstremitas
- Nyeri tekan pada sternum atau tibia
- Kelemahan otot proksimal
- Peningkatan risiko jatuh dan gangguan mobilitas fisik
- Pada anak: keterlambatan pertumbuhan, deformitas tulang, craniotabes
Pemeriksaan Laboratorium
Status vitamin D dinilai melalui pengukuran kadar serum 25-hidroksivitamin D [25(OH)D]. Berdasarkan guideline terkini, klasifikasi status vitamin D adalah: defisiensi (<25 nmol/L atau <10 ng/mL), insufisiensi (25-50 nmol/L atau 10-20 ng/mL), dan sufisiensi (>50 nmol/L atau >20 ng/mL).
Catatan Penting: Guideline Endocrine Society 2024 tidak lagi menetapkan target spesifik 25(OH)D 30 ng/mL, menyatakan bahwa bukti dari uji klinis tidak memungkinkan penetapan ambang batas 25(OH)D yang secara spesifik memprediksi manfaat bermakna dari suplementasi vitamin D.
Faktor Risiko
Populasi berisiko tinggi defisiensi vitamin D meliputi:
- Usia lanjut (>65 tahun dan terutama >75 tahun)
- Wanita hamil dan menyusui tanpa suplementasi
- Bayi yang mendapat ASI eksklusif tanpa suplementasi
- Individu dengan kulit gelap (pigmentasi tinggi mengurangi sintesis vitamin D)
- Obesitas (IMT >30 kg/m²)—vitamin D terperangkap di jaringan adiposa
- Kurang paparan sinar matahari (gaya hidup indoor, penggunaan pakaian tertutup)
- Sindrom malabsorpsi (penyakit Crohn, celiac, post-bariatric surgery)
- Penyakit hati atau ginjal kronik
- Penggunaan obat-obatan tertentu: antikonvulsan, glukokortikoid, antiretroviral
Konteks Indonesia: Penelitian di Indonesia menunjukkan bahwa meskipun berada di negara tropis, defisiensi vitamin D tetap tinggi karena minimnya paparan langsung sinar matahari, gaya hidup sedenter, dan kurangnya konsumsi makanan yang difortifikasi vitamin D.
Pedoman Pengelolaan Terkini (2024)
A. Pencegahan: Rekomendasi Intake Harian
Guideline Endocrine Society 2024 merekomendasikan suplementasi empirik vitamin D untuk kelompok-kelompok tertentu tanpa perlu skrining 25(OH)D terlebih dahulu:
Populasi yang Direkomendasikan Mendapat Suplementasi Rutin:
- Anak dan remaja (1-18 tahun):
- Dosis: 400 IU/hari
- Tujuan: pencegahan rakhitis dan penurunan risiko infeksi saluran napas
- Lansia (>75 tahun):
- Dosis: 800-1000 IU/hari
- Tujuan: penurunan risiko jatuh, fraktur, dan mortalitas
- Wanita hamil:
- Dosis: 400-600 IU/hari atau lebih tinggi sesuai indikasi
- Tujuan: perbaikan luaran kehamilan, pencegahan preeklampsia
- Individu dengan prediabetes berisiko tinggi:
- Dosis: sekitar 3500 IU/hari (berdasarkan rata-rata tertimbang uji klinis)
- Tujuan: pencegahan progres menjadi diabetes tipe 2
- Bayi ASI eksklusif:
- Dosis: 400 IU/hari sejak beberapa hari setelah lahir
- Terutama jika ibu tidak mendapat suplementasi atau bayi tidak mendapat formula yang difortifikasi
Pedoman untuk Populasi Umum:
- Individu dengan risiko rendah defisiensi vitamin D dapat mempertimbangkan suplementasi 400-4000 IU/hari sepanjang tahun
- Paparan sinar matahari yang aman tetap menjadi sumber utama vitamin D
B. Terapi Defisiensi Vitamin D
Ketika defisiensi atau insufisiensi vitamin D terdiagnosis, tujuan terapi adalah menormalkan kadar vitamin D untuk memperbaiki gejala, mengurangi risiko fraktur, jatuh, dan komplikasi kesehatan lainnya.
1. Fase Loading (Koreksi Defisiensi)
Untuk dewasa dengan defisiensi vitamin D yang terdokumentasi:
Regimen Standar:
- Vitamin D₂ (ergocalciferol) 50.000 IU oral, sekali seminggu selama 8 minggu
- Alternatif: Vitamin D₃ dengan dosis ekuivalen harian
Populasi Khusus:
- Obesitas/sindrom malabsorpsi: dosis lebih tinggi 2-3 kali lipat mungkin diperlukan
- Penggunaan obat yang memengaruhi metabolisme vitamin D: dosis adjustment diperlukan
2. Evaluasi Respons Terapi
- Periksa ulang kadar serum 25(OH)D setelah 8 minggu terapi loading
- Jika target belum tercapai: pertimbangkan siklus kedua terapi 8 minggu
- Jika kadar masih rendah setelah dua siklus: evaluasi kepatuhan dan kemungkinan malabsorpsi, konsultasi gastroenterologi jika diperlukan
3. Fase Maintenance (Pemeliharaan)
Setelah kadar vitamin D normal tercapai:
- Vitamin D₃ (cholecalciferol) 800-1000 IU/hari
- Sumber dapat dari kombinasi diet dan suplementasi
- Untuk usia >50 tahun, guideline 2024 menyarankan pemberian vitamin D dosis rendah harian dibanding dosis tinggi intermiten
C. Kontraindikasi Suplementasi
Suplementasi vitamin D harus dihindari atau dilakukan dengan sangat hati-hati pada kondisi:
- Hiperkalsemia
- Tuberkulosis aktif atau penyakit granulomatosa lain
- Sarkoidosis
- Sindrom Williams
- Keganasan dengan metastasis tulang
- Hiperparatiroidisme primer
Monitoring dan Keamanan
Toksisitas Vitamin D
Karena vitamin D adalah vitamin larut lemak yang dapat disimpan di jaringan adiposa, terdapat risiko toksisitas jika konsumsi berlebihan. Batas atas toleransi (tolerable upper intake level) adalah 4000 IU/hari untuk dewasa.
Manifestasi Intoksikasi Vitamin D:
- Hiperkalsemia dan hiperkalsuria
- Sakit kepala
- Rasa metalik di lidah
- Mual dan muntah
- Kalsinosis pada ginjal atau pembuluh darah
- Pankreatitis
Pemantauan
- Tidak diperlukan pemeriksaan rutin pada populasi sehat yang mendapat suplementasi sesuai dosis anjuran
- Monitoring diindikasikan pada: sindrom malabsorpsi, penyakit ginjal kronik, penggunaan dosis tinggi, atau gejala toksisitas
Sumber Vitamin D
1. Paparan Sinar Matahari
- Kontribusi 80-90% kebutuhan vitamin D
- Rekomendasi: paparan sinar matahari pada lengan dan kaki selama 10-30 menit, 2-3 kali seminggu, pada pukul 10.00-15.00
- Durasi bergantung pada: pigmentasi kulit, lintang geografis, musim, dan penggunaan tabir surya
- Catatan: harus seimbang dengan proteksi terhadap risiko kanker kulit
2. Sumber Makanan
Sumber Alami:
- Ikan berlemak: salmon, makarel, tuna, sarden (400-1000 IU per porsi)
- Minyak ikan kod (1360 IU per sendok makan)
- Kuning telur (40 IU per butir)
- Jamur yang terpapar sinar UV
Makanan yang Difortifikasi:
- Susu dan produk susu
- Jus jeruk terfortifikasi
- Sereal terfortifikasi
Catatan untuk Indonesia: Fortifikasi makanan dengan vitamin D masih minimal di Indonesia, sehingga suplementasi dan paparan sinar matahari menjadi kunci utama.
Pertimbangan Khusus untuk Indonesia
1. Realitas Paradoks
Indonesia sebagai negara tropis dengan paparan sinar matahari melimpah ternyata menghadapi masalah defisiensi vitamin D yang signifikan, dengan hampir 100% remaja di beberapa studi Yogyakarta menunjukkan defisiensi vitamin D.
2. Faktor Kontributor
- Perubahan gaya hidup: urbanisasi, pekerjaan indoor, penggunaan gadget
- Faktor kultural: penggunaan pakaian tertutup, penghindaran sinar matahari untuk alasan estetika
- Polusi udara: menghambat penetrasi sinar UVB, terutama di kota-kota besar
- Obesitas: prevalensi obesitas meningkat, vitamin D terperangkap di jaringan lemak
- Minimnya fortifikasi: berbeda dengan negara maju, fortifikasi makanan masih terbatas
3. Rekomendasi untuk Populasi Indonesia
- Edukasi publik: pentingnya paparan sinar matahari yang aman dan seimbang
- Skrining targeted: fokus pada kelompok berisiko tinggi (ibu hamil, lansia, anak, obesitas)
- Program suplementasi: pertimbangkan program nasional untuk populasi rentan
- Fortifikasi makanan: dorong industri untuk fortifikasi produk makanan pokok
- Integrasi dalam program MCU: masukkan pemeriksaan vitamin D dalam paket medical check-up rutin
Kesimpulan
Defisiensi vitamin D merupakan masalah kesehatan global yang memerlukan perhatian serius, termasuk di Indonesia. Guideline Endocrine Society 2024 menekankan pendekatan yang lebih terukur dengan fokus pada suplementasi empirik untuk populasi berisiko spesifik, menggantikan pendekatan skrining massal yang tidak cost-effective.
Pendekatan komprehensif yang menggabungkan edukasi, paparan sinar matahari yang aman, optimalisasi asupan diet, dan suplementasi targeted merupakan strategi terbaik untuk mencegah dan mengelola defisiensi vitamin D. Tenaga kesehatan memiliki peran krusial dalam mengidentifikasi individu berisiko, memberikan edukasi yang tepat, dan memastikan intervensi yang sesuai.
Dengan pemahaman yang lebih baik tentang peran vitamin D dalam kesehatan skeletal dan ekstraskeletal, serta implementasi strategi pencegahan dan pengelolaan yang berbasis bukti, kita dapat mengurangi beban penyakit terkait defisiensi vitamin D dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat.
Referensi Utama
- Demay MB, Pittas AG, Bikle DD, et al. Vitamin D for the Prevention of Disease: An Endocrine Society Clinical Practice Guideline. J Clin Endocrinol Metab. 2024;109(8):1907-1947.
- Egyptian Academy for Bone and Muscle Health. Vitamin D management update: evidence-based guidelines for vitamin D optimization. Egypt Rheumatol Rehabil. 2025;52:330.
- Holick MF. Revisiting Vitamin D Guidelines: A Critical Appraisal of the Literature. Endocr Pract. 2024;30(10).
- Octavius GS, et al. Vitamin D deficiency is a public health emergency among Indonesian children and adolescents: a systematic review and meta-analysis. Ann Pediatr Endocrinol Metab. 2023;28(1):39-46.
- Graafmans WC, et al. The prevalence and determinants of vitamin D deficiency in Indonesian infants at birth and six months of age. PLoS One. 2020;15(10):e0239603.
Artikel ini disusun berdasarkan literatur dan guideline terkini hingga 2024-2025. Untuk pengelolaan kasus individual, konsultasikan dengan tenaga kesehatan profesional.

Tinggalkan komentar