Setiap kali perjalanan Jogja – Bali biasanya saya menggunakan bus malam (sebenarnya karena pelit beli tiket pesawat, sekalian juga memang tidak mampu). Dan pastinya akan melewati Selat Bali menggunakan Ferry di pelabuhan Gilimanuk – Ketapang.
Biasanya penumpang berbagai bus malam akan berhamburan keluar dan naik ke atas dek Ferry (memang demikian aturan keselamatan lautnya). Terus terang, ada beberapa hal yang membuat saya tidak nyaman dengan perjalanan ini, selain mudah mabuk darat dan mabuk laut tentunya 😀
Pertama, kapal Ferry selalu tampak sangat tua dan mengkhawatirkan.
Kedua, di kabin belum tentu ada tulisan di mana pelampung dan alat keselamatan lain ditempatkan. Lha, kalau ada apa-apa ke mana harus mencari? Padahal saya tidak ahli berenang, jangankan di laut, di kolam 3 meter saja bisa terancam tenggelam.
Ketiga, ruangan padat, kursi berantakan, padahal di bus pakai sofa empuk dan nyaman.
Keempat, asap rokok di mana-mana, tidak ditertibkan, malah kios di dek penumpang menjajakan aneka rokok. Padahal di antara penumpang ada yang sensitif asap rokok seperti saya, ada ibu hamil dan bayi yang bisa terancam bahaya dari asap rokok. Saya memilih bisa malam ber-AC untuk menghindari rokok sebenarnya.
Kelima, ha ha, kenapa mereka selalu menyetel video dangdut keras-keras ya, padahal saya lebih suka musik seriosa atau country-lah setidaknya. Ah.., tapi inilah transportasi rakyat. Oke, poin yang ini saya tidak usah protes sajalah.
Keenam, saya tidak suka meninggalkan barang-barang penting di bus, keamanannya tidak terjamin. Tapi di bawa ke atas pun hanya memancing kecurigaan dan niat buruk, makanya jadi seperti buah simalakama.
Ketujuh, seandainya saya punya banyak uang, lain kali ingatkan saya menggunakan pesawat udara kelas bisnis saja 😀
Coba lihat foto kecil yang sama ambil dari kursi paling belakang kursi di dek penumpang ini.
Terkirim dari telepon Nokia E71 | http://www.legawa.com
Tinggalkan Balasan