Hari ini saya mendapatkan ketukan dari Pak Aldy melalui tulisannya yang berjudul “Hanya Satu Hari”, dan kebetulan saya membacanya, mana mungkin saya berpura-pura tak melihat – apa kata Hipocrates nanti. Saya sebenarnya tidak ingin menulis tentang tembakau hari ini, mengapa? Ya, karena hari ini adalah “Hari Tanpa Tembakau”…, ah itu alasan yang lemah untuk kemalasan dan kelelahan saya yang sulit dibedakan.
Mau tidak mau, saya harus membuka kembali surat lama dari direktur “National Institute of Drugs Abuse” saat ia menulis tentang kecanduan tembakau. Mari saya coba kutipkan surat itu…
Tobacco use kills approximately 440,000 Americans each year, with one in every five U.S. deaths the result of smoking. Smoking harms nearly every organ in the body, causes many diseases, and compromises smokers’ health in general. Nicotine, a component of tobacco, is the primary reason that tobacco is addictive, although cigarette smoke contains many other dangerous chemicals, including tar, carbon monoxide, acetaldehyde, nitrosamines, and more.
An improved overall understanding of addiction and of nicotine as an addictive drug has been instrumental in developing medications and behavioral treatments for tobacco addiction. For example, the nicotine patch and gum, now readily available at drugstores and supermarkets nationwide, have proven effective for smoking cessation when combined with behavioral therapy.
Advanced neuroimaging technologies make it possible for researchers to observe changes in brain function that result from smoking tobacco. Researchers are now also identifying genes that predispose people to tobacco addiction and predict their response to smoking cessation treatments. These findings—and many other recent research accomplishments—present unique opportunities to discover, develop, and disseminate new treatments for tobacco addiction, as well as scientifically based prevention programs to help curtail the public health burden that tobacco use represents.
We hope this Research Report will help readers understand the harmful effects of tobacco use and identify best practices for the prevention and treatment of tobacco addiction.
Tulisan di atas sudah cukup menjelaskan sebuah kompleksitas permasalah tembakau di negara adidaya seperti Amerika, dan kita bisa membayangkan sendiri seperti apa yang ada di negeri kita ini…
Lalu apa sulit berhenti untuk merokok? Ah…, saya jujur tak dapat menjawab itu, karena saya sendiri tidak memiliki pengalaman merokok, dan mungkin bersyukur tidak ada ketertarikan untuk itu.
Lihat tanaman bunga cantik di atas, ya itulah “si tembakau”… kalau melihat bunga-nya sih saya suka, karena saya memang menyukai kebun dan tanaman. Tapi inilah yang membuat berjuta-juta orang kecanduan mulai dari rokok hingga cerutu di seluruh dunia, kalau ia hanya tumbuh begitu mungkin indah, tapi setelah diproses dan tersungut, asapnya sungguh membawa banyak malapetaka (yang mungkin saya tak perlu jelaskan lagi).
Mengutip dari “Apakah Nikotin itu Candu?”, memang dengan menghisap rokok orang bisa (secara teori yang saya tahu karena tidak pernah mencobanya) menyebabkan rasa nyaman, enak, dan tenang – tidak jauh berbeda dengan mereka yang mengonsumsi narkoba walau dengan tingkatan efek yang berbeda.
Nikotin dihantarkan ke otak hanya sekitar 10 detik pasca hirupan pertama, dan memberikan efek yang didambakan oleh para perokok, sayangnya efek ini bersifat akut, alias tidak bertahan lama, sehingga perokok cenderung menghirup beberapa kali lagi untuk mendapatkan efek yang serupa – perasaan yang serupa. Lama kelamaan ini memberikan efek ketergantungan, ingin lagi… dan ingin lagi, mereka pun berusaha untuk menghindari dari terhenti dari aktivitas ini.
Jika ketergantungan telah tercipta, maka saat berhenti tiba-tiba akan memunculkan “gejala-gejala penarikan” (withdrawal symtomps), sesuatu yang dikatakan membuat perokok merasa amat tidak nyaman dan melanjutkan ketergantungannya. Gejala-gejala seperti tidak tenang, mudah tersinggung, ingin (banget) merokok, depresi, cemas, gelisah, berkurangnya perhatian (atensi) dan pengenalan (kognisi), gangguan tidur, atau kadang beralih dengan nafsu makan yang bertambah adalah hal-hal yang mengganggu yang dirasakan orang yang tiba-tiba berhenti merokok.
Gejala ini sangat cepat muncul, hanya beberapa jam setelah rokok terakhir padam, dan memikat bahkan memaksa orang menyalakan lagi puntung rokok berikutnya. Itulah mengapa dikatakan berhenti merokok sangatlah sulit.
Tapi gejala itu tidak akan membunuh (teorinya), akan memuncak untuk beberapa saat, dan mereda dalam beberapa minggu, walau banyak orang berkata bahwa masih terasa hingga beberapa bulan. Ah…, setidaknya untuk yang pernah mencoba pasti tahu gejalanya seperti apa.
Nah, karena bukan gejalanya yang membunuh namun ketidakmampuan menahan derita gejala itu dan kembali merokok, maka saya rasa belum terlambat untuk berhenti merokok. Atau bukannya saya menakut-nakuti, bayangkan diri anda terbaring di suatu rumah sakit saat hari tua, paru-paru yang sudah lemah sulit bernapas, beberapa suntikan tiap hari – karena mungkin menelan obat pun sulit, serta anak-anak yang menanti dengan cemas di samping ranjang. Jika ada hati ini untuk keluarga, saya rasa itu bukan gambaran masa depan yang diingankan, Anda pasti ingin bisa memeluk dan menggendong cucu anda bukan, memperlihatkan sepeda butut kebanggaan anda, dan bercerita pada mereka, menyemangati mereka untuk menjadi besar dan berguna, namun tidak untuk bersedih menemani Anda di deretan ranjang di rumah sakit tentu yang tidak baik bagi kesehatan anak-anak.
If you have the love, than the pain today to stop smoking is nothing much painless…
Ah…, tapi siapa saya berkata demikian, saya bukanlah orang yang merasakan kebimbangannya. Tapi ini sesuatu yang harus dipertimbangkan setiap perokok di seluruh dunia.
Bagaimana berhenti? Nah saatnya bertanya pada Om Google tentang Smoking Cessation bukan?

Tinggalkan Balasan ke Realodix Batalkan balasan