A Cahya Legawa's Les pèlerins au-dessus des nuages

  1. Pendahuluan
  2. Memahami Demam: Definisi dan Mekanisme Dasar
    1. Apa Itu Demam?
    2. Patofisiologi Demam: Peran Pirogen dan Sitokin
    3. Manfaat Adaptif Demam
  3. Fever of Unknown Origin: Teka-Teki Diagnostik yang Menantang
    1. Definisi FUO Menurut Kriteria Modern
    2. Klasifikasi FUO
    3. Pergeseran Pola Etiologi FUO di Abad ke-21
    4. Variasi Regional dan Populasi Khusus
  4. Pendekatan Diagnostik Sistematis pada FUO
    1. Anamnesis yang Menyeluruh
    2. Pemeriksaan Fisik yang Teliti
    3. Pemeriksaan Laboratorium Dasar
    4. Modalitas Pencitraan Modern
    5. Biopsi dan Pemeriksaan Histopatologi
    6. Teknologi Diagnostik Molekuler Terkini
  5. Pendekatan Bertahap dalam Manajemen FUO
    1. Strategi “Stop and Go”
    2. Terapi Empiris: Kapan dan Apa?
    3. Peran Kortikosteroid
    4. Kapan Merujuk?
  6. Prognosis dan Outcome
    1. Kasus Tidak Terdiagnosis
    2. Mortalitas
  7. Pertimbangan Biaya dan Cost-Benefit
  8. Kesimpulan
  9. Catatan Kaki
  10. Referensi

Pendahuluan

Demam merupakan salah satu keluhan paling umum yang membawa pasien mencari pertolongan medis. Dalam praktik klinis sehari-hari, demam kerap dianggap sebagai sinyal bahwa “ada sesuatu yang tidak beres” dengan tubuh seseorang. Namun demam sejatinya bukan penyakit, melainkan respons fisiologis teratur yang dikembangkan tubuh sebagai mekanisme pertahanan terhadap berbagai ancaman, mulai dari infeksi hingga peradangan¹.

Meskipun sebagian besar kasus demam dapat ditelusuri penyebabnya dengan pemeriksaan klinis yang cermat, terdapat sekelompok kasus yang menantang bahkan bagi klinisi berpengalaman sekalipun—kondisi yang dikenal sebagai Fever of Unknown Origin (FUO) atau demam yang tidak diketahui asalnya. Kondisi ini memerlukan pendekatan diagnostik yang sistematis, penggunaan teknologi medis modern, dan kesabaran luar biasa dari tim medis maupun pasien.

Memahami Demam: Definisi dan Mekanisme Dasar

Apa Itu Demam?

Secara medis, demam didefinisikan sebagai peningkatan suhu tubuh di atas rentang normal yang diatur oleh pusat termoregulasi²*¹. Batasan numerik demam bergantung pada metode pengukuran:

  • Pengukuran oral (melalui mulut): ≥37,8°C
  • Pengukuran rektal (melalui dubur): ≥38,2°C
  • Pengukuran aksila (ketiak): ≥37,2°C

Perlu dipahami bahwa suhu tubuh normal tidaklah konstan sepanjang hari. Suhu tubuh mengalami variasi diurnal²*², dengan titik terendah di pagi hari (sekitar pukul 06.00) dan tertinggi di sore hingga malam hari (sekitar pukul 16.00-20.00), dengan fluktuasi sekitar 0,5-1°C.

Patofisiologi Demam: Peran Pirogen dan Sitokin

Demam bukanlah hasil dari kegagalan sistem pengaturan suhu tubuh, melainkan respons terkoordinasi yang melibatkan sistem imun dan saraf. Berdasarkan penelitian terkini, proses terjadinya demam melibatkan beberapa tahapan kompleks³:

1. Pengenalan Patogen oleh Sistem Imun

Ketika mikroorganisme patogen seperti bakteri atau virus memasuki tubuh, sel-sel imun bawaan (makrofag, monosit, neutrofil) mengenali molekul asing melalui pattern recognition receptors (PRR)²*³ seperti *Toll-like receptors* (TLR). Molekul-molekul asing ini disebut pirogen eksogenus²*⁴, yang meliputi:

  • Lipopolisakarida (LPS) dari bakteri Gram-negatif
  • Peptidoglikan dan asam lipoteikoat dari bakteri Gram-positif
  • Komponen virus dan toksin jamur

2. Pelepasan Pirogen Endogenus

Pengenalan pirogen eksogenus memicu sel-sel imun melepaskan pirogen endogenus²⁵—molekul yang diproduksi oleh tubuh sendiri untuk menginduksi demam. Sitokin proinflamasi²⁶ yang berperan utama meliputi:

  • Interleukin-1β (IL-1β)
  • Interleukin-6 (IL-6)
  • Tumor Necrosis Factor-α (TNF-α)
  • Interferon-γ (IFN-γ)

3. Perubahan Set Point Hipotalamus

Sitokin-sitokin ini mencapai hipotalamus anterior (area preoptik), pusat pengaturan suhu tubuh di otak. Di sana, mereka menginduksi produksi prostaglandin E₂ (PGE₂)²⁷ melalui jalur enzim siklooksigenase-2 (COX-2). PGE₂ kemudian mengubah “titik patokan” (set point*) suhu tubuh ke tingkat yang lebih tinggi.

4. Mekanisme Produksi Panas

Untuk mencapai set point baru yang lebih tinggi, tubuh melakukan beberapa respons:

  • Vasokonstriksi perifer: Pembuluh darah di kulit menyempit untuk mengurangi kehilangan panas
  • Menggigil (shivering): Kontraksi otot yang menghasilkan panas
  • Perubahan perilaku: Mencari tempat hangat, mengenakan selimut
  • Peningkatan metabolisme basal: Terutama di hati dan otot

Manfaat Adaptif Demam

Demam yang moderat (38-40°C) memberikan beberapa keuntungan dalam melawan infeksi³:

  1. Memperlambat replikasi patogen: Banyak bakteri dan virus berkembang optimal pada suhu 37°C
  2. Meningkatkan aktivitas sistem imun: Fungsi limfosit T dan produksi antibodi meningkat pada suhu lebih tinggi
  3. Mengoptimalkan produksi protein fase akut: Seperti C-reactive protein (CRP) dan ferritin yang membantu respons imun

Fever of Unknown Origin: Teka-Teki Diagnostik yang Menantang

Definisi FUO Menurut Kriteria Modern

Konsep FUO pertama kali dikemukakan oleh Petersdorf dan Beeson pada tahun 1961, dengan kriteria klasik⁴:

  1. Suhu tubuh ≥38,3°C yang terdokumentasi
  2. Durasi minimal 3 minggu
  3. Tidak ada diagnosis yang diperoleh setelah 1 minggu penyelidikan di rumah sakit

Namun seiring perkembangan zaman dan kemajuan teknologi medis, kriteria ini telah dimodifikasi. Penelitian terkini menunjukkan bahwa dalam era modern dengan akses diagnostik yang lebih baik, periode “1 minggu penyelidikan rawat inap” tidak lagi relevan. Kini FUO lebih sering didefinisikan sebagai demam yang bertahan >3 minggu tanpa diagnosis yang jelas meskipun telah dilakukan pemeriksaan menyeluruh⁵.

Klasifikasi FUO

Durack dan Street (1991) mengklasifikasikan FUO menjadi empat kategori berdasarkan konteks klinis:

  1. FUO Klasik: Terjadi pada pasien dengan sistem imun normal
  2. FUO Nosokomial: Demam yang muncul setelah ≥48 jam perawatan di rumah sakit
  3. FUO Neutropenia: Pada pasien dengan jumlah neutrofil <500/mm³
  4. FUO terkait HIV: Pada pasien dengan infeksi HIV yang terkonfirmasi

Pergeseran Pola Etiologi FUO di Abad ke-21

Salah satu temuan paling menarik dari penelitian kontemporer adalah pergeseran distribusi penyebab FUO. Jika dahulu infeksi mendominasi sebagai penyebab utama (hingga 50% kasus), studi terbaru menunjukkan perubahan pola yang signifikan⁵,⁶:

Distribusi Etiologi FUO Terkini:

  • Penyakit Inflamasi Non-Infeksi (NIID): 25-39%
  • Vaskulitis (25,6% dari kelompok CVD)
  • Penyakit Still dewasa (Adult-onset Still’s Disease/AOSD)
  • Lupus Eritematosus Sistemik (LES)
  • Artritis Reumatoid (AR)
  • Giant cell arteritis
  • Penyakit Infeksi: 19-42,5%
  • Tuberkulosis ekstrapulmoner (36,8% dari kelompok infeksi)
  • Endokarditis infektif
  • Infeksi oportunistik (pada pasien immunocompromised)
  • Abses intraabdominal
  • Bruselosis⁷
  • Keganasan: 5-17%
  • Limfoma (terutama limfoma non-Hodgkin, 52,9% dari kelompok keganasan)
  • Leukemia
  • Karsinoma sel ginjal
  • Karsinoma hepatoseluler
  • Lain-lain (Miscellaneous): 12-15%
  • Tiroiditis subakut (25% dari kategori miscellaneous)
  • Reaksi obat/demam karena obat
  • Deep vein thrombosis dan emboli paru
  • Sarkoidosis
  • Inflammatory bowel disease
  • Demam faktisial (factitious fever)
  • Tidak terdiagnosis (Undiagnosed): 13-17%

Pergeseran ini mencerminkan beberapa faktor: kemajuan diagnostik yang memungkinkan deteksi dini penyakit infeksi, peningkatan kesadaran terhadap penyakit autoimun, dan perubahan demografi pasien di negara-negara dengan pendapatan tinggi⁵.

Variasi Regional dan Populasi Khusus

1. Perbedaan Geografis

Pola etiologi FUO sangat dipengaruhi oleh faktor geografis dan sosioekonomi. Di negara-negara tropis dan berkembang, infeksi (terutama tuberkulosis dan demam tifoid) tetap menjadi penyebab dominan. Sementara di negara maju, penyakit inflamasi non-infeksi dan keganasan lebih sering dijumpai⁵.

2. FUO pada Pasien dengan HIV

Studi terbaru⁶ menunjukkan bahwa pada populasi dengan HIV:

  • Tidak ditemukan kasus penyakit jaringan ikat (CVD)
  • Infeksi mendominasi (46%)
  • Keganasan lebih tinggi (38%)
  • Infeksi oportunistik seperti TB, sitomegalovirus, dan mikosis sistemik sering dijumpai

3. FUO pada Anak

Penelitian pediatrik terkini⁸ mengungkap beberapa poin penting:

  • Penyakit infeksi (42,5%) dan inflamasi (19,5%) paling sering
  • 17,2% kasus tetap tidak terdiagnosis namun mengalami resolusi spontan dengan prognosis baik
  • Durasi demam >2 minggu dikombinasi dengan kadar ferritin ≥875 μg/L merupakan prediktor kuat penyebab non-infeksi
  • Defisiensi imun primer ditemukan pada proporsi bermakna, terutama di populasi dengan tingkat konsanguinitas tinggi

Pendekatan Diagnostik Sistematis pada FUO

Menghadapi pasien dengan FUO memerlukan pendekatan yang metodis dan komprehensif. Klinisi harus bersiap untuk “memulai dari awal” bahkan jika pasien telah menjalani berbagai pemeriksaan sebelumnya.

Anamnesis yang Menyeluruh

Penggalian riwayat penyakit harus mencakup aspek-aspek berikut:

1. Karakteristik Demam

  • Pola demam: Kontinyu, intermiten, atau remitten
  • Waktu onset: Kapan demam mulai, apakah ada pemicu
  • Tinggi demam: Suhu maksimal yang tercatat
  • Respons terhadap antipiretik: Apakah demam turun dengan parasetamol/ibuprofen

Perlu dicatat bahwa pola demam klasik (seperti pola tertiana pada malaria) kini kurang dapat diandalkan untuk diagnosis spesifik, namun dapat memberikan petunjuk awal.

2. Gejala Sistemik dan Fokal

  • Penurunan berat badan: Indikator penting untuk keganasan atau TB kronis
  • Keringat malam: Sering pada limfoma, TB, endokarditis
  • Nyeri fokal: Kepala, sendi, perut, tulang—membantu melokalisir sumber
  • Ruam kulit: Dapat menunjukkan vaskulitis, penyakit Still, atau infeksi sistemik
  • Mialgia/artralgia: Mengarah ke penyakit reumatologis
  • Gejala gastrointestinal: Diare, steatorea, nyeri perut

3. Riwayat Medis Terdahulu

  • Penyakit kronis: Diabetes, sirosis, penyakit jantung struktural
  • Riwayat keganasan
  • Penyakit autoimun yang pernah didiagnosis
  • Operasi atau prosedur invasif baru-baru ini
  • Pemasangan alat medis: Kateter vena sentral, pacemaker, protesa sendi

4. Riwayat Pengobatan

Beberapa obat dapat menginduksi demam melalui mekanisme hipersensitivitas atau efek langsung pada termoregulasi:

  • Antibiotik: Beta-laktam, sulfonamid
  • Antikonvulsan: Fenitoin, karbamazepin
  • Obat kardiovaskular: Prokainamid, kuinidin
  • Obat psikotropika: Neuroleptik (dapat menyebabkan sindrom neuroleptik maligna)
  • Obat peningkat metabolisme: Amfetamin, kokain, MDMA (ekstasi)
  • Imunomodulator: Interferon, amfoterisin B

5. Riwayat Sosial dan Paparan

  • Pekerjaan: Paparan bahan kimia, hewan, atau lingkungan berisiko
  • Perjalanan: Ke daerah endemis malaria, demam dengue, atau penyakit tropis lainnya
  • Perilaku seksual: Risiko HIV, sifilis, hepatitis
  • Penggunaan NAPZA: Terutama jarum suntik bergantian
  • Kontak dengan penderita TB atau penyakit menular lain
  • Paparan vektor: Gigitan nyamuk, kutu, atau hewan lain
  • Konsumsi makanan: Produk susu yang tidak dipasteurisasi (bruselosis), daging mentah (toksoplasmosis)

6. Riwayat Keluarga

  • Penyakit herediter: Familial Mediterranean Fever (FMF), sindrom demam periodik lainnya
  • Penyakit autoimun: Pada kerabat tingkat pertama
  • Keganasan familial

Pemeriksaan Fisik yang Teliti

Pemeriksaan fisik pada pasien FUO harus dilakukan secara menyeluruh dan berulang, karena temuan dapat berubah seiring waktu:

1. Penampilan Umum

  • Kakeksia: Mengarah ke keganasan atau TB kronik
  • Ikterus: Menunjukkan keterlibatan hepar atau hemolisis
  • Pucat: Anemia akibat keganasan hematologi atau penyakit kronis

2. Kulit dan Selaput Lendir

  • Ruam: Pola, distribusi, dan karakteristik (makular, papular, petekial)
  • Nodul subkutan: Dapat dijumpai pada vaskulitis nodosa, eritema nodosum
  • Tanda endokarditis:
  • Nodul Osler: Nodul eritematosa nyeri di ujung jari
  • Lesi Janeway: Makula hemoragik di telapak tangan/kaki
  • Petekiae: Perdarahan kecil di konjungtiva atau kulit
  • Splinter hemorrhage: Perdarahan linier di bawah kuku
  • Ulserasi oral: Penyakit Behçet, lupus

3. Kelenjar Getah Bening

Palpasi sistematis seluruh rantai kelenjar getah bening:

  • Limfadenopati lokal: Karakteristik cat-scratch disease, infeksi lokal
  • Limfadenopati generalisata: Limfoma, leukemia, HIV, sarkoidosis

Perhatikan ukuran, konsistensi (kenyal vs keras), mobilitas, dan nyeri tekan.

4. Pemeriksaan Kepala dan Leher

  • Mata: Uveitis (sarkoidosis, penyakit Behçet), ikterus sklera
  • Sinus: Nyeri tekan (sinusitis kronis)
  • Gigi: Perkusi untuk mendeteksi abses dental
  • Tiroid: Pembesaran dan nyeri tekan (tiroiditis subakut)

5. Jantung

  • Murmur jantung: Terutama yang baru atau berubah—endokarditis
  • Friction rub: Perikarditis (lupus, uremia, TB)

6. Paru

  • Ronki: Pneumonia atipikal, TB milier
  • Efusi pleura: Perkusi dan auskultasi

7. Abdomen

  • Hepatomegali/splenomegali: Keganasan hematologi, endokarditis, abses
  • Nyeri tekan: Lokalisasi sumber intraabdominal
  • Massa: Limfoma, karsinoma

8. Muskuloskeletal

  • Artritis: Pemeriksaan semua sendi besar dan kecil
  • Nyeri tekan tulang: Osteomielitis, keganasan tulang
  • Nyeri tekan vertebra: Abses epidural, spondilodiskitis TB

9. Neurologi

  • Tanda meningeal: Meningitis TB, kriptokokus (pada HIV)
  • Defisit fokal: Abses serebral, vaskulitis SSP

10. Pemeriksaan Pelvis dan Rektal

  • Pemeriksaan ginekologi: Pelvic inflammatory disease
  • Pemeriksaan prostat: Prostatitis kronik
  • Pemeriksaan rektal: Massa, abses perianal

Pemeriksaan Laboratorium Dasar

1. Hematologi

  • Darah lengkap dengan hitung jenis:
  • Leukositosis: Infeksi bakteri, keganasan hematologi
  • Leukopenia: Infeksi virus, demam tifoid, lupus
  • Anemia: Penyakit kronik, keganasan, hemolisis
  • Trombositopenia: Lupus, dengue, sepsis
  • Eosinofilia: Parasit, vaskulitis eosinofilik
  • Laju Endap Darah (LED) dan C-Reactive Protein (CRP):
  • CRP ≥140 mg/L: Prediktor independen keganasan⁶
  • LED sangat tinggi (>100 mm/jam): Giant cell arteritis, mieloma multipel
  • Feritin:
  • ≥875 μg/L: Prediktor penyebab non-infeksi pada anak⁸
  • Sangat tinggi: Penyakit Still dewasa, sindrom hemofagositik

2. Kimia Klinik

  • Fungsi hati: Hepatitis, abses hepar, infiltrasi keganasan
  • Fungsi ginjal: Vaskulitis, lupus nefritis
  • Laktat dehidrogenase (LDH): Meningkat pada limfoma, hemolisis
  • Asam urat: Keganasan hematologi, penyakit Still

3. Mikrobiologi

  • Kultur darah (minimal 3 set dari vena berbeda):
  • Inkubasi diperpanjang untuk mikroorganisme fastidious (Brucella, Bartonella)
  • Urinalisis dan kultur urin: Infeksi saluran kemih
  • Kultur sputum: TB pulmonal
  • Serologi: HIV, hepatitis B/C, Brucella, Salmonella typhi (Widal)

4. Imunologi dan Serologi

  • Antinuclear antibody (ANA): Lupus, penyakit jaringan ikat
  • Anti-dsDNA, anti-Sm: Spesifik untuk lupus
  • Rheumatoid factor (RF), anti-CCP: Artritis reumatoid
  • ANCA (anti-neutrophil cytoplasmic antibody): Vaskulitis
  • Komplemen (C3, C4): Konsumsi pada lupus aktif

5. Uji Tuberkulin

  • Tuberculin Skin Test (TST) atau Interferon-Gamma Release Assay (IGRA)
  • Perlu diingat bahwa pada imunosupresi berat, hasil dapat negatif palsu

Modalitas Pencitraan Modern

Kemajuan teknologi pencitraan telah merevolusi pendekatan diagnostik FUO. Studi menunjukkan bahwa pemeriksaan pencitraan memiliki diagnostic yield yang tinggi, terutama pada kasus dengan petunjuk diagnostik yang samar.

1. PET/CT dengan ¹⁸F-FDG

Positron Emission Tomography-Computed Tomography dengan fluorodeoxyglucose (FDG) telah menjadi modalitas pencitraan pilihan dalam evaluasi FUO⁵,⁶,⁹:

Keunggulan:

  • Sensitivitas tinggi untuk mendeteksi infeksi, inflamasi, dan keganasan
  • Whole-body imaging: Dapat mendeteksi lesi di lokasi tidak terduga
  • Diagnostic yield tertinggi dibanding modalitas lain, terutama untuk infeksi dan keganasan (p=0,004)⁶

Aplikasi Klinis:

  • Diagnosis penyakit Still dewasa: Pola uptake khas di sumsum tulang, limpa, dan hati⁹
  • Vaskulitis pembuluh besar: Uptake di dinding aorta dan cabang-cabangnya
  • Limfoma: Identifikasi distribusi dan staging
  • Infeksi fokus tersembunyi: Abses, osteomielitis, spondilodiskitis

Limitasi:

  • Spesifisitas terbatas: FDG terakumulasi pada semua proses inflamasi
  • Biaya tinggi
  • Tidak tersedia di semua fasilitas
  • Kontraindikasi pada kehamilan
  • Dapat memberikan hasil positif palsu pada kondisi fisiologis (otot, sistem kemih)

2. CT Scan dengan Kontras

  • CT toraks-abdomen-pelvis: Untuk mendeteksi limfadenopati, massa, abses
  • CT Sinus: Sinusitis kronik, aspergilosis invasif
  • Sensitivitas khusus tinggi pada pasien pasca-bedah torakoabdominal

3. MRI

  • MRI kepala dan tulang belakang: Abses serebral, meningitis TB, spondilodiskitis
  • MRI jantung: Endokarditis, miokarditis
  • Resolusi jaringan lunak superior dibanding CT

4. Ekokardiografi

  • Transthoracic echocardiography (TTE): Skrining awal endokarditis
  • Transesophageal echocardiography (TEE): Lebih sensitif untuk vegetasi kecil dan abses katup

5. USG

  • USG abdomen: Abses hepar/limpa, kolesistitis akalkulus, hidronefrosis
  • USG doppler: Deep vein thrombosis
  • Keunggulan: Non-invasif, tanpa radiasi, dapat dilakukan di samping tempat tidur

Biopsi dan Pemeriksaan Histopatologi

Dalam banyak kasus FUO, diagnosis definitif memerlukan pemeriksaan jaringan:

1. Biopsi Kelenjar Getah Bening

  • Eksisi lengkap lebih disukai daripada FNA untuk evaluasi arsitektur
  • Untuk diagnosis limfoma, TB nodal, sarkoidosis, cat-scratch disease

2. Biopsi Sumsum Tulang

  • Keganasan hematologi: Leukemia, limfoma, mieloma
  • Granuloma: TB milier, bruselosis, histoplasmosis
  • Kultur sumsum tulang lebih sensitif daripada kultur darah untuk beberapa organisme (Brucella, mikobakteri)

3. Biopsi Hepar

  • TB hepar, granuloma sarkoidosis
  • Infiltrasi keganasan
  • Abses mikroskopis

4. Biopsi Arteri Temporal

  • Giant cell arteritis—indikasi pada pasien >50 tahun dengan LED sangat tinggi
  • Harus dilakukan bilateral jika hasil unilateral negatif

5. Biopsi Kulit

  • Vaskulitis kutaneus
  • Sweet syndrome (dalam konteks keganasan hematologi)
  • Paniculitis

Teknologi Diagnostik Molekuler Terkini

Revolusi dalam biologi molekuler telah membawa teknik diagnostik baru yang menjanjikan untuk FUO:

1. Next-Generation Sequencing (NGS)

Metagenomic NGS memungkinkan identifikasi patogen tanpa kultivasi:

  • Deteksi mikroorganisme fastidious atau tidak dapat dikultur
  • Identifikasi ko-infeksi
  • Aplikasi pada cairan steril (darah, CSF) dan jaringan biopsi

Keterbatasan:

  • Biaya sangat tinggi
  • Interpretasi hasil kompleks (kontaminasi vs patogen sejati)
  • Turnaround time masih relatif lama
  • Belum tersedia luas di Indonesia

2. Multiplex PCR

  • Deteksi cepat panel patogen respiratori (termasuk SARS-CoV-2)
  • Panel septikemia
  • Meningkatkan sensitivitas dan mempercepat diagnosis

3. Uji Berbasis Sitokin

Penelitian terkini⁵ menunjukkan bahwa deteksi kompleks IL-1β/DNA dapat membantu membedakan inflamasi steril dari infeksi—pendekatan yang sangat menjanjikan untuk meningkatkan akurasi diagnosis.

Algoritme
Sumber: Santana, Leonardo & Rodrigues, Mateus & Silva, Marylice & Brito, Rodrigo & Nicacio, Jandir & Duarte, Rita & Gomes, Orlando. (2019). Fever of unknown origin – a literature review. Revista da Associação Médica Brasileira. 65. 1109-1115. 10.1590/1806-9282.65.8.1109.

Pendekatan Bertahap dalam Manajemen FUO

Strategi “Stop and Go”

Tidak semua pasien FUO memerlukan investigasi agresif segera. Pendekatan bertahap (stepwise approach) yang rasional meliputi:

1. Fase Observasi (untuk FUO dengan kondisi stabil)

  • Monitor suhu secara teratur
  • Ulangi anamnesis dan pemeriksaan fisik berkala
  • Pemeriksaan laboratorium dasar serial
  • Pada beberapa kasus, terutama anak dengan kondisi stabil, observasi tanpa intervensi dapat mengungkap diagnosis atau bahkan resolusi spontan⁸

2. Fase Investigasi Menengah

  • Pencitraan non-invasif: CT scan, MRI
  • Serologi dan kultur lanjutan
  • Evaluasi spesialis sesuai petunjuk klinis

3. Fase Investigasi Lanjut

  • PET/CT
  • Biopsi jaringan
  • NGS atau uji molekuler lanjutan

Terapi Empiris: Kapan dan Apa?

Terapi empiris pada FUO adalah pedang bermata dua. Di satu sisi, dapat menyelamatkan nyawa jika infeksi berat yang mendasari; di sisi lain, dapat mengaburkan diagnosis.

Indikasi Terapi Empiris:

  1. Instabilitas hemodinamik: Sepsis berat, syok septik
  2. Imunosupresi berat: Neutropenia, HIV dengan CD4 <50/mm³
  3. Kecurigaan kuat infeksi mengancam nyawa: Meningitis, endokarditis

Terapi Empiris Anti-Tuberkulosis:

Di Indonesia dan negara dengan beban TB tinggi, uji terapi anti-TB dapat dipertimbangkan pada:

  • TST/IGRA positif
  • Gejala sugestif TB (batuk kronik, keringat malam, penurunan berat badan)
  • Riwayat kontak TB
  • Temuan radiologis sugestif

Namun perlu dipahami bahwa respons terhadap terapi anti-TB tidak selalu konfirmasi diagnosis, mengingat banyak penyakit dapat membaik dengan isoniazid (yang memiliki efek antiinflamasi).

Peran Kortikosteroid

Pada kasus dengan kecurigaan kuat penyakit inflamasi non-infeksi (seperti penyakit Still, vaskulitis, atau lupus) namun biopsi tidak feasible, uji terapi kortikosteroid dapat dipertimbangkan—tetapi hanya setelah infeksi disingkirkan secara menyeluruh.

Kapan Merujuk?

Dokter umum atau internist umum sebaiknya merujuk pasien FUO ke subspesialis bila:

  1. Diagnosis tetap tidak jelas setelah pemeriksaan standar
  2. Kecurigaan kuat penyakit spesifik yang memerlukan keahlian khusus:
  • Penyakit Infeksi: Ke ahli penyakit tropik dan infeksi
  • Reumatologi: Vaskulitis, penyakit jaringan ikat
  • Hematologi-Onkologi: Keganasan hematologi
  • Kardiologi: Endokarditis
  1. Memerlukan prosedur invasif kompleks
  2. Memerlukan akses ke teknologi diagnostik canggih (PET/CT, NGS)

Prognosis dan Outcome

Kasus Tidak Terdiagnosis

Meskipun kemajuan diagnostik, 13-17% kasus FUO tetap tidak terdiagnosis⁵,⁶. Namun penelitian follow-up jangka panjang memberikan temuan yang menggembirakan:

  • Sebagian besar kasus tidak terdiagnosis mengalami resolusi spontan
  • Prognosis umumnya baik tanpa kekambuhan
  • Hanya sebagian kecil yang akhirnya terdiagnosis dengan penyakit serius pada follow-up

Hal ini menunjukkan bahwa tidak semua demam berkepanjangan memerlukan diagnosis definitif, dan observasi cermat dengan watchful waiting dapat menjadi strategi yang valid.

Mortalitas

Mortalitas FUO sangat bergantung pada etiologi yang mendasari⁶:

  • Keganasan: Mortalitas tertinggi (7 dari 17 pasien keganasan meninggal dalam satu studi)
  • Infeksi: Mortalitas rendah jika diterapi adekuat
  • Penyakit autoimun: Umumnya baik dengan imunosupresi
  • Tidak terdiagnosis: Mortalitas sangat rendah

Pertimbangan Biaya dan Cost-Benefit

Evaluasi FUO dapat sangat mahal, terutama dengan pemeriksaan canggih seperti PET/CT dan NGS. Klinisi harus mempertimbangkan cost-benefit ratio setiap pemeriksaan:

  1. Pemeriksaan berstrata: Mulai dari yang murah dan non-invasif
  2. Guided by clues: Gunakan petunjuk diagnostik untuk mengarahkan pemeriksaan lanjutan
  3. Diskusi dengan pasien: Transparansi tentang biaya dan manfaat potensial
  4. Pertimbangan lokal: Prevalensi penyakit di Indonesia (TB tinggi, penyakit autoimun relatif lebih jarang)

Kesimpulan

Demam yang tidak diketahui asalnya tetap menjadi tantangan diagnostik yang menuntut kesabaran, ketekunan, dan pendekatan sistematis. Perkembangan teknologi medis modern—mulai dari PET/CT hingga next-generation sequencing—telah membuka jendela baru dalam memecahkan teka-teki FUO. Namun, anamnesis yang teliti dan pemeriksaan fisik yang cermat tetap menjadi fondasi yang tak tergantikan.

Pergeseran pola etiologi dari dominasi infeksi ke penyakit inflamasi non-infeksi di negara maju mengingatkan kita bahwa “kuda zebra” (zebra, penyakit langka) kadang memang ada, tidak selalu “kuda biasa” (common things occur commonly). Namun di Indonesia, dengan beban TB yang masih tinggi, “kuda biasa” tetap harus disingkirkan terlebih dahulu.

Yang terpenting, klinisi harus mengingat bahwa tidak semua FUO memerlukan diagnosis definitif dalam waktu singkat. Pada kasus-kasus tertentu, strategi watchful waiting dengan observasi cermat dapat menjadi pendekatan yang bijaksana, mengingat banyak kasus mengalami resolusi spontan dengan prognosis yang baik.


Catatan Kaki

¹ Fever atau demam
² Set point atau titik patokan
³ Pattern recognition receptors (PRR) atau reseptor pengenal pola
Pyrogen eksogenus atau pirogen yang berasal dari luar tubuh
Pyrogen endogenus atau pirogen yang diproduksi tubuh sendiri
Sitokin proinflamasi atau molekul pembawa sinyal yang memicu inflamasi
Prostaglandin E₂ (PGE₂) atau prostaglandin tipe E2, mediator demam utama
Shivering atau menggigil
Watchful waiting atau observasi cermat tanpa intervensi aktif
¹⁰ Diagnostic yield atau hasil diagnostik atau kemampuan suatu tes menghasilkan diagnosis


Referensi

Berdasarkan publikasi dari PubMed:

  1. Bianchi M, Costa M, Cardinale F, et al. Optimizing pharmacological management of the febrile child. Expert Opin Pharmacother. 2025. DOI: 10.1080/14656566.2025.2592793
  2. Antoniadou C, Gavriilidis E, Chatzopoulos P, et al. Fever and inflammation of unknown origin in the 21st century. Eur J Intern Med. 2025;142:106443. DOI: 10.1016/j.ejim.2025.106443
  3. Santacroce L, Colella M, Charitos IA, et al. Microbial and Host Metabolites at the Backstage of Fever: Current Knowledge about the Co-Ordinate Action of Receptors and Molecules Underlying Pathophysiology and Clinical Implications. Metabolites. 2023;13(3):461. DOI: 10.3390/metabo13030461
  4. Petersdorf RG, Beeson PB. Fever of unexplained origin: report on 100 cases. Medicine (Baltimore). 1961;40:1-30.
  5. Durack DT, Street AC. Fever of unknown origin—reexamined and redefined. Curr Clin Top Infect Dis. 1991;11:35-51.
  6. Kaya MS, Kaya SY, Karaali R, et al. Fever of unknown origin (FUO): a 7-year clinical experience, etiological distribution, and diagnostic approaches. BMC Infect Dis. 2025;25(1):1629. DOI: 10.1186/s12879-025-11979-z
  7. Gaikwad S, Joshi H, Chavda P, et al. Necrotizing pancreatitis associated with acute brucellosis: A rare clinical observation. IDCases. 2025;42:e02411. DOI: 10.1016/j.idcr.2025.e02411
  8. Önal P, Sever GA, Eren BA, et al. Diagnostic Challenges in Pediatric Fever of Unknown Origin: Combined Role of Ferritin and Fever Duration. Children (Basel). 2025;12(11):1493. DOI: 10.3390/children12111493
  9. Cajamarca-Baron J, Castañeda-Gonzalez JP, Acelas-Gonzalez GE, et al. Utilization of PET in diagnosing adult-onset Still’s disease: a systematic review. Nucl Med Commun. 2025;46(11):1020-1028. DOI: 10.1097/MNM.0000000000002039
  10. Wang Z, Tian Y, Liu J, et al. Hierarchical classification for differential diagnosis of fever of unknown origin: A multi-task learning approach with self-adaptive representation sharing. Artif Intell Med. 2025;171:103298. DOI: 10.1016/j.artmed.2025.103298
  11. O’Grady NP, Alexander E, Alhazzani W, et al. Society of Critical Care Medicine and the Infectious Diseases Society of America guidelines for evaluating new fever in adult patients in the ICU. Crit Care Med. 2023;51(11):1570-1586.

Catatan: Artikel ini ditulis untuk tujuan edukasi dan tidak menggantikan konsultasi medis profesional. Pembaca yang mengalami demam berkepanjangan sebaiknya segera berkonsultasi dengan dokter.

Commenting 101: “Be kind, and respect each other” // Bersikaplah baik, dan saling menghormati (Indonesian) // Soyez gentils et respectez-vous les uns les autres (French) // Sean amables y respétense mutuamente (Spanish) // 待人友善,互相尊重 (Chinese) // كونوا لطفاء واحترموا بعضكم البعض (Arabic) // Будьте добры и уважайте друг друга (Russian) // Seid freundlich und respektiert einander (German) // 親切にし、お互いを尊重し合いましょう (Japanese) // दयालु बनें, और एक दूसरे का सम्मान करें (Hindi) // Siate gentili e rispettatevi a vicenda (Italian)

2 tanggapan

  1. aldy Avatar
    aldy

    Umumnya, orang memang akan mengatakan demam atau meriang jika suhu tubuh naik. Dan tanpa ba-bi-bu langsung minum obat demam. 😀

    Suka

    1. Cahya Avatar

      Pak Aldy,
      Sebenarnya sih kalau sudah mengganggu sekali, minum obat penurun panas (obat demam) memang langkah yang tepat. Tapi kalau penyebabnya adalah sesuatu yang mungkin tidak bisa hilang begitu saja, maka kadang demam akan berlanjut terus walau sudah mendapatkan obat penurun panas.

      Suka

Tinggalkan komentar