A Cahya Legawa's Les pèlerins au-dessus des nuages

Pagi ini kesadaran mulai dipangku dalam rangkaian suara-suara khas antara alam di luar sana yang mulai paduan suara mereka dengan decitan besi-besi tua yang menyangga ranjangku. Dalam naungan lelah yang tak terjelaskan, aku bisa merasakan napasku yang mengalir seolah hendak menggapai tetes tetes energi yang bertebaran di udara.

Suara langkah kaki yang melintas di tepian pagi terdengar memanggil kesadaranku untuk bangkit dari pangkuan kalbunya sendiri. Namun rasa nirdaya membalut setiap hembusan napas dan menenggelamkan sukma ke dalam relung yang tak tersentuh hangatnya cahaya pagi.

Rasanya membuatku teringat sebuah mimpi tua tentang kelimah bercahaya yang menelusur gulita dengan tenangnya. Kuperhatikan bahkan ia sempat berlempar gurau dengan pekat ketidaktahuannya bahwa di luar sana mungkin ada dunia berlimpah cahaya. Ingin kutanya mengapa ia tak hendak keluar dari penjara gelap ini, tapi kurasa anganku itu telah mengetuk pintu jawabnya yang tak pernah berkata-kata.

“Akulah cahaya, dan diriku cukup untuk menemaniku dalam kehidupan baik yang benderang maupun gulita. Jika aku mulai berpikir bahwa aku tak cukup untuk dunia yang gelap ini, maka lautan cahayapun tak bisa membantuku untuk memahami kegelapan di dalam diriku.”

Kurasa itu laksana membelah kabut dan membentur cermin alam dalam kegelapan. Aku mungkin bermimpi terbaring dalam istana dan begeri yang hingga setiap bata yang membangun rumah-rumah dan jalanannya juga berbalut cahaya. Namun justru terperosok ke dalam gulita yang tak pernah kupahami.

Ah ya, terkadang kehidupan bukan untuk dipahami atau sekadar diketahui dan dimengerti. Aku sering kali lupa mengapa aku tidak menyerah saja pada kehidupan ini, ketika aku telah kehilangan segalanya yang kuanggap berarti. Aku lupa betapa aku mencintai kehidupan, sebuah rasa tak tergambarkan yang melahirkan ‘pemahaman’ akan kehidupan yang bahkan tak dapat dijangkau pikiranku.

Karena engkau adalah cinta, engkau tak akan perlu jalan-jalan dari bata bercahaya untuk dapat terlelap dalam istina bergemilang cahaya. Karena gelapnya langit malam akan cukup membuatmu terlelap dalam kedamaian yang tak terjamah.

Commenting 101: “Be kind, and respect each other” // Bersikaplah baik, dan saling menghormati (Indonesian) // Soyez gentils et respectez-vous les uns les autres (French) // Sean amables y respétense mutuamente (Spanish) // 待人友善,互相尊重 (Chinese) // كونوا لطفاء واحترموا بعضكم البعض (Arabic) // Будьте добры и уважайте друг друга (Russian) // Seid freundlich und respektiert einander (German) // 親切にし、お互いを尊重し合いましょう (Japanese) // दयालु बनें, और एक दूसरे का सम्मान करें (Hindi) // Siate gentili e rispettatevi a vicenda (Italian)

4 tanggapan

  1. Handayaningrum Avatar

    keren ni cah, sangking kerennya aku jadi ndak bisa kasih komen 😀

    Suka

  2. anang nurcahyo Avatar

    masing2 orang punya persepsi sendiri tentang cinta. karena cinta itu adalah persepsi

    Suka

  3. gaya Avatar
    gaya

    jadi yang sebenernya kita butuhkan adalah mencintai kehidupan ya kak 🙂

    Suka

    1. Cahya Avatar

      Gaya,
      I think we don’t ‘need to be’ in love with life, we just love it – simply like that :).

      Suka

Tinggalkan komentar