Yogyakarta semenjak kemarin sore diguyur hujan lebat dengan puluhan rangkaian petir di langit, semuanya gelap, dan saya merebahkan diri di dalam kamar yang gelap. Saya merasa ide saya untuk melihat bulan malam ini akan sia-sia. Entah berapa lama sore itu saya terlelap, dan terbangun cukup malam karena lambung saya mulai merintih. Seperti hewan nokturnal yang berburu makan di malam hari, langkah kaki saya terseok di antara jalanan pedusunan yang masih cukup basah, sementara langit masih begitu gelap dan pekat, meski saya dapat melihat bayang-bayang rembulan di antara awan-awan yang tampak tak bercelah.
Anda mungkin bertanya-tanya, mengapa saya menunggu malam ini? Ah, tentu saja karena malam ini adalah malam bulan purnama ketika bulan akan berjarak paling dekat dengan bumi dalam 18 tahun terakhir, itu berarti terjadi di masa lampau ketika saya masih duduk di bangku sekolah dasar.
Saya suka memandang rembulan, jadi saya tidak ingin melewatkan malam ini – melewatkan supermoon yang istimewa. Bahkan, saya sudah menyiapkan kamera saku saya (yang menurut narablog Dani Iswara, itu tidak akan muat di saku manapun), dan berlatih mengambil gambar rembulan sejak beberapa malam sebelumnya.
Lalu tiba-tiba hujan turun dan seakan-akan membuat semua euforia itu menghilang. Saya melepas jenuh pikiran saya dengan membaca “Bamboo Blade”, dan sedikit terpingkal. Tampaknya juga siaran dokumenter Appocalypse di Metro TV tidak berlanjut malam minggu ini, dan saya rasa bisa mengerti maksudnya, namun acara-acara selanjutnya juga menarik.
Ketika jam menunjukkan hampir pukul empat pagi, saya merasakan ada sesuatu yang menarik perhatian saya. Lalu saya berlari ke luar, dan…
Viola! saya berjingkrak, rupanya langit cukup cerah dini hari ini (ah, sebenarnya sih sudah mendekati subuh). Dan rembulan tampak begitu cantik hanya dengan sedikit awan di antaranya. Saya mencoba bersandar di antara beberapa pilar sambil terduduk, karena saya tahu, tangan-tangan saya tidak akan kuat untuk membidik sasaran di angkasa dengan akurat. Lagi pula saya sangat menikmati memandang rembulan lebih “dekat”, meski dari balik lensa, rasanya euforia itu kembali dengan alaminya.
Saya jadi teringat, lebih dari sepuluh tahun lalu, saat awal memulai manuskrip saya. Rembulan adalah salah satu yang mengilhami saya selain sebuah kartu pos dari Selandia Baru dan alunan album Before You Were Born yang berisi karya-karya Mozart.
Lega rasanya saya tidak sampai terlelap, memandang rembulan seperti ini memberikan kesejukan tersendiri. Ha ha…, saya hanya berharap tidak ada manusia serigala yang tiba-tiba muncul. Berharap ada secangkir kopi, tapi saya rasa itu tidak baik untuk kesehatan saya, pemandangan ini sudah mencukupi. Karena alam telah memberikan lukisan terindah yang tersedia sepanjang kehidupan saya tanpa menghadirkan kejemuan di antaranya.
Anda bisa membaca tentang supermoon ini dalam artikel National Geographic yang berjudul: “Supermoon” Tonight: Biggest Full Moon in 18 Years, atau dari artikel oleh Richard Nolle yang menyatakan sebagai penulis dan pencetus terminologi supermoon sekitar 30 tahun yang lalu melalui tulisannya, “Supermoon: What It Is, What It Means“. Saya hanya dapat mengambil gambar hingga pembesaran optis kamera saku saya habis, karena digital zoom tampaknya tidak memberikan gambar yang baik, apalagi jika tangan pemegang kameranya selalu bergoyang tak menentu. Saya rasa gambar-gambar yang saya ambil, akan jadi sisipan tersendiri dalam album saya.
Update: Hoax Supermoon
Menjelang siang ada banyak sekali gambar-gambar supermoon betebaran di Internet, saya tidak yakin semuanya adalah gambar yang benar dari penampakan supermoon itu sendiri. Beberapa mengatakan bahwa supermoon itu terlalu besar untuk menjadi nyata. Beberapa foto mungkin adalah hoax yang menyebar di Internet, hasilan penyuntingan pencitraan dari beberapa jenis peranti lunak yang memungkinan untuk itu. Tapi beberapa yang lainnya cukup nyata. Anda hanya perlu teknik yang tepat untuk mengambil gambar, dan tentu saja ketika perigee bulan membuatnya terbit di cakrawala di mana permainan ilusi bulan yang misterius dimulai. Coba perhatikan gambar ini:

Gambar tersebut adalah salah satu ilusi bulan yang tertangkap dengan baik. Meskipun saat ini belum ada teori memuaskan (yang memastikan penyebab terbentuknya) tentang paradoks ukuran-jarak yang diperlihatkan oleh ilusi ini, tapi bukan berarti tidak mungkin mengambil gambar bulan tampak sebesar itu. Anda bisa menemukan banyak informasi tentang ilusi bulan, seperti di salah satu tulisan berjudul “The Moon Illusion, An Unsolved Mystery“.
Tinggalkan Balasan