Mencicipi Dekstop dengan Natty Narwhal

Seperti yang kita ketahui Natty Narwhal sudah mendekati momentum rilisnya di ini (sebenarnya saya sendiri tidak tahu kapan persisnya versi penuh akan dirilis), jadi saya mencoba mencicipi versi awalnya sebelum di lepas ke pasaran.

Kali ini saya menggunakan PC anyar untuk mencobanya, hanya saja saya memilih PC yang bertipe low-end karena memang digunakan untuk pengganti notebook lawas saya. Menggunakan prosesor Intel Core 2 Duo E7500 (@ 2,93 GHz) dan memori 2 GB DDR3. Saya rasa akan cukup untuk menggunakan Natty Narwhal.

Natty Narwhal

Saya mengunduh langsung dari situs resmi Ubuntu untuk mendapatkan berkas instalasi Natty Narwhal (Ubuntu 11.04 beta 2) seri 32-bit. Setidaknya dua hingga 3 jam cukup-lah untuk mendapatkan berkas instalasinya.

Permasalahannya sekarang adalah, saya tidak suka merakit PC. Sewaktu kecil saya suka membongkar radio tua, tapi selalu angkat bendera putih jika mesti memasangnya kembali. Untungnya kali ini pemasangannya tidak terlalu rumit.

Menyiapkan CPU

Sudah lama saya tidak mencium aroma PC, tapi melihat banyak kabel tetap saja menjadi aneh rasanya.

Pemasangan Natty Narwhal memerlukan waktu sekitar 30 menit. Saya memilih menggunakan pelokalan dalam bahasa Indonesia, karena itu membuat saya merasa lebih nyaman saat menggunakan komputer (saya juga melakukan hal serupa pada Windows Vista & openSUSE yang saya gunakan pada notebook).

Mengejutkan memang (meski sudah beberapa kali membaca pelbagai “information leaked” tentang versi ini sebelumnya) jika melihat tampilan Natty Narwhal, sangat berbeda dengan tampilan Maverick Meerkat. Menggunakan kerangka Gnome 2.32, namun antarmuka penggunanya sudah tidak lagi memperlihatkan Gnome klasik tempo dulu.

Dekstop Natty Narwhal

Di atas terdapat bilah kerja yang hitam tipis, dengan kemampuan Gnome 2.32 pelbagai aplikasi tergabung menjadi satu. Network manager memudahkan mengatur sambungan, saya hanya tinggal menyolokkan modem Huawei E220, maka sambungan siap digunakan. Pada ikon suara kita tidak hanya sekadar mengatur suara, namun juga pemutar musik Banshee (seperti sesuai informasi, Rhythmbox sudah tidak dipasang lagi secara default) besutan Novell itu. Bilah kerja di bawah sudah tidak ada lagi, sehingga memberi kesan ruang yang lebih lebar. Peramban bawaan adalah Firefox 4, dan klien surat elektroniknya menggunakan Evolution.

Menu aplikasi dan penjelajah map & berkas sudah tidak diletakkan di bilah kerja bagian atas lagi. Namun seperti pratampil di atas, dideret rapi secara vertikal pada sisi kiri desktop, seperti sebuah aplikasi dok. Secara default setidaknya peluncur ini menampilkan Home, Firefox, dan beberapa aplikasi Libre Office. Tentu saja bisa ditambahkan dan dikurangi, serta bisa diseret ke wilayah dekstop lainnya.

Jika aplikasi yang Anda inginkan tidak ada di sana, coba saja klik logo Ubuntu di pojok kiri atas layar. Maka sebuah ruang navigasi aplikasi akan muncul dengan memperlihatkan dalam kelompok-kelompok aplikasi yang sering digunakan, aplikasi terpasang, dan aplikasi yang tersedia untuk diunduh.

Peselancar Aplikasi

Tapi ketika navigasi aplikasi terpasang diakses, ternyata puluhan aplikasi yang ada berlokasi tanpa mengelompok. Saya sebenarnya berharap agar aplikasi-aplikasi ini dikelompokkan menurut fungsi & jenisnya, sebagaimana yang dapat ditemui pada Gnome openSUSE saat ini.

Jujur saja, jika melihat tampilan Ubuntu seri terbaru ini, saya rasa akan lebih pas digunakan pada komputer tablet dengan layar sentuhnya, karena sangat apik, terstruktur & ringan

Sayangnya, saya tidak familier dengan Ubuntu. Saat memasangnya, saya menjatahkan semua ruang HDD untuk Linux ini, membuat partisi di Ubuntu hanya menciptakan sakit kepala saja, thats why I love green geeko, more simple and more informative plus accessible.

Komputer dengan Linux Ubuntu

Nah, sekarang saya bisa mengistirahatkan notebook tua saya. Tapi karena saya tidak sempat membuat partisi baru, saya rasa saya akan memasang openSUSE via Virtualbox, saya rasa itu tidak akan masalah, bahkan Windows 7 pun bisa dipasang dengan cara yang sama – hanya saja saya tidak punya salinan aslinya, kecuali yang dari The Pirate Bay, ha ha…, tapi sebaiknya tidak digunakan.

Hanya saja saya mendapatkan sebuah masalah, apa ada yang tahu jika terdapat PCMCIA adapter untuk PC (jika bisa dipasang di soket PCI express atau via USB)? Dan ada sedikit kegagalan, saya memasang tambahan kartu suara untuk surround 5.1, eh malah terdeteksinya hanya PCI digital stereo duplex.

Diterbitkan oleh Cahya

A writer, a tea & poet lover, a xanxia addict, an accidental photographer, - a medical doctor.

15 tanggapan untuk “Mencicipi Dekstop dengan Natty Narwhal

  1. Wah keren ya tampilane,jadi pengen ngoba.

    apalagi katene udah gampangbanget suport modem.

    kalo spek netbook kaya gini kuat g ya mas?

    Processor/Chipset: AMD Fusion APU E350 1.6GHz (dual core)

    Graphic: Radeon HD 6250/Radeon HD 6310

    Display: 12.1" LED backlit WXGA (1366×768) Screen

    Memory: 2GB DDR3 (blm termasuk yang dicaplok bwt vga)

    Hard Drive: 320GB SATA(Seagate 5400 RPM)

    Suka

  2. Keren ya mas tampilan Ubuntunya.

    Pengen nyobain, tapi belum ada keberanian buat install, hahaha…

    Masih ragu2, soalnya software buat kerjaan kampus (teknik) masih belum support di Ubuntu.

    Suka

    1. Jangan khawatir, Ubuntu punya Wubi kok, yaitu sistem yang bisa berjalan dan dipasang melalui Windows, jadi tidak akan mengganggu Windows sama sekali :).

      Suka

  3. Selalu geleng2 kepala tiap baca artikel kamu ttg komputer dan sekitarnya…gak ngerti soalnya 😛

    Suka

    1. Deva, saya hanya menginvestasikan pengatahuan dan sedikit keterampilan dalam menggunakan Linux, tidak ingin bergantung pada Windows melulu nantinya :).

      Suka

  4. Hmmm…, mudah-mudah saya masih betah dengan Lucid (meski jarang disentuh juga) :D.

    Itu navigasi yang vertikal disebelah kiri kurang ramah di layar 10.1" (menurut saya lho).

    BTW, sekarang berganti slogan "Kembali ke PC hehe…" 😀

    Suka

    1. Mas Agung, kalau untuk netbook berlayar kecil, desktop Unity milik Natty Narwhal memiliki ikon yang lebih compact – pas untuk netbook (promosi) :D. Saya mencoba ini di layar 15,6", jadinya malah tampak bagus.

      Suka

        1. Mas Agung, saya belum pasang kartu grafis tambahan, chipset bawaannya pakai Intel G41 Express Chipset. Dan yang membuat masih bingung adalah bahwa Natty Narwhal tidak memiliki properties untuk mendesain/menyetel compiz, karena Unity (desktop default-nya) sendiri merupakan Desktop 3D default Ubuntu mulai saat ini, kecuali mungkin saya kembalikan ke tampilan klasik.

          Saya tidak tahu setelan advance jika nanti dipasang <abbr title="compiz config simple manager">CCSM</abbr> apakah fitur compiz akan bisa dijalankan. Belum baca wiki how soalnya :D.

          Suka

        2. Mas Cahya, sependek yang saya tahu Motherboard keluaran baru, untuk kartu grafisnya yang 'On Board' sudah support 3D. CMIIW

          Suka

Komentar ditutup.

%d blogger menyukai ini: