Mempercantik Natty Narwhal ala Equinox dan Faenza

Bagi yang menyukai desktop klasik pada Ubuntu 11.04 Natty Narwhal, dan meninggalkan Unity di belakang. Anda bisa mempercantik dan memperindah tampilan Ubuntu klasik dengan menggunakan mesin tema Equinox dan paket ikon Faenza. Pecinta nuansa gelap dengan tetap mempertahankan ciri Ubuntu akan menyukai ini, namun jika Anda lebih suka menggunakan ikon klasik ala Oxygen, tulisan Mas Iskandaria yang berjudul “Mengubah Tampilan Icon Folder di Linux Ubuntu”.

Pertama-tama adalah paket ikon Faenza, silakan mengunduhnya di Devianart – Faenza Icon Set. Tentu saja Anda kemudian bisa memasangnya di distro lain, cukup pas untuk distro besar lain seperti Fedora, Debian dan openSUSE misalnya.

Paket ikon Faenza dipasang dengan menggunakan terminal, jika berkas unduhan kita ekstrasi ke map baru, maka di dalamnya ada berkas markah ./INSTALL, nah silakan jalankan berkas ini via terminal dan ikuti pilihan yang diberikan satu per satu. Cukup mudah jika Anda berhati-hati, sehingga nantinya Ubuntu anda tidak malah memiliki nuansa Fedora atau openSUSE.

Dan Anda pun akan memiliki set ikon baru yang bisa diterapkan. Untuk tema bermesin Equinox agak memerlukan sedikit usaha ekstra. Pertama, Anda perlu memasang Equinox GTK engine 1.40. Silakan menggunakan Ubuntu Software Center untuk menemukan dan memasangnya dengan lebih mudah.

Jika Anda sudah memiliki mesinnya, Anda tinggal memasang tema-nya yang bisa diunduh bebas – di mana pun Anda menemukannya, misalnya dari Gnome-Look.Org.

Masih bingung dengan Equinox? Jika begitu siapkan terminal anda, lalu jalankan perinta-perintah berikut:

Pertama, tambahkan repositori Equinox dengan perintah:

sudo add-apt-repository ppa:tiheum/equinox

Kedua, lakukan pembaruan program dengan perintah:

sudo apt-get update

Terakhir, pasang mesin tema Equinox GTK dengan perintah:

sudo apt-get install gtk2-engines-equinox equinox-theme

Kemudian setelah itu, coba mengunduh beberapa tema Equinox cantik dari “Titheum“. Dan Anda bisa melihat bedanya. Dan mari kita lihat tampilan (hanya perkiraan dari salah satu pratampil yang saya copot di DevianArt, karena saya tidak menggunakan Ubuntu Klasik dan Avant Window Manager).

Equinox on Ubuntu
Tampilan Equinox dan Faenza pada Ubuntu 11.04 Klasik

Jika melihat pratampil di atas, pada jendela Nautilus, Anda bisa melihat ada sejenis breadcrumb yang unik kan. Nah, ada beberapa peretasan (hack) ke dalam sistem yang mungkin perlu Anda lakukan. Anda sebaiknya memasang Nautilus Elementary terlebih dahulu jika belum terpasang di sistem anda (untuk Ubuntu 10.10 dan 11.04), cara cepatnya adalah melakukan urutan perintah berikut:

sudo add-apt-repository ppa:am-monkeyd/nautilus-elementary-ppa
sudo apt-get update
sudo apt-get dist-upgrade
nautilus -q

Nah, jika semua berjalan lancar (karena saya tidak mencobanya sendiri), Nautilus Elementary seharusnya sudah terpasang. Lalu buka Nautilus sebagai root, dan jelajah ke /usr/share/themes. Pilihlah map/folder tema yang ingin Anda ubah/modifikasi (contohnya, Equinox Evolution Down). Di dalamnya Anda akan menemukan map “gtk-2.0”, bukalah, dan kemudian buka berkas “gtkrc” dengan aplikasi gedit. Terakhir, hilangkan markah “#” dari baris berikut di “gtkrc”:

#include "apps/nautilus-elementary.rc"

Sekarang, silakan mulai ulang Nautilus dengan mengetik perintah sederhana berikut via terminal:

nautilus -q

Selesai! Kini, secara teori, jika Anda berhasil, maka tampilan dekstop Ubuntu klasik seperti pratampil di atas akan jadi milik Anda. Namun jika Anda memilih Unity, mungkin dengan Faenza saja sudah cukup tanpa perlu Equinox, namun kembali, selera tampilan Linux ada sepenuhnya di tangan user atau super user tentunya.

Diterbitkan oleh Cahya

A writer, a tea & poet lover, a xanxia addict, an accidental photographer, - a medical doctor.

16 tanggapan untuk “Mempercantik Natty Narwhal ala Equinox dan Faenza

  1. Maaf mas, datang-datang langsung nyepam 😀

    Biasanya mas cahya suka memposting tentang peranti lunak gratis. Tadi saya baru saja nemu software bagus berlisensi, SpeedUpMyPC2011. Ini penawarannya, berlaku sampai 1 juni 2011.

    hxxp://mag.uniblue.com/pcadv/sp/

    Semoga bermanfaat…

    Suka

    1. Mas Ris, [OOT], he he, terima kasih Mas atas infonya, iya nih belakangan banyak promosi software gratis, mungkin karena persaingan pasar kali ya :D.

      Suka

  2. Kalo di netbook kurang relevan di tambah seperti itu, soalnya jadi kurang responsif lagi karena terlalu berat 😀

    Suka

    1. Mas Andhy, saya rasa Ubuntu sendiri sebenarnya relatif "sudah" lumayan berat di netbook meski tanpa aksesori 🙂 – mungkin Xubuntu akan lebih pas ya :D.

      Suka

  3. Wah, saya masih ndeso dengan Linux jadi samasekali tak nyambung kalau diajak menyimak topik ini. He… He… 🙂

    Oh, ya Mas Cahya kalau saya mau berburu distro Linux, maksud saya download OS-nya harus berburu kemana yang rekomended? Dan pakai yang apa? Apa Ubuntu?

    Suka

    1. Pak Joko, saya juga masih belajar kok Pak :).

      Jika ingin menyimak lebih banyak tentang pelbagai distro Linux, saya sarankan menggunakan halaman situs Distro Watch. Di sana tersedia banyak ulasan dari pelbagai distro, tautan situs resmi masing-masing distro dan tautan untuk mengunduh versi-versi terbarunya, termasuk pengurutan distro-distro menurut kepopulerannya.

      Seringkali mengunduh distro lebih mudah jika menggunakan mirror dari server lokal di Indonesia, semisalnya di Kambing UI.

      Linux kemudian akan jadi seperti kegemaran dan pilihan pribadi masing-masing, saya tidak tahu mana yang akan tepat untu Pak Joko. Saya sendiri lebih suka menggunakan openSUSE, meski-pun tetap senang jika menggunakan Ubuntu. Atau mungkin buatan dalam negeri seperti IGOS Nusantara dan TeaLinuxOS.

      Untuk pemula, saya rasa Ubuntu adalah pilihan bijak, karena komunitasnya besar, jika ada masalah, biasanya lebih mudah ditemukan jalan keluarnya via penelusuran di Internet :).

      Suka

      1. Gara-gara latah update si Lucid jadi kehilangan si-X (antar muka grafis)–ada kerusakan pada driver VGA Card-nya, harus tanya kemana nih Mas Cahya? Saya belum bergabung di milis ataupun forum Ubuntu. 😦

        Suka

        1. Mas Agung, wah, kok bisa, bukannya itu LTS yang cukup stabil? Saya tidak tahu banyak komunitas Ubuntu, maklum beda perguruan. Tapi ada milis Ubuntu Linux yang bersifat Internasional, saya ikut nimbrung di sana (jadi cerpelai saja), dan saya lihat respons-nya cukup baik dan cepat. Coba ditengok di arsip milis apa ada, atau kalau ketemu mungkin bisa menanyakan langsung dengan bergabung di milisnya. Tapi ya itu, pakai bahasa Inggris :).

          Suka

        2. Ndak tahu juga Mas Cahya, saat pembaharuan (upgrade) sebesar 260Mb berkas paket yang akan diunduh, setelah proses mengunduh selesai kemudian saya ikuti proses selanjutnya. Karena masih berjalan prosesnya, saya tinggal makan siang, setelah diminta reboot ada crash dengan driver kartu grafis netbook saya. 😦

          Saat ini hanya bisa masuk ke layar hitam putih, nanti jika ada waktu luang coba diperbaiki atau pasang ulang saja lagi.

          Suka

        3. Mungkin ada <code>update Xorg</code> yang rusak atau bermasalah atau putus di tengah jalan, entahlah, kalau tidak bisa paham log-nya akan susah juga :|.

          Suka

      1. Buggy bagaimana maksudnya mas? Global menu itu menu yang paling atas ya maksudnya? (di atas menu Home Folder?)

        Saya pakai Unity 2D. Sepertinya tidak ada masalah/bug.

        Suka

        1. Ha ha…, saat jendela ukuran penuh, saya kurang suka lihat tampilan tiga tombol navigasi (close, minimize, maximize) yang berubah menjadi tampilan 2D dari 3D yang saya harapkan. Kalau pada desktop dengan efek 3D tentunya saya nilai itu agak buggy Mas Is :).

          Suka

  4. Tampilan dekstop tema Equinox-nya jadi seperti menggunakan Cairo-dock yach. Saya sebenarnya sudah pasang paket icon Faenza dan juga elementary, tapi sebatas icon-nya saja. Untuk pasang paket lengkapnya, masih mikir-mikir 🙂

    Suka

    1. Mas Is, saya rasa tampilan di DevianArt itu menambahkan aplikasi yang disebut Docky, sejenis dengan Cairo Dock dan Avant Window Manager. Kalau untuk Unity saya rasa Equinox kurang cocok, agak buggy pada global menu-nya, tapi kalau untuk Ubuntu klasik saya rasa akan pas :).

      Suka

Komentar ditutup.

%d blogger menyukai ini: