Saat ini sejumlah lembaga pendidikan sudah merambah dunia pendidikan berbasis web (web-based learning) yang disebut juga pembelajaran digital (e-learning). Dua hari belakangan ini saya sedang memikiran menciptakan konsep bagaimana membangun sebuah pembelajaran berbasis web (Internet). Lalu dari mana saya memulai? Sederhana, saya memulai dari titik nol.
Jujur saja, saya tidak memiliki pendidikan formal menyusun sebuah kerangka pendidikan berbasis web – yang bermakna sebuah potensi melakukan transformasi parsial yang bisa berfungsi sebagai substitusi sistem pendidikan klasik saat ini. Saya mulai bertanya kanan dan kiri, pada teman-teman yang memang sudah pernah menyentuh sistem seperti ini, membaca tesis tentang pengembangan sistem seperti ini, hingga mencoba sejumlah CMS open source yang dapat membantu.
Sebenarnya di mana kita bisa menempatkan sebuah pembelajaran berbasis web? Saya tidak berpikir untuk membatasinya pada sebuah pendidikan formal. Jika ini bisa diterapkan, maka tidak hanya sekolah atau kampus yang memiliki kurikulum resmi, namun juga sebuah sekolah rakyat yang didirakan untuk menyampaikan ilmu atau keterampilan tertentu.
Ada sejumlah – yang saya secara kasar pikirkan – tentang apa apa yang mesti tersedia pada sebuah situs pembelajaran berbasis web. Misalnya, dapat diakses dengan mudah (aksesibilitas) oleh semua yang terlibat dalam proses pembelajaran. Mudah dikelola, baik oleh orang yang sudah mahir, maupun yang baru mulai belajar pengelolaan situs pembelajaran. Sistem aman (secure) dan terbuka (open source), dan dapat dicadangkan dengan mudah (back-up).
Dari sisi fitur maka sebuah situs pembelajaran harus bisa mengelola kegiatan per siswa dan kelompok siswa (kelas), termasuk menyediakan mata pelajaran/kuliah yang diambil, kalender akademik, mengelola kelas, hingga menempatkan wadah komunikasi antar pelajar dan pendidik.
Sejauh ini saya baru melirik dua dari tiga CMS yang direkomendasikan pada saya untuk membangun situs pembelajaran web.
Moodle bisa dikatakan yang populer dan banyak digunakan. Kampus saya dulu menggunakan Moodle dalam nama Gamel, namun saya sendiri tidak pernah mencicipinya. Namun ukurannya cukup besar, saya pun tidak behasil memasangnya pada hosting saya melalui Fantastico.
Saya berhasil memasang Claroline, dan tampaknya dengan ukuran yang kecil – saya rasa bisa digunakan dengan baik oleh kebanyakan orang. Jadi saya rasa sebuah sistem untuk membangun pembelajaran berbasis web bisa didapatkan dengan mudah dan tidak sulit memulainya.
Tentu saja ada beberapa kesulitan yang saya bayangkan bisa muncul dari upaya penerapa sistem ini.
Misalnya pada tahap awal, tidak semua orang memahami bagaimana menggunakan komputer – apalagi jika melibatkan generasi di mana komputer bukanlah bagian dari kehidupan sehari-harinya. Jangankan berharap mereka dapat memahami konsep LAMP yang sederhana sebagai basis bekerja dengan sebuah situs, kadang memulai di depan monitor akan kebingungan.
Memang ada sebuah solusi di mana kita bisa mengadakan pelatihan, namun pelatihan kadang memakan waktu dan biaya yang tidak sedikit. Sehingga alternatif lainnya adalah, pengelolaan situs pembelajaran berbasis web diserahkan pada sejumlah pengelola yang berkompeten, dan sisanya tinggal mengikuti saja.
Kedua, saya tidak tahu apa ada yang mengembangkan pengelolaan yang asli berasal dari Indonesia. Moodle dan Claroline berasal dari luar Indonesia, dan dukungan bahasa Indonesianya tidak begitu baik. Ini berarti bagi pengelola akan menambah waktu untuk melakukan pelokalan baik tersendiri maupun bersama-sama, sehingga memudahkan pengguna lainnya.
Jika dalam skala kecil, misalnya Anda membuat kelas privat bagi anak sekolahan, lalu menggunakan e-learning sebagai salah satu media pengelolaan, maka tidak akan banyak masalah selama Anda memiliki konsep dan memiliki sedikit pengetahuan dan tentu saja kemauan untuk menerapkannya. Anda tidak akan mengelola data besar, cukup Anda sebagai Admin, sebagai guru, dan sisanya memasukkan data murid-murid Anda dan jadwal serta materi pertemuan Anda dan mereka. Termasuk mungkin jadwal bimbingan melalui percakapan daring.
Sedangkan pada skala besar seperti kampus atau sekolah, akan ada banyak data yang perlu dimasukkan, diperiksa silang, diperbarui serta disimpan dan dicadangkan. Kita tidak akan bisa bekerja dengan satu atau dua orang saja. Ini bermakna, selayaknya ada sebuah unit atau tim yang memiliki kemampuan mengelola sistem pembelajaran berbasis web.
Pun demikian, akan tahapan di mana kita perlu melakukan uji coba terlebih dahulu. Apakah bisa dan siap digunakan sebagaimana tujuan kita menerapkannya. Dan tentu saja sebuah sistem cadangan jika seandainya uji coba tidak bisa dilanjutkan lagi. Pemikiran ini memang sederhana, namun aplikasi di lapangan mungkin akan memerlukan sejumlah pendalaman lagi.
Tinggalkan Balasan