Ini selalu menjadi pertanyaan saya, dan mungkin karena fakta-fakta itu ada di sekitar saya. Tradisi Hindu di Bali sangat kental dengan pelaksanaan ritual yang begitu beragam, begitu beragamnya – bahkan saya tidak dapat mengingat apa-apa saja bagian dari semua ritualitas tersebut. Ritual dala konsepnya, memiliki tujuan suatu bentuk turut menjaga keseimbangan seluruh unsur kehidupan, manusia, alam, dan spiritualitas. Hanya saja, saya menemukan sebuah pertanyaan yang mendasar yang bisa jadi mempertanyakan semua rangkaian tersebut.
Ritual dalam sebuah bentuk umum, dikenal dengan sebutan yang lebih lembut, lebih sopan – yadnya – oleh masyarakat Hindu di Bali.

Langsung ke pokok permasalahan, bahwa dengan bertambahnya jumlah warga Hindu di Bali, maka ritual (upacara yadnya) juga dengan sendirinya bertambah. Sedangkan di sisi lain, alam dan hasil alam Bali tidak bertambah secara bermakna jika dibandingkan dengan jumlah penduduk – bahkan jika melihat pembangunan yang pesat, bukannya tidak mungkin justru berkurang.
Sehingga saya malah seringkali melihat bahwa yadnya bisa bukan jadi mempersembahkan sebagian hasil bumi kita pada pemberinya, namun mempersembahkan hasil bumi tetangga kita – karena tanah kita sendiri sudah tidak memberikan kecukupan untuk memberi hasil bumi persembahan.
patram puspam phalam toyam
yo me bhaktyä prayacchati
tad aham bhakty-upahrtam
asnämi prayatätmanah
Saya berpikir, saya bertanya-tanya, pelaksanaan mungkin bukan satu-satunya, dari sekian banyak faktor yang telah kita lalaikan – sedemikian hingga kita lupa melihat, seberapa alam masih dapat mendukung keharmonisan kehidupan manusia. Atau mungkin kita lupa saat pelaksaan ritual dengan menggunakan hasil alam yang ada, bahwa alam bukan hanya ada bagi manusia saja.
Tinggalkan Balasan