Akhir minggu ini saya jadi teringat kembali masa-masa SMP dulu ketika masih asyik menikmati film animasi Rurouni Kenshin, atau yang lebih dikenal dengan Samurai-X oleh anak-anak pada masa itu. Saking populernya, mungkin tidak ada anak yang tidak pernah mendengar nama si samurai pengelana ini.
Sekitar Oktober lalu, film drama aksi untuk Rurouni Kenshin dirilis di sejumlah negara, termasuk negara asalnya di Jepang. Rasanya bernostalgia sekali ketika menyaksikan film ini kembali, meski dalam versi yang berbeda, bukan animasi lagi.
Tentu saja tokoh Himura Kenshin yang dijuluki sebagai Hitokiri Battosai dalam film ini hanya fiksi belaka. Namun istilah hitokiri (pembantai) memang ada pada era Bakumatsu di Jepang yang diberikan pada gelar ini pada empat orang samurai yang pada saat itu menentang pemerintahan Shogun (Tokugawa). Yah, setidaknya film ini membantu semangat mempelajari sejarah Jepang bagi yang tertarik, terutama untuk era Meiji – mungkin kira-kira seperti era pasca revolusi kita.

Rurouni Kenshin menghadirkan serial komik dan animasi yang menarik dan menghibur. Namun beberapa film animasi, seperti OVA yang dihadirkan justru memberikan lebih banyak intrik dan akhir yang sedih (bukan happy ending). Lalu bagaimana dengan film ini?
Dibandingkan dengan kisah aslinya, maka kisah adaptasi ini banyak mengalami perombakan, termasuk alur cerita dan kemunculan karakter. Sentuhannya menjadi lebih realis, karena sesuatu yang dulu tampaknya tidak mungkin dalam animasi, kita dapat lebih masuk akan dan mungkin dalam menampilkan sosok Samurai-X ini.
Di sini menjadikan film ini tidak kehilangan daya tariknya. Meski alurnya dipadatkan dari aslinya, namun tidak membuat film ini menjadi “berbeda” dari kisah aslinya di serial komiknya. Tentunya kisahnya tidak sampai sejauh dalam adaptasi serial animasi, hanya sampai mengalahkan sosok Jinei saja, kita bisa katakan setara dengan satu atau dua bab utama awal dalam kisah aslinya.
Mungkin karena dipadatkan, saya merasa kehilangan banyak bagian humoris yang biasanya ada dalam serial animasinya. Kisahnya menjadi lebih serius, apalagi dengan diawali oleh pertempuran berdarah perang Toba-Fushimi di hari terakhir (yang sebaiknya, anak-anak mungkin tidak menonton film ini). Kisahnya masih memperlihatkan awal pertemuan antara Himura Kenshin (diperankan Takeru Sato) dan Kamiya Kaoru (diperankan Emi Takei).
Film ini termasuk adaptasi yang sangat bagus menurut saya, Dibandingkan dengan adaptasi Dragon Ball yang sangat mengecewakan saat disaksikan di bioskop beberapa tahun yang lalu. Seberapa baik film ini jadinya? Saya rasa 8/10 untuk sebuah adaptasi adalah nilai yang layak. OST yang disajikan juga sangat bagus.
Meskipun kisah fiksi, kadang saya berharap ada adaptasi yang cukup menggugah seperti ini di negeri sendiri. Bukan hanya menjadi sinetron yang diperpanjang jika penerimaan bagus, dan langsung dipotong jika tidak laku.
Tinggalkan Balasan