Damai merupakan sebuah koin, di satu sisi ada di mana-mana jika kita berkenan melihatnya, di sisi lain begitu mahal sedemikian hingga darah anak manusia mengalir seperti sungai pun kadang tidak cukup untuk menebusnya. Peperangan tercatat dalam lembar sejarah peradaban manusia, sejak sebelum aksara dikenal luas, hingga hari ini.
Tidak ada jiwa yang damai akan memulai perang!
Ini adalah sebuah catatan yang bermakna. Pikiran seseorang mungkin tenang, namun jiwanya selalu menghendaki sesuatu. Tidak harus selalu berupa ‘harta, takhta dan wanita’, kita bisa menyebutkan dengan pelbagai ‘nama’, namun itu tetaplah sebentuk kehendak, atau sewujud hasrat.
Jika ada yang takut atau merasa kekurangan, maka ‘harta’ adalah pengobatannya, jika ada yang takut atau merasa tertindas, maka ‘takhta’ adalah perisainya, jika ada yang takut atau merasa sendiri nan terasing, maka ‘wanita’ adalah pelariannya.
Apa pun yang menjadi landasannya, atas nama siapa, dengan alasan apa, di situ selalu ada kehendak untuk mengesampingkan damai, ketika manusia memulai pembantaian atas manusia lainnya.
Sayangnya, dan memang sungguh sayang, kadang perang adalah jalan keluar satu-satunya yang dapat kita temukan, oleh karena kita telah menuliskan sebelum tanda titik – sebuah pernyataan, ‘Tiada damai di antara kita’.
Tinggalkan Balasan