Era belanja daring (online shop) sekarang merupakan sebuah kenormalan. Tidak hanya pasar daring dalam negeri, namun juga yang multinasional. Banyak toko dari luar negeri bisa diakses dari Indonesia, misalnya saja Amazon, Banggood, Alibaba dan AliExpress.
Kebetulan kemarin saya sedang mencari sebuah webcam murah untuk digunakan telekonferensi, yang cukup baik tentunya. Saya mendapatkan pilihan yang menggiurkan di AliExpress.
Singkat kata saya membeli barang tersebut dari AliExpress, sebuah kamera web 1080p merek Aoni A30. Saya melakukan pemesanan pada tanggal 7 Mei 2020, dengan nilai belanja USD 39.69 (setara dengan IDR 583.443,00 hari ini), gratis ongkos kirim internasional dari Tiongkok.
Pada tanggal 7 Juli 2020, saya mendapatkan pemberitahuan dari kantor bea cukai untuk melengkapi data pembelian barang dari luar negeri, seperti bukti belanja/transaksi, harga barang, dan NPWP yang segera saya lengkapi.
Pada tanggal 20 Juli 2020, paket dinyatakan tiba di kantor pos lokal, di mana alamat tujuan paket berada. Saya diminta mengambil, dan membayar tagihan berupa: pungutan negara IDR 109.000,00; bea pelabuhan IDR 10.000,00; bea simpan IDR 0,00.
Sedemikian hingga total biaya yang saya keluarkan adalah IDR 702.443,00.
Bagaimana jika saya membeli dari pasar daring di dalam negeri? Saya melihat hari ini di beberapa situs seperti Lazada, Shopee dan Tokopedia menawarkan harga kisaran antara IDR 784.856,00 – IDR 1.480.000,00.
Sehingga menurut saya, dari sisi penghematan biaya. Lebih murah belanja secara langsung pada produsen produk melalui toko luar negeri seperti AliExpress ini, dibandingkan membeli dari distributor di dalam negeri – bahkan bisa hemat hingga dua kali lipat. Sisi buruknya, barang bisa sangat lama sampai, apalagi di masa pandemi, kita tidak bisa menebak kapan barang akan sampai.
Sisi yang tidak jauh berbeda misalnya adalah kualitas keamanan paket, dengan satu atau dua lapis bubble warp tidak jauh berbeda dengan toko lokal.
Tinggalkan Balasan