- Pendahuluan
- Patofisiologi Dampak Kesehatan Akibat Paparan Panas Ekstrem
- Manajemen Hidrasi: Fondasi Fisiologis dan Rekomendasi Klinis
- Nutrisi Optimal untuk Ketahanan Tubuh Selama Musim Kemarau
- Kualitas Udara dan Kesehatan Pernapasan
- Proteksi Terhadap Radiasi Ultraviolet
- Kebersihan Personal dan Lingkungan
- Manajemen Tidur dan Kesehatan Mental
- Populasi Rentan dan Pertimbangan Khusus
- Rekomendasi WHO dan Panduan Internasional
- Kesimpulan
- Catatan Kaki
- Referensi
Pendahuluan
Indonesia menghadapi tantangan kesehatan masyarakat yang semakin kompleks akibat perubahan iklim global. Data Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mencatat tahun 2024 sebagai tahun terpanas dalam sejarah pencatatan instrumental, dengan suhu rata-rata nasional tertinggi mencapai 27,52°C. Fenomena ini bukan sekadar anomali statistik, melainkan indikator nyata dari krisis iklim yang berlangsung dengan kecepatan yang belum pernah terjadi sebelumnya—perubahan suhu yang dulu memakan waktu jutaan tahun kini berlangsung hanya dalam 30-40 tahun.1

Musim kemarau di Indonesia, yang klimatologis didefinisikan sebagai periode dengan curah hujan kurang dari 50 milimeter per bulan2, membawa konsekuensi kesehatan multifaktorial yang meliputi stres panas (heat stress)3, dehidrasi (dehydration)4, penurunan kualitas udara, peningkatan paparan radiasi ultraviolet (ultraviolet radiation)5, dan eksaserbasi penyakit menular serta tidak menular. Artikel ini menyajikan strategi komprehensif berbasis bukti untuk mitigasi risiko kesehatan selama musim kemarau, dengan mengintegrasikan rekomendasi dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Centers for Disease Control and Prevention (CDC), dan penelitian terkini yang dipublikasikan dalam jurnal peer-review internasional.
Patofisiologi Dampak Kesehatan Akibat Paparan Panas Ekstrem
Tubuh manusia memiliki kapasitas termoregulasi (thermoregulation)6 yang dirancang untuk mempertahankan suhu inti sekitar 37°C. Ketika suhu lingkungan meningkat, mekanisme fisiologis primer adalah vasodilatasi perifer (peripheral vasodilation)7 dan evaporasi keringat (evaporative cooling)8. Namun, paparan panas yang berkepanjangan atau ekstrem dapat mengalahkan sistem pendinginan alami ini, menyebabkan kegagalan termoregulasi yang berpotensi fatal.
Penelitian yang dipublikasikan menunjukkan bahwa perubahan iklim tidak hanya menyebabkan cuaca ekstrem, tetapi juga meningkatkan risiko penyakit menular, malnutrisi, gangguan kesehatan mental, serta penurunan kualitas hidup masyarakat9. Perubahan pola curah hujan dan suhu turut meningkatkan kasus penyakit berbasis air dan makanan seperti kolera dan salmonellosis10, serta penyakit yang ditularkan vektor (vector-borne diseases)11 seperti demam berdarah dengue (dengue hemorrhagic fever)12.
Manifestasi klinis stres panas mencakup spektrum yang luas, dari kram panas (heat cramps)13 dan kelelahan panas (heat exhaustion)14 hingga sengatan panas (heat stroke)15—kondisi darurat medis dengan mortalitas yang signifikan jika tidak ditangani segera. Data global menunjukkan bahwa panas ekstrem menyebabkan sekitar 489.000 kematian terkait panas setiap tahunnya antara tahun 2000-2019, menjadikannya “pembunuh diam-diam” (silent killer) yang dampaknya melampaui bencana cuaca lainnya.16
Manajemen Hidrasi: Fondasi Fisiologis dan Rekomendasi Klinis
Patofisiologi Dehidrasi
Dehidrasi terjadi ketika kehilangan cairan tubuh melebihi asupan, mengganggu keseimbangan elektrolit (electrolyte balance)17 dan volume intravaskular (intravascular volume)18. Dalam kondisi panas ekstrem, kehilangan cairan melalui perspirasi (perspiration)19 dapat mencapai 1-2 liter per jam pada individu yang aktif secara fisik. Dehidrasi ringan (kehilangan 1-2% berat badan) dapat mengganggu fungsi kognitif dan performa fisik, sementara dehidrasi sedang hingga berat (>3% berat badan) meningkatkan risiko komplikasi serius termasuk gagal ginjal akut (acute kidney injury)20 dan gangguan kardiovaskular.
Rekomendasi Asupan Cairan
Studi terkini menantang pendekatan “satu ukuran untuk semua” dalam restriksi atau rekomendasi cairan. Penelitian FRESH-UP (Fluid Restriction in Heart Failure versus Liberal Fluid Uptake) yang dipublikasikan baru-baru ini menunjukkan bahwa pendekatan asupan cairan yang dipandu oleh rasa haus (thirst-guided fluid intake)21 lebih aman dan mengurangi distres rasa haus tanpa meningkatkan rawat inap atau disfungsi ginjal.22
Rekomendasi praktis meliputi:
- Asupan air putih minimal 2-2,5 liter per hari untuk individu dengan aktivitas sedang dalam kondisi suhu normal
- Peningkatan asupan hingga 3-4 liter atau lebih pada kondisi aktivitas fisik tinggi atau paparan panas ekstrem
- Pemantauan warna urin sebagai indikator status hidrasi (urin berwarna jernih hingga kuning muda menunjukkan hidrasi adekuat)
- Hindari minuman berkafein tinggi (kopi, teh kental, minuman energi) yang memiliki efek diuretik (diuretic effect)23
- Hindari minuman beralkohol yang meningkatkan dehidrasi dan mengganggu termoregulasi
- Konsumsi elektrolit tambahan melalui oralit atau minuman elektrolit pada kondisi kehilangan keringat masif
Nutrisi Optimal untuk Ketahanan Tubuh Selama Musim Kemarau
Nutrisi yang adekuat merupakan komponen krusial dalam mempertahankan homeostasis (homeostasis)24 fisiologis dan meningkatkan resiliensi (resilience)25 terhadap stres lingkungan. Musim kemarau menuntut perhatian khusus terhadap keseimbangan nutrisi mikro dan makro.
Komponen Nutrisi Esensial
Antioksidan dan Fitonutrien:
Paparan panas dan radiasi UV meningkatkan produksi spesies oksigen reaktif (reactive oxygen species/ROS)26 yang menyebabkan stres oksidatif (oxidative stress)27. Konsumsi makanan kaya antioksidan seperti vitamin C (jeruk, paprika, jambu biji), vitamin E (kacang-kacangan, alpukat), beta-karoten (wortel, ubi jalar, bayam), dan polifenol (polyphenols)28 (teh hijau, berry) membantu menetralisir radikal bebas.
Protein Berkualitas Tinggi:
Protein diperlukan untuk pemeliharaan massa otot dan fungsi imun. Sumber protein hewani (ikan, ayam, telur) dan nabati (kacang-kacangan, tempe, tahu) sebaiknya dikonsumsi dalam proporsi seimbang, dengan target asupan 0,8-1,2 gram per kilogram berat badan per hari.
Karbohidrat Kompleks:
Biji-bijian utuh, ubi, dan kacang-kacangan menyediakan energi berkelanjutan dan serat yang mendukung kesehatan mikrobiota usus (gut microbiota)29.
Makanan yang Perlu Dibatasi:
Hindari makanan tinggi sodium (garam), lemak jenuh, dan gula sederhana yang dapat memperburuk retensi cairan, meningkatkan beban metabolik, dan mengganggu termoregulasi.
Kualitas Udara dan Kesehatan Pernapasan
BMKG memperingatkan bahwa musim kemarau di Indonesia disertai dengan risiko penurunan kualitas udara yang signifikan, terutama partikulat halus PM 2.530, karena minimnya curah hujan dan pergerakan angin yang stagnan. Kondisi ini diperparah oleh potensi kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang meningkat selama musim kemarau.
Dampak Kesehatan Polusi Udara
Penelitian menunjukkan korelasi kuat antara polusi udara dan infeksi saluran pernapasan (respiratory tract infections)31, eksaserbasi asma (asthma exacerbation)32, penyakit paru obstruktif kronik (PPOK/chronic obstructive pulmonary disease/COPD)33, dan peningkatan mortalitas kardiovaskular. PM 2.5 dapat menembus ke dalam alveoli (alveoli)34 paru dan bahkan memasuki sirkulasi sistemik, memicu respons inflamasi dan stres oksidatif.
Strategi Proteksi
Pemantauan Kualitas Udara:
Manfaatkan aplikasi Info BMKG yang menyediakan data kualitas udara real-time untuk merencanakan aktivitas outdoor.
Penggunaan Masker:
Masker N95 atau KN95 menyediakan filtrasi yang efektif terhadap partikulat halus. Masker bedah standar memberikan proteksi minimal terhadap PM 2.5.
Purifikasi Udara Indoor:
Penggunaan air purifier dengan filter HEPA (High-Efficiency Particulate Air)35 di ruangan tertutup dapat mengurangi konsentrasi polutan indoor hingga 50-90%.
Modifikasi Aktivitas:
Kurangi aktivitas outdoor yang intens saat kualitas udara buruk, terutama untuk populasi rentan (anak-anak, lansia, individu dengan penyakit pernapasan atau kardiovaskular).
Proteksi Terhadap Radiasi Ultraviolet
Indonesia, yang terletak di wilayah ekuatorial, mengalami paparan radiasi UV yang tinggi sepanjang tahun. Indeks UV (UV index)36 di Indonesia sering mencapai kategori “sangat tinggi” (8-10) hingga “ekstrem” (≥11) pada siang hari, meningkatkan risiko kerusakan kulit akut dan kronik.
Mekanisme Kerusakan Akibat UV
Radiasi UV dibagi menjadi UVA (320-400 nm) dan UVB (280-320 nm). UVB primer menyebabkan eritema (erythema)37 atau sunburn dan merupakan penyebab utama kanker kulit sel basal (basal cell carcinoma)38 dan karsinoma sel skuamosa (squamous cell carcinoma)39. UVA menembus lebih dalam ke dermis, menyebabkan photoaging (photoaging)40 dan berkontribusi pada melanoma maligna (malignant melanoma)41.
Penelitian di Arab Saudi menggunakan Sun Exposure and Behaviour Inventory (SEBI) menunjukkan bahwa laki-laki dan individu berusia di bawah 30 tahun memiliki skor paparan matahari yang secara signifikan lebih tinggi. Menariknya, individu dengan tipe kulit Fitzpatrick (Fitzpatrick skin type)42 yang lebih gelap (tipe IV-VI) menunjukkan paparan matahari yang lebih tinggi, mencerminkan keyakinan keliru bahwa kulit yang lebih gelap memberikan perlindungan yang memadai terhadap kerusakan UV—padahal semua jenis kulit tetap berisiko terhadap kerusakan UV43.
Strategi Proteksi Komprehensif
Tabir Surya (Sunscreen):
Gunakan tabir surya spektrum luas (broad-spectrum sunscreen)44 dengan Sun Protection Factor (SPF)45 minimal 30-50. Aplikasikan 15-30 menit sebelum paparan matahari dengan dosis 2 mg/cm² (sekitar 1 sendok teh untuk wajah dan leher, 1 sendok makan untuk tubuh). Aplikasi ulang setiap 2 jam atau setelah berkeringat/berenang.
Pakaian Protektif:
Pakaian dengan Ultraviolet Protection Factor (UPF)46 ≥50 memberikan proteksi superior. Kain dengan weave rapat dan warna gelap menyediakan proteksi lebih baik dibanding kain tipis berwarna terang.
Aksesoris Pelindung:
Topi bertepi lebar (minimal 7,5 cm) melindungi wajah, telinga, dan tengkuk. Kacamata hitam dengan proteksi UV 100% melindungi mata dan area periorbital dari pterygium (pterygium)47 dan katarak (cataract)48 yang dipicu UV.
Perilaku Penghindaran:
Hindari paparan matahari langsung antara pukul 10.00-16.00 ketika intensitas UV maksimal. Manfaatkan area teduh atau payung saat berada di luar ruangan.
Kebersihan Personal dan Lingkungan
Musim kemarau sering disertai dengan kelangkaan air bersih, meningkatkan risiko penyakit terkait sanitasi buruk seperti diare, tifoid (typhoid fever)49, hepatitis A (hepatitis A)50, dan infeksi kulit.
Praktik Higiene Optimal
Higiene Personal:
- Mandi minimal dua kali sehari menggunakan sabun antiseptik
- Cuci tangan dengan sabun dan air mengalir selama minimal 20 detik, terutama sebelum makan dan setelah menggunakan toilet
- Ganti pakaian dan handuk secara rutin untuk mencegah proliferasi bakteri dan jamur
Sanitasi Lingkungan:
- Bersihkan permukaan yang sering disentuh dengan disinfektan
- Kelola sampah dengan baik untuk mencegah vektor penyakit
- Pastikan drainase yang adekuat untuk mencegah genangan air (sumber nyamuk)
- Gunakan kelambu atau repelen (insect repellent)51 untuk proteksi terhadap gigitan nyamuk
Manajemen Tidur dan Kesehatan Mental
Paparan panas dapat mengganggu arsitektur tidur (sleep architecture)52, mengurangi tidur gerakan mata cepat (REM/rapid eye movement)53 dan tidur gelombang lambat (slow-wave sleep)54, yang esensial untuk restorasi fisik dan konsolidasi memori.
Rekomendasi untuk Kualitas Tidur Optimal
Optimalisasi Lingkungan Tidur:
- Pertahankan suhu ruangan 18-22°C jika memungkinkan (menggunakan AC atau kipas angin)
- Gunakan linen yang breathable (katun, linen)
- Mandi air hangat 1-2 jam sebelum tidur untuk memfasilitasi penurunan suhu inti tubuh
- Minimalisir paparan cahaya biru (blue light exposure)55 dari gadget minimal 1 jam sebelum tidur
Durasi Tidur: Target 7-9 jam tidur berkualitas per malam untuk dewasa. Anak-anak dan remaja memerlukan durasi lebih panjang (9-11 jam).
Manajemen Stres: Teknik relaksasi seperti meditasi mindfulness (mindfulness meditation)56, pernapasan diafragmatik (diaphragmatic breathing)57, progressive muscle relaxation, dan yoga telah terbukti efektif mengurangi kortisol (cortisol)58 dan meningkatkan well-being psikologis.
Populasi Rentan dan Pertimbangan Khusus
Dampak kesehatan musim kemarau tidak terdistribusi secara merata. WHO dan WMO mengidentifikasi populasi dengan kerentanan tinggi termasuk:
- Pekerja outdoor: Pertanian, konstruksi, dan perikanan dengan paparan panas occupational. Data ILO menunjukkan lebih dari 2,4 miliar pekerja terpapar panas berlebihan secara global, mengakibatkan lebih dari 22,85 juta cedera occupational setiap tahunnya59.
- Anak-anak: Rasio permukaan tubuh terhadap massa yang lebih tinggi dan sistem termoregulasi yang belum matang
- Lansia (≥65 tahun): Penurunan respons termoregulasi, polifarmasi (polypharmacy)60, dan komorbiditas
- Individu dengan kondisi kronik: Diabetes mellitus, penyakit kardiovaskular, penyakit ginjal kronik, obesitas
- Ibu hamil: Peningkatan beban metabolik dan risiko terhadap janin
- Populasi berpenghasilan rendah: Akses terbatas terhadap air bersih, AC, dan layanan kesehatan
Rekomendasi WHO dan Panduan Internasional
WHO merekomendasikan negara, region, dan kota untuk mengembangkan dan mengimplementasikan Heat-Health Action Plans (HHAP)61 yang komprehensif. Framework ini terdiri dari delapan elemen inti:
- Penetapan badan koordinasi
- Sistem peringatan dini yang akurat dan tepat waktu
- Rencana informasi kesehatan terkait panas
- Reduksi paparan panas indoor
- Perhatian khusus untuk populasi rentan
- Kesiapan sistem kesehatan dan layanan sosial
- Perencanaan jangka panjang dan perbaikan infrastruktur kota
- Monitoring dan evaluasi
Wilderness Medical Society merekomendasikan ice-water immersion62 sebagai terapi lini pertama untuk heat stroke dengan bukti kualitas tinggi, mampu menurunkan suhu inti tubuh secara cepat dan efektif63.
Kesimpulan
Musim kemarau yang diperpanjang dan diperberat oleh perubahan iklim merupakan tantangan kesehatan masyarakat kompleks yang memerlukan pendekatan multifaktorial dan berbasis bukti. Strategi komprehensif yang mengintegrasikan hidrasi adekuat, nutrisi optimal, proteksi terhadap polusi udara dan radiasi UV, kebersihan personal dan lingkungan yang ketat, serta manajemen tidur dan stres, terbukti efektif dalam memitigasi risiko kesehatan.
Implementasi kebijakan Heat-Health Action Plans di tingkat nasional dan lokal, peningkatan kesadaran masyarakat melalui edukasi kesehatan berbasis bukti, dan kolaborasi lintas-sektor antara pemerintah, institusi kesehatan, akademisi, dan masyarakat sipil merupakan kunci dalam melindungi kesehatan publik menghadapi ancaman perubahan iklim yang terus meningkat.
Masyarakat diimbau untuk tetap waspada terhadap gejala-gejala gangguan kesehatan terkait panas dan segera mencari pelayanan kesehatan jika mengalami manifestasi klinis yang mengkhawatirkan seperti disorientasi, kebingungan, tidak berkeringat meskipun panas, denyut jantung cepat, atau mual dan muntah persisten.
Catatan Kaki
- Musim kemarau (dry season) – periode dengan curah hujan minimal, biasanya kurang dari 50 mm per bulan ↩︎
- Curah hujan (precipitation) – jumlah air yang jatuh ke permukaan bumi dalam bentuk hujan, salju, atau es ↩︎
- Stres panas (heat stress) – kondisi ketika tubuh tidak mampu mendinginkan diri secara efektif ↩︎
- Dehidrasi (dehydration) – kekurangan cairan tubuh yang mengganggu fungsi fisiologis normal ↩︎
- Radiasi ultraviolet (ultraviolet radiation) – gelombang elektromagnetik dengan panjang gelombang 10-400 nm yang dapat merusak kulit dan mata ↩︎
- Termoregulasi (thermoregulation) – kemampuan organisme mempertahankan suhu tubuh dalam rentang optimal ↩︎
- Vasodilatasi perifer (peripheral vasodilation) – pelebaran pembuluh darah tepi untuk meningkatkan aliran darah ke kulit ↩︎
- Pendinginan evaporatif (evaporative cooling) – kehilangan panas melalui penguapan keringat ↩︎
- Penyakit menular (communicable diseases) – penyakit yang dapat ditularkan dari satu individu ke individu lain ↩︎
- Salmonellosis (salmonellosis) – infeksi bakteri Salmonella yang menyebabkan diare dan demam ↩︎
- Penyakit yang ditularkan vektor (vector-borne diseases) – penyakit yang ditularkan melalui organisme pembawa seperti nyamuk atau kutu ↩︎
- Demam berdarah dengue (dengue hemorrhagic fever) – infeksi virus dengue dengan manifestasi perdarahan ↩︎
- Kram panas (heat cramps) – kontraksi otot menyakitkan akibat deplesi elektrolit dari berkeringat berlebihan ↩︎
- Kelelahan panas (heat exhaustion) – kondisi yang ditandai dengan kelelahan, pusing, mual akibat paparan panas ↩︎
- Sengatan panas (heat stroke) – kondisi darurat medis dengan kegagalan termoregulasi dan suhu tubuh >40°C ↩︎
- Pembunuh diam-diam (silent killer) – sebutan untuk bahaya yang tidak mudah terdeteksi namun mematikan ↩︎
- Keseimbangan elektrolit (electrolyte balance) – homeostasis ion-ion penting seperti sodium, potassium, chloride dalam cairan tubuh ↩︎
- Volume intravaskular (intravascular volume) – volume cairan dalam sistem pembuluh darah ↩︎
- Perspirasi (perspiration) – proses pengeluaran keringat melalui kelenjar keringat ↩︎
- Gagal ginjal akut (acute kidney injury) – penurunan mendadak fungsi ginjal ↩︎
- Asupan cairan dipandu rasa haus (thirst-guided fluid intake) – minum berdasarkan sensasi haus alami tubuh ↩︎
- Disfungsi ginjal (renal dysfunction) – gangguan fungsi ginjal ↩︎
- Efek diuretik (diuretic effect) – efek meningkatkan produksi dan ekskresi urin ↩︎
- Homeostasis (homeostasis) – kemampuan organisme mempertahankan kondisi internal yang stabil ↩︎
- Resiliensi (resilience) – kemampuan beradaptasi dan pulih dari stres atau gangguan ↩︎
- Spesies oksigen reaktif (reactive oxygen species/ROS) – molekul reaktif yang dapat merusak sel ↩︎
- Stres oksidatif (oxidative stress) – ketidakseimbangan antara produksi ROS dan kapasitas antioksidan ↩︎
- Polifenol (polyphenols) – senyawa tanaman dengan aktivitas antioksidan kuat ↩︎
- Mikrobiota usus (gut microbiota) – komunitas mikroorganisme yang hidup di saluran pencernaan ↩︎
- PM 2.5 – partikulat matter dengan diameter ≤2.5 mikrometer yang dapat menembus paru dalam ↩︎
- Infeksi saluran pernapasan (respiratory tract infections) – infeksi yang menyerang hidung, tenggorokan, atau paru ↩︎
- Eksaserbasi asma (asthma exacerbation) – perburukan akut gejala asma ↩︎
- PPOK (chronic obstructive pulmonary disease/COPD) – penyakit paru kronik dengan obstruksi aliran udara progresif ↩︎
- Alveoli (alveoli) – kantung udara kecil di paru tempat pertukaran gas oksigen dan karbon dioksida ↩︎
- Filter HEPA (High-Efficiency Particulate Air) – filter yang dapat menangkap ≥99.97% partikel berukuran 0.3 mikrometer ↩︎
- Indeks UV (UV index) – skala standar internasional yang mengukur kekuatan radiasi UV dari matahari ↩︎
- Eritema (erythema) – kemerahan kulit akibat dilatasi pembuluh darah kapiler ↩︎
- Karsinoma sel basal (basal cell carcinoma) – jenis kanker kulit paling umum yang berasal dari sel basal epidermis ↩︎
- Karsinoma sel skuamosa (squamous cell carcinoma) – kanker kulit yang berasal dari sel skuamosa epidermis ↩︎
- Photoaging (photoaging) – penuaan kulit prematur akibat paparan UV kronik ↩︎
- Melanoma maligna (malignant melanoma) – kanker kulit paling agresif yang berasal dari melanosit ↩︎
- Tipe kulit Fitzpatrick (Fitzpatrick skin type) – klasifikasi warna kulit dan respons terhadap paparan UV (tipe I-VI) ↩︎
- Kerusakan UV – kerusakan DNA, protein, dan lipid seluler akibat radiasi ultraviolet ↩︎
- Tabir surya spektrum luas (broad-spectrum sunscreen) – sunscreen yang melindungi terhadap UVA dan UVB ↩︎
- Sun Protection Factor (SPF) – ukuran kemampuan tabir surya melindungi kulit dari UVB ↩︎
- Ultraviolet Protection Factor (UPF) – ukuran kemampuan kain melindungi kulit dari UV ↩︎
- Pterygium (pterygium) – pertumbuhan jaringan fibrovaskular pada konjungtiva yang dapat menutupi kornea ↩︎
- Katarak (cataract) – kekeruhan lensa mata yang mengganggu penglihatan ↩︎
- Tifoid (typhoid fever) – infeksi bakteri Salmonella typhi yang menyebabkan demam tinggi ↩︎
- Hepatitis A (hepatitis A) – infeksi virus yang menyebabkan peradangan hati ↩︎
- Repelen (insect repellent) – zat yang mengusir serangga dari kulit atau pakaian ↩︎
- Arsitektur tidur (sleep architecture) – pola dan siklus tahapan tidur sepanjang malam ↩︎
- Tidur REM (rapid eye movement sleep) – tahap tidur dengan gerakan mata cepat dan mimpi intens ↩︎
- Tidur gelombang lambat (slow-wave sleep) – tahap tidur dalam dengan gelombang otak delta ↩︎
- Paparan cahaya biru (blue light exposure) – paparan cahaya dengan panjang gelombang 400-495 nm dari layar digital yang dapat mengganggu ritme sirkadian ↩︎
- Meditasi mindfulness (mindfulness meditation) – praktik meditasi dengan fokus pada kesadaran saat ini ↩︎
- Pernapasan diafragmatik (diaphragmatic breathing) – teknik pernapasan dalam menggunakan diafragma ↩︎
- Kortisol (cortisol) – hormon stres yang diproduksi kelenjar adrenal ↩︎
- Cedera occupational – cedera yang terjadi di tempat kerja atau akibat pekerjaan ↩︎
- Polifarmasi (polypharmacy) – penggunaan banyak obat secara bersamaan ↩︎
- Heat-Health Action Plans (HHAP) – rencana aksi komprehensif untuk mencegah dan merespons dampak kesehatan akibat panas ↩︎
- Ice-water immersion – perendaman tubuh dalam air es untuk pendinginan cepat ↩︎
- Suhu inti tubuh (core body temperature) – suhu bagian dalam tubuh yang dipertahankan konstan sekitar 37°C ↩︎
Referensi
- Miller FW, Katsumoto TR. Overview of Climate Change, Pollution, and Sustainability in the Rheumatic and Autoimmune Diseases. Rheum Dis Clin North Am. 2025;52(1):1-12. DOI: 10.1016/j.rdc.2025.08.003
- Agrawal SP, Maheta D, Shah RS, et al. When Less Is Not More: Exploring the Current Evidence, Practices, and Perspectives on Fluid Restriction in Patients with Heart Failure. Cardiol Rev. 2025. DOI: 10.1097/CRD.0000000000001059
- Aleisa A, AbuDujain NM, Almuhaideb QA, et al. Sun Exposure and Behaviours in Saudi Arabia: A National Study of over Eleven Thousand Participants Utilising the Arabic Sun Exposure and Behaviour Inventory. Healthcare (Basel). 2025;13(23). DOI: 10.3390/healthcare13233078
- Brocherie F, Mornas A, Bouten J. Heat-related illnesses: advice for clinicians and healthcare professionals. Rev Med Suisse. 2024;20(882):1342-1348. DOI: 10.53738/REVMED.2024.20.882.1342
- Lim MC, Lukman KA, Giloi N, et al. Translation and cross-cultural adaptation of heat strain score index (HSSI) into the Malay language. PLoS One. 2023;18(2):e0281217. DOI: 10.1371/journal.pone.0281217
- Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG). BMKG: 2024 Jadi Tahun Terpanas Sepanjang Sejarah, Perubahan Iklim Kian Membahayakan Kesehatan Publik. Diakses dari: https://www.bmkg.go.id/berita/utama/bmkg-2024-jadi-tahun-terpanas-sepanjang-sejarah-perubahan-iklim-kian-membahayakan-kesehatan-publik
- Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG). Kemarau 2025 Lebih Pendek, BMKG Ingatkan Potensi Risiko Tetap Ada. April 2025. Diakses dari: https://www.bmkg.go.id/siaran-pers/kemarau-2025-lebih-pendek-bmkg-ingatkan-potensi-risiko-tetap-ada
- World Health Organization (WHO) & World Meteorological Organization (WMO). Climate change and workplace heat stress. August 2025. Diakses dari: https://www.who.int/news/item/22-08-2025-who-wmo-issue-new-report-and-guidance-to-protect-workers-from-increasing-heat-stress
- World Health Organization (WHO) Europe. How summer heat impacts health and how to #KeepCool. June 2025. Diakses dari: https://www.who.int/europe/news/item/23-06-2025-how-summer-heat-impacts-health-and-how-to–keepcool
- World Health Organization (WHO) Europe. Planning heat–health action. Diakses dari: https://www.who.int/europe/activities/planning-heat-health-action
- Eifling KP, Gaudio FG, Dumke C, et al. Wilderness Medical Society Clinical Practice Guidelines for the Prevention and Treatment of Heat Illness: 2024 Update. Wilderness Environ Med. 2024. DOI: 10.1177/10806032241227924
- Centers for Disease Control and Prevention (CDC). Heat and Health. 2024. Diakses dari: https://www.cdc.gov/heat-and-health/
- Asian Development Bank (ADB). Facing the heat: Addressing the health impacts of extreme temperatures. May 2025. Diakses dari: https://www.preventionweb.net/news/facing-heat-addressing-health-impacts-extreme-temperatures
Tentang Penulis:
Artikel ini disusun berdasarkan tinjauan komprehensif literatur ilmiah terkini dari jurnal peer-review internasional, panduan dari organisasi kesehatan global seperti WHO dan CDC, serta data dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Indonesia. Informasi yang disajikan dimaksudkan untuk tujuan edukasi kesehatan masyarakat dan tidak menggantikan konsultasi medis profesional.
Penafian:
Pembaca yang mengalami gejala gangguan kesehatan terkait panas atau kondisi medis lainnya harus segera mencari pertolongan medis dari tenaga kesehatan profesional. Artikel ini tidak dimaksudkan sebagai pengganti diagnosis, pengobatan, atau saran medis dari dokter atau penyedia layanan kesehatan berlisensi.

Tinggalkan komentar