Osteoporosis adalah suatu penyakit tulang sistemik yang ditandai oleh menurunnya kepadatan tulang, sehingga tulang mudah patah. Osteoporosis dapat menyebabkan komplikasi seperti patah tulang, nyeri, kifosis, penurunan kualitas hidup, dan bahkan kematian.
Osteoporosis merupakan masalah kesehatan global yang mempengaruhi jutaan orang di seluruh dunia, terutama lansia dan wanita pasca menopause. Di Indonesia, prevalensi Osteoporosis diperkirakan mencapai 25% pada wanita usia 50 tahun ke atas dan 12% pada pria usia 65 tahun ke atas.

Untuk mencegah dan mengobati Osteoporosis, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia telah menerbitkan Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tata Laksana Osteoporosis pada tanggal 8 Desember 2023. Pedoman ini disusun oleh para pakar Osteoporosis dari berbagai bidang keilmuan, dengan melibatkan organisasi profesi terkait.
Pedoman ini memberikan acuan bagi dokter dan fasilitas pelayanan kesehatan dalam mendiagnosis, mencegah, dan mengobati Osteoporosis, dengan menggunakan penelusuran pustaka, kajian telaah kritis pustaka, dan peringkat bukti yang terbaru dan terpercaya. Pedoman ini juga dilengkapi dengan algoritma, tabel, gambar, dan daftar pustaka yang relevan.
Berikut adalah beberapa poin penting yang terdapat dalam Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tata Laksana Osteoporosis:
- Diagnosis Osteoporosis dapat dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan klinis, pemeriksaan laboratorium, dan pemeriksaan radiologi. Pemeriksaan radiologi yang paling umum digunakan adalah Dual-energy X-ray Absorptiometry (DXA), yang dapat mengukur kepadatan tulang pada tulang pinggul, tulang belakang, dan tulang pergelangan tangan.
- Tata laksana Osteoporosis meliputi tata laksana non-farmakologis dan tata laksana farmakologis. Tata laksana non-farmakologis mencakup modifikasi gaya hidup, nutrisi, olahraga, rehabilitasi, dan pencegahan jatuh. Tata laksana farmakologis mencakup penggunaan obat anti-resorpsi tulang dan obat anabolik tulang yang dapat meningkatkan kepadatan tulang dan mengurangi risiko patah tulang.
- Pencegahan Osteoporosis dapat dilakukan dengan melakukan skrining pada kelompok risiko tinggi, seperti wanita pasca menopause, pria usia lanjut, orang dengan riwayat patah tulang, orang dengan penyakit kronis, dan orang yang menggunakan obat-obatan tertentu. Skrining dapat dilakukan dengan menggunakan kuesioner risiko fraktur dan pemeriksaan DXA.
- Komplikasi Osteoporosis yang paling sering terjadi adalah patah tulang, terutama pada tulang pinggul, tulang belakang, dan tulang pergelangan tangan. Patah tulang dapat menyebabkan nyeri, kifosis, penurunan tinggi badan, penurunan fungsi fisik, penurunan kualitas hidup, dan peningkatan risiko kematian. Oleh karena itu, patah tulang harus segera ditangani dengan imobilisasi, analgesik, bedah, dan rehabilitasi.
- Monitoring dan evaluasi Osteoporosis dilakukan dengan mengukur efektivitas dan keamanan dari tata laksana yang diberikan. Efektivitas dapat dinilai dengan menggunakan pemeriksaan DXA, pemeriksaan klinis, dan pemeriksaan laboratorium. Keamanan dapat dinilai dengan memantau efek samping dan interaksi obat yang mungkin terjadi. Monitoring dan evaluasi dilakukan secara berkala, sesuai dengan kondisi pasien dan rekomendasi dokter.
Demikianlah tulisan blog yang saya buat tentang Osteoporosis. Semoga bermanfaat dan menambah wawasan Anda tentang penyakit tulang ini. Jika Anda ingin mengetahui lebih lanjut tentang Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tata Laksana Osteoporosis, Anda dapat mengunduh berkas PDF-nya di sini. Terima kasih telah membaca. 😊

Tinggalkan komentar