A Cahya Legawa's Les pèlerins au-dessus des nuages

Di tahun 90-an, salah satu bagian kecil dari layar kaca yang kadang menarik perhatian saya adalah acara prakiraan cuaca. Walau hanya untuk kota-kota besar di Indonesia, prakiraan cuaca menjadi menarik, karena ilmu pengetahuan telah membawa kita untuk membantu melihat bagaimana alam menyapa di hari esok.

Bagaimana dengan saat ini, apakah prakiraan cuaca masih membantu?

Saat ini, di tengah perkembangan teknologi yang pesat, prakiraan cuaca telah berubah drastis. Bukan lagi sekadar tayangan singkat di televisi, informasi cuaca kini ada di genggaman tangan kita melalui smartphone dan perangkat pintar lainnya. Aplikasi cuaca memberikan data real-time, dari suhu udara, kemungkinan hujan, hingga indeks kualitas udara, bukan hanya untuk kota-kota besar tapi hingga pelosok desa.

Prakiraan cuaca sekarang lebih dari sekadar membantu kita memutuskan apakah perlu membawa payung atau tidak. Bagi petani, nelayan, pilot, hingga event organizer, informasi cuaca menjadi elemen penting dalam perencanaan dan pengambilan keputusan. Dengan akurasi yang semakin tinggi berkat satelit dan teknologi radar, kita dapat memitigasi risiko yang disebabkan oleh kondisi cuaca ekstrem.

Namun, dengan segala kemudahan ini, muncul pertanyaan: apakah kita semakin terhubung atau justru menjauh dari alam? Teknologi memungkinkan kita memprediksi pergerakan awan, namun apakah kita masih menyempatkan diri menatap langit dan menikmati lukisan alam tersebut? Kita tahu kapan hujan akan turun, namun apakah kita masih merasakan kegembiraan saat tetes pertama menyentuh tanah?

Prakiraan cuaca tetap membantu, bahkan mungkin lebih dari sebelumnya. Namun, penting bagi kita untuk tidak sekadar melihatnya sebagai data dan angka. Ada keindahan dan keajaiban dalam fenomena alam yang sebaiknya tidak kita lewatkan. Mari gunakan informasi yang ada untuk lebih menghargai dan menjaga alam, bukan hanya memanfaatkannya.

Akhirnya, mungkin bukan soal apakah prakiraan cuaca masih membantu, tapi bagaimana kita memaknainya dalam kehidupan modern ini. Apakah kita memilih untuk tetap peka terhadap bisikan alam di tengah hiruk pikuk teknologi, atau membiarkan diri tersesat dalam angka dan grafik tanpa merasakan esensinya?

Bagaimana dengan Anda? Apakah teknologi mendekatkan atau justru menjauhkan kita dari apresiasi terhadap alam?

Commenting 101: “Be kind, and respect each other” // Bersikaplah baik, dan saling menghormati (Indonesian) // Soyez gentils et respectez-vous les uns les autres (French) // Sean amables y respétense mutuamente (Spanish) // 待人友善,互相尊重 (Chinese) // كونوا لطفاء واحترموا بعضكم البعض (Arabic) // Будьте добры и уважайте друг друга (Russian) // Seid freundlich und respektiert einander (German) // 親切にし、お互いを尊重し合いましょう (Japanese) // दयालु बनें, और एक दूसरे का सम्मान करें (Hindi) // Siate gentili e rispettatevi a vicenda (Italian)

Tinggalkan komentar