A Cahya Legawa's Les pèlerins au-dessus des nuages

Photo by Engin Akyurt on Pexels.com

I. Pendahuluan

A. Definisi dan Epidemiologi Pneumonia Komunitas (CAP)

Pneumonia Komunitas (CAP) didefinisikan sebagai infeksi akut pada parenkim paru yang didapat di luar lingkungan rumah sakit atau fasilitas layanan kesehatan. Penyakit ini merupakan salah satu infeksi pernapasan yang sangat umum, dengan insiden global berkisar antara 1 hingga 25 kasus per 1000 penduduk per tahun. Insiden CAP cenderung lebih tinggi pada individu pria, mereka yang hidup dengan human immunodeficiency virus (HIV), dan individu dengan komorbiditas, terutama Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK).1

Beban penyakit CAP sangat signifikan. Sekitar 40% pasien yang didiagnosis dengan CAP akan memerlukan rawat inap di rumah sakit. Dari jumlah tersebut, sekitar 5% akan membutuhkan perawatan di unit perawatan intensif (ICU), seringkali karena kondisi kritis seperti syok atau kebutuhan akan ventilasi mekanis, baik invasif maupun non-invasif.1 Tingkat hospitalisasi dan mortalitas yang tinggi ini secara langsung menyoroti urgensi dan kebutuhan krusial akan penilaian keparahan pneumonia yang cepat dan akurat. Penilaian yang tepat memungkinkan alokasi sumber daya medis yang optimal, seperti tempat tidur rumah sakit dan kapasitas ICU, serta memfasilitasi intervensi medis yang cepat, yang pada akhirnya dapat berkontribusi pada penurunan morbiditas dan mortalitas pasien. Tanpa alat penilaian yang efektif, terdapat peningkatan risiko penanganan yang tidak tepat, baik itu under-treatment maupun over-treatment, yang dapat berdampak negatif pada hasil pasien dan efisiensi sistem perawatan kesehatan.

Mengenai penyebab mikrobiologis CAP berat (sCAP), beberapa studi observasional besar pada tahun 2019 menunjukkan bahwa Streptococcus pneumoniae, Staphylococcus aureus, berbagai jenis virus, dan Legionella spp. merupakan patogen penyebab yang paling sering ditemukan.1 Pemahaman mengenai epidemiologi dan etiologi ini menjadi landasan penting dalam pendekatan diagnostik dan terapeutik.

B. Pentingnya Penilaian Keparahan untuk Tata Laksana yang Tepat

Penilaian risiko mortalitas pada pasien dengan CAP merupakan langkah fundamental dalam manajemen klinis. Penilaian ini memberikan informasi penting bagi pertimbangan klinis dan mendukung pengambilan keputusan yang krusial, seperti apakah pasien harus menerima perawatan di rumah atau memerlukan rawat inap di rumah sakit, pilihan tes mikrobiologi yang relevan, dan pemilihan regimen antibiotik yang sesuai.2 Tujuan utama dari penilaian ini adalah untuk memastikan bahwa pengobatan yang diberikan didasarkan pada tingkat keparahan infeksi, dengan tujuan akhir untuk meningkatkan hasil pengobatan pasien.

Sistem skoring keparahan dirancang secara spesifik untuk mengidentifikasi pasien yang berada pada risiko tinggi mengalami hasil klinis yang merugikan. Dengan mengidentifikasi kelompok pasien ini, sumber daya medis dapat difokuskan secara efisien pada mereka yang paling membutuhkan, dengan penekanan kuat pada inisiasi intervensi dini.3 Selain itu, sistem skoring ini juga memberdayakan staf klinis junior untuk mengenali pasien yang sakit kritis, sehingga memicu respons cepat dari staf medis senior. Dengan demikian, sistem skoring ini berfungsi sebagai jembatan yang menghubungkan penilaian klinis dengan alokasi sumber daya berbasis bukti. Skor-skor ini bukan hanya instrumen prediktif, melainkan alat yang dapat ditindaklanjuti. Mereka menstandardisasi penilaian awal, mengurangi variabilitas dalam perawatan, dan memfasilitasi eskalasi atau de-eskalasi perawatan serta pemanfaatan sumber daya yang tepat, yang memiliki implikasi langsung terhadap keselamatan pasien dan efisiensi sistem perawatan kesehatan secara keseluruhan.

II. Sistem Skoring CURB-65

A. Komponen dan Perhitungan Skor

CURB-65 adalah sistem skoring lima poin yang digunakan untuk memperkirakan mortalitas pada pasien dengan pneumonia komunitas (CAP) dan membantu dalam menentukan keputusan tata laksana, apakah pasien memerlukan perawatan rawat inap atau dapat dikelola secara rawat jalan.4 Sistem ini telah mapan dan direkomendasikan secara luas oleh berbagai pedoman internasional sebagai alat penilaian keparahan yang efektif.6

Setiap komponen dalam CURB-65 diberikan satu poin. Parameter-parameter tersebut adalah:

  • Confusion (Kebingungan): Dinilai berdasarkan skor Abbreviated Mental Test 8 atau kurang, atau adanya disorientasi baru pada orang, tempat, atau waktu.2
  • Urea (Ureum): Kadar blood urea nitrogen (BUN) lebih dari 7 mmol/liter (setara dengan lebih dari 19 mg/dl).2
  • Respiratory Rate (Laju Pernapasan): Laju pernapasan 30 napas per menit atau lebih.2
  • Blood Pressure (Tekanan Darah): Tekanan darah sistolik kurang dari 90 mmHg atau tekanan darah diastolik kurang dari 60 mmHg.2
  • 65 Age (Usia): Usia pasien 65 tahun atau lebih.2

Kesederhanaan skor ini secara signifikan meningkatkan kegunaan klinis yang cepat, terutama dalam pengaturan akut. Desain CURB-65, yang hanya menggabungkan lima parameter yang mudah diukur, memungkinkan perhitungannya dilakukan dengan cepat. Kecepatan perhitungan ini, ditambah dengan ketergantungannya pada informasi pasien yang umumnya sudah tersedia, menjadikannya sangat cocok untuk stratifikasi risiko yang cepat di lingkungan bertekanan tinggi seperti unit gawat darurat. Di sana, keputusan segera mengenai disposisi pasien dan manajemen awal sangatlah penting. Kemudahan penggunaan ini merupakan keuntungan praktis utama bagi para klinisi di garis depan.4

B. Interpretasi Skor dan Stratifikasi Risiko Mortalitas

Setelah menghitung total poin dari komponen CURB-65, pasien dapat distratifikasi ke dalam tiga kategori risiko mortalitas 30 hari yang berbeda, yang memandu keputusan klinis selanjutnya:

Skor CURB-65Kategori RisikoRisiko Mortalitas 30 Hari
0 – 1Risiko Rendah< 3% (0,60% – 2,70%) 2
2Risiko Menengah3 – 15% (6,80% – 9,2%) 2
3 – 5Risiko Tinggi> 15% (14,00% – 27,80%) 2

Tabel 1: Komponen dan Interpretasi Skor CURB-65

Stratifikasi mortalitas yang jelas ini secara langsung menginformasikan urgensi dan intensitas perawatan yang dibutuhkan, sehingga mengoptimalkan alokasi sumber daya. Persentase mortalitas yang berbeda yang terkait dengan setiap kategori skor CURB-65 memberikan dasar kuantitatif yang kuat untuk pengambilan keputusan klinis. Stratifikasi numerik ini memungkinkan klinisi untuk dengan cepat mengidentifikasi pasien yang dapat dikelola dengan aman secara rawat jalan dibandingkan dengan mereka yang memerlukan perawatan rawat inap atau bahkan masuk ICU. Korelasi langsung antara skor numerik sederhana dan risiko mortalitas yang jelas memungkinkan pendekatan standar untuk alokasi sumber daya. Hal ini membantu mencegah hospitalisasi yang tidak perlu untuk pasien berisiko rendah sekaligus memastikan intervensi agresif yang tepat waktu untuk individu berisiko tinggi, sehingga mengoptimalkan alur pasien dan biaya perawatan kesehatan.

C. Implikasi Klinis dan Rekomendasi Tata Laksana Berdasarkan Skor

Berdasarkan stratifikasi risiko CURB-65, rekomendasi tata laksana dapat dibuat untuk memandu keputusan klinis:

  • Skor 0-1 poin: Pasien dikategorikan berisiko rendah. Perawatan di rumah atau rawat jalan dengan antibiotik oral dapat dipertimbangkan.4
  • Skor 2 poin: Pasien berada pada risiko menengah. Rekomendasi termasuk rawat inap singkat atau perawatan rawat jalan yang diawasi secara ketat.4
  • Skor 3-5 poin: Menunjukkan pneumonia berat. Pasien ini memerlukan rawat inap, dan masuk ke unit perawatan intensif harus dipertimbangkan.4 Untuk pasien dengan skor tinggi, sangat penting untuk memastikan bahwa kondisi sepsis tidak terlewatkan.4

Skor CURB-65 memfasilitasi strategi “pengobatan sesuai risiko”, yang menyelaraskan intensitas perawatan dengan kebutuhan pasien. Rekomendasi eksplisit untuk pilihan pengobatan berdasarkan skor CURB-65 menunjukkan pendekatan yang disesuaikan dengan risiko. Ini berarti bahwa skor secara langsung memengaruhi tingkat perawatan, dari antibiotik oral di rumah hingga perawatan intensif, memastikan bahwa pasien menerima perawatan yang proporsional dengan risiko mortalitas mereka. Pendekatan ini tidak hanya mengoptimalkan hasil klinis dengan mencegah under-treatment kasus berat, tetapi juga meningkatkan efisiensi dengan menghindari over-treatment atau penerimaan yang tidak perlu untuk pasien berisiko rendah, yang merupakan aspek kunci dari manajemen sumber daya perawatan kesehatan modern. Pedoman dari Infectious Diseases Society of America (IDSA) dan American Thoracic Society (ATS) tahun 2007 menyimpulkan bahwa skor keparahan penyakit seperti CURB-65 atau PSI dapat digunakan untuk mengidentifikasi pasien CAP yang cocok untuk terapi rawat jalan.7 Selain itu, British Thoracic Society (2009) secara spesifik merekomendasikan penggunaan aturan CURB-65 untuk evaluasi pasien di unit gawat darurat.8

D. Kelebihan dan Keterbatasan CURB-65

Kelebihan CURB-65:

  • Kesederhanaan dan Kecepatan: Skor ini cepat dihitung dan hanya membutuhkan informasi pasien yang mudah tersedia, menjadikannya sangat cocok untuk penilaian cepat di unit gawat darurat.4
  • Efektivitas: CURB-65 memberikan stratifikasi risiko yang sangat baik untuk CAP.4 Skor ini menunjukkan sensitivitas yang setara dengan PSI dalam memprediksi mortalitas 30 hari 4 dan memiliki spesifisitas yang lebih tinggi dibandingkan PSI (74,6% vs 52,2%).4
  • Validasi Luas: CURB-65 telah divalidasi dengan baik dalam banyak penelitian di berbagai negara, menegaskan keandalannya.4

Keterbatasan CURB-65:

  • Kebutuhan BUN: Perhitungan skor memerlukan pemeriksaan blood urea nitrogen, yang mungkin tidak selalu tersedia di fasilitas rawat jalan primer.8
  • Pasien Imunokompromais: Akurasi prognostiknya buruk pada pasien kanker imunokompromais dengan pneumonia, dengan Area Under the Curve (AUC) sekitar 0,66.10
  • Faktor Usia dan Kondisi Lain: Kebingungan dan peningkatan BUN pada pasien lansia yang sakit akut dapat disebabkan oleh berbagai faktor selain keparahan pneumonia itu sendiri, yang dapat memengaruhi interpretasi skor.4
  • Faktor Sosial: Skor ini tidak memperhitungkan faktor sosial penting (misalnya, tunawisma, ketidakmampuan untuk membeli obat-obatan, kelemahan fisik, atau hidup sendiri) yang mungkin memerlukan rawat inap meskipun skor medisnya rendah.7
  • Variasi CRB-65: Meskipun variasi CRB-65 (tanpa komponen BUN) tersedia untuk perawatan primer, pasien berusia ≥65 tahun (yang secara otomatis mendapatkan 1 poin) tetap harus dipertimbangkan untuk terapi rawat inap.8

Pertukaran antara kesederhanaan dan kelengkapan secara signifikan memengaruhi penerapan CURB-65 di berbagai pengaturan klinis dan populasi pasien. Meskipun kesederhanaan CURB-65 membuatnya ideal untuk penilaian cepat di unit gawat darurat, ketergantungannya pada BUN membatasi penggunaannya dalam perawatan primer. Lebih penting lagi, kinerja buruknya pada pasien imunokompromais dan ketidakmampuannya untuk memperhitungkan faktor sosial menunjukkan keterbatasan mendasar: kesederhanaan, meskipun bermanfaat untuk aplikasi luas, dapat mengorbankan akurasi dan nuansa dalam kelompok pasien tertentu yang kompleks. Hal ini menyiratkan bahwa tidak ada satu skor pun yang sempurna secara universal, dan pertimbangan klinis harus selalu melengkapi penilaian algoritmik, terutama ketika karakteristik pasien menyimpang dari populasi umum tempat skor divalidasi.

III. Pneumonia Severity Index (PSI) / PORT Score

A. Komponen dan Perhitungan Skor (Langkah 1 dan Langkah 2)

Pneumonia Severity Index (PSI), juga dikenal sebagai skor PORT, adalah alat klinis yang komprehensif untuk mendiagnosis CAP dan berfungsi sebagai metode stratifikasi risiko mortalitas dan morbiditas 30 hari. Prediksinya didasarkan pada berbagai faktor risiko paru.9 PSI merupakan alat yang lebih ekstensif dan rinci dibandingkan dengan CURB-65.11

Evaluasi PSI dilakukan dalam dua langkah:

Langkah 1: Stratifikasi Risiko Kelas I (Risiko Rendah)

Pada langkah awal ini, klinisi memeriksa keberadaan kondisi-kondisi tertentu. Jika tidak ada kondisi berikut yang ditemukan, pasien secara otomatis dikategorikan dalam Kelas I (risiko sangat rendah) dan dapat dipertimbangkan untuk perawatan rawat jalan.9 Namun, jika salah satu dari kondisi berikut ada, evaluasi dilanjutkan ke Langkah 2:

  • Usia pasien lebih dari 50 tahun.9
  • Status mental pasien berubah.9
  • Denyut nadi ≥ 125 denyut/menit.9
  • Laju pernapasan > 30 napas/menit.9
  • Tekanan darah sistolik < 90 mmHg.9
  • Suhu tubuh < 35°C atau ≥ 40°C.9
  • Riwayat penyakit penyerta seperti: penyakit neoplastik, gagal jantung kongestif, penyakit serebrovaskular, penyakit ginjal, atau penyakit hati.9

Langkah 2: Stratifikasi Risiko Kelas II-V (Berdasarkan Poin)

Jika pasien memiliki salah satu kondisi dari Langkah 1, poin diberikan untuk berbagai faktor demografi, komorbiditas, temuan pemeriksaan fisik, serta hasil laboratorium dan radiografi. Jumlah poin yang diberikan bervariasi tergantung pada tingkat keparahan dan dampak yang mungkin terjadi pada fungsi paru.9

  • Faktor Demografi:
  • Usia: Untuk pria, usia dalam tahun langsung diubah menjadi poin. Untuk wanita, 10 poin dikurangi dari usia dalam tahun.9
  • Status penghuni panti jompo: Menambah 10 poin ke skor akhir jika ya.9
  • Komorbiditas:
  • Penyakit neoplastik: +30 poin.9
  • Penyakit hati: +20 poin.9
  • Gagal jantung kongestif: +10 poin.9
  • Penyakit serebrovaskular: +10 poin.9
  • Penyakit ginjal: +10 poin.9
  • Temuan Pemeriksaan Fisik:
  • Status mental berubah: +20 poin.9
  • Denyut nadi ≥ 125/menit: +10 poin.9
  • Laju pernapasan > 30/menit: +20 poin.9
  • Tekanan darah sistolik < 90 mmHg: +20 poin.9
  • Suhu tubuh < 35°C atau ≥ 40°C: +15 poin.9
  • Temuan Laboratorium dan Radiografi:
  • pH arteri < 7,35: +30 poin.9
  • Blood urea nitrogen (BUN) ≥ 30 mg/dl (11 mmol/L): +20 poin.9
  • Natrium < 130 mmol/liter: +20 poin.9
  • Glukosa ≥ 250 mg/dl (14 mmol/liter): +10 poin.9
  • Hematokrit < 30%: +10 poin.9
  • Tekanan parsial oksigen arteri (PaO2) < 60 mmHg (atau saturasi oksigen < 90% pada pulse oximetry): +10 poin.9
  • Efusi pleura (pada rontgen dada): +10 poin.9

Sifat multifaktorial PSI memungkinkan penilaian risiko yang lebih bernuansa, terutama untuk pasien yang kompleks. Dengan menggabungkan jumlah variabel yang jauh lebih besar dibandingkan CURB-65—meliputi demografi, komorbiditas, tanda vital, dan temuan laboratorium/radiografi—PSI menangkap lebih banyak aspek status kesehatan pasien, termasuk kondisi yang sudah ada sebelumnya yang diketahui memengaruhi hasil pneumonia. Meskipun kompleksitas ini mungkin menghambat penggunaan cepat di samping tempat tidur, PSI memungkinkan stratifikasi risiko yang lebih terperinci dan berpotensi lebih akurat, terutama untuk pasien dengan berbagai masalah kesehatan yang mendasari, sehingga memungkinkan rencana manajemen yang lebih disesuaikan.9

B. Interpretasi Skor dan Stratifikasi Kelas Risiko

Setelah total poin PSI dihitung, pasien diklasifikasikan ke dalam lima kelas risiko yang berbeda, masing-masing dengan perkiraan risiko mortalitas 30 hari yang spesifik:

Kelas RisikoPoin PSIRisiko Mortalitas 30 HariRekomendasi
IN/A0,001% 9Perawatan rawat jalan dengan antibiotik oral 9
II≤ 700,006% 9Perawatan rawat jalan dengan antibiotik oral 9
III71 – 900,009% – 2,8% 9Perawatan rawat jalan, admisi observasi 9
IV91 – 1300,093% – 9,3% 9Rawat inap 9
V> 1300,27% – 29,2% 9Rawat inap 9

Stratifikasi kelas risiko PSI yang terperinci memungkinkan penyesuaian yang lebih tepat antara risiko pasien dan intensitas perawatan, mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya untuk spektrum pasien yang lebih luas. Berbeda dengan tiga kategori luas CURB-65, PSI menawarkan lima kelas risiko yang berbeda, masing-masing dengan risiko mortalitas yang spesifik. Stratifikasi yang lebih halus ini memungkinkan klinisi untuk membedakan secara lebih tepat antara berbagai tingkat risiko rendah hingga sedang, berpotensi mengidentifikasi pasien yang mungkin mendapat manfaat dari observasi daripada hospitalisasi penuh (Kelas III) atau mereka yang jelas berisiko tinggi (Kelas V). Presisi ini dapat mengarah pada alokasi tempat tidur rumah sakit dan sumber daya yang lebih efisien, mencegah baik under-treatment maupun over-treatment untuk berbagai presentasi pasien.9

C. Implikasi Klinis dan Rekomendasi Tata Laksana Berdasarkan Skor

Rekomendasi tata laksana berdasarkan skor PSI adalah sebagai berikut:

  • Kelas I, II, dan III: Pasien dalam kategori ini dianggap berisiko rendah. Mereka umumnya merupakan kandidat untuk perawatan rawat jalan dengan antibiotik oral. Untuk pasien Kelas III, admisi observasi juga dapat menjadi pilihan yang dipertimbangkan berdasarkan penilaian klinis.9
  • Kelas IV dan V: Pasien ini berada pada risiko sedang hingga tinggi dan memerlukan rawat inap di rumah sakit.9

Stratifikasi PSI yang terperinci mendukung pengambilan keputusan yang bernuansa untuk perawatan rawat jalan versus rawat inap, terutama untuk pasien berisiko menengah. Kemampuan PSI untuk menentukan Kelas III (71-90 poin) sebagai “Perawatan rawat jalan, admisi observasi” menawarkan pendekatan yang lebih fleksibel daripada CURB-65 untuk pasien yang tidak jelas berisiko rendah tetapi juga tidak sakit kritis. Hal ini memungkinkan periode observasi untuk mengkonfirmasi stabilitas sebelum keluar, berpotensi mengurangi admisi rumah sakit penuh yang tidak perlu sambil memastikan keselamatan pasien. Rekomendasi bernuansa ini menyoroti kekuatan PSI dalam memandu keputusan untuk spektrum keparahan pasien yang lebih luas.9

D. Kelebihan dan Keterbatasan PSI

Kelebihan PSI:

  • Komprehensif: PSI adalah alat yang lebih ekstensif dan rinci yang memberikan stratifikasi risiko yang sangat baik. Ini mencakup berbagai faktor demografi, komorbiditas, temuan pemeriksaan fisik, dan hasil laboratorium/radiografi.9
  • Kinerja Prediktif Superior: PSI umumnya berkinerja lebih baik daripada CURB-65 dalam memprediksi mortalitas 30 hari, dengan Area Under the Curve (AUC) sebesar 0,83 dibandingkan 0,78 untuk CURB-65.11
  • Stratifikasi Risiko Granular: PSI membagi pasien menjadi lima kelas risiko, menawarkan informasi prognostik yang lebih rinci dibandingkan CURB-65.9

Keterbatasan PSI:

  • Kompleksitas: PSI lebih kompleks dan ekstensif daripada CURB-65, membutuhkan lebih banyak variabel. Hal ini membuatnya kurang praktis untuk penggunaan cepat di samping tempat tidur atau di pengaturan tanpa akses laboratorium langsung.7
  • Pasien Imunokompromais: Mirip dengan CURB-65, PSI memiliki akurasi prognostik yang buruk pada pasien kanker imunokompromais, dengan AUC sekitar 0,658.10
  • Ketersediaan Data: PSI membutuhkan temuan laboratorium dan radiografi, yang mungkin tidak segera tersedia di semua pengaturan klinis, terutama di fasilitas rawat jalan atau unit gawat darurat yang sibuk.9

Akurasi prediktif PSI yang superior datang dengan biaya peningkatan persyaratan data dan kompleksitas, menciptakan dilema praktis bagi klinisi. PSI berkinerja lebih baik daripada CURB-65 dalam memprediksi mortalitas 30 hari, menunjukkan kekuatan prediktif yang superior. Namun, PSI juga diakui lebih kompleks dan ekstensif, membutuhkan lebih banyak variabel dan berpotensi menunda manajemen awal. Sementara itu, CURB-65 lebih mudah digunakan dalam pengaturan klinis dengan variabel yang lebih sedikit. Hal ini menciptakan pertukaran yang jelas: akurasi yang lebih tinggi dengan PSI membutuhkan lebih banyak data dan waktu, berpotensi menunda manajemen awal, sementara kesederhanaan CURB-65 memungkinkan triase yang lebih cepat tetapi mungkin kurang tepat. Pilihan antara keduanya seringkali tergantung pada konteks klinis dan ketersediaan sumber daya.

IV. Perbandingan CURB-65 dan PSI

A. Sensitivitas dan Spesifisitas dalam Memprediksi Mortalitas

Baik PSI maupun CURB-65 adalah aturan prediksi klinis yang telah mapan dan banyak digunakan untuk memprediksi mortalitas pada pasien dengan CAP.6 Dalam hal kinerja prediktif, PSI umumnya menunjukkan kinerja yang sedikit lebih baik daripada CURB-65 dalam memprediksi mortalitas 30 hari, dengan Area Under the Curve (AUC) sebesar 0,83 untuk PSI dibandingkan 0,78 untuk CURB-65.11

Meskipun demikian, CURB-65 menawarkan sensitivitas yang serupa dalam prediksi mortalitas tetapi memiliki spesifisitas yang lebih tinggi (74,6%) dibandingkan PSI (52,2%).4 Beberapa perbandingan juga menunjukkan bahwa PSI memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang serupa dengan CURB-65 dalam memprediksi mortalitas 30 hari.7 Penting untuk dicatat bahwa ketiga aturan prediktif ini (CURB-65, CRB-65, dan PSI) memiliki nilai prediktif negatif yang tinggi untuk mortalitas, yang berarti mereka sangat baik dalam mengidentifikasi pasien yang tidak mungkin meninggal. Namun, mereka memiliki nilai prediktif positif yang rendah pada semua titik potong, yang berarti mereka kurang akurat dalam memprediksi siapa yang akan meninggal.7

Pilihan antara PSI dan CURB-65 melibatkan penyeimbangan akurasi prediktif (PSI) dengan kegunaan praktis dan spesifisitas (CURB-65) dalam skenario klinis yang berbeda. Spesifisitas yang tinggi pada CURB-65 berarti lebih sedikit hasil positif palsu, yang sangat berharga untuk mengidentifikasi pasien yang benar-benar berisiko rendah yang dapat dipulangkan dengan aman, sehingga mengoptimalkan manajemen rawat jalan dan pemanfaatan sumber daya. Sebaliknya, AUC PSI yang lebih tinggi menunjukkan bahwa PSI mungkin lebih baik dalam mengidentifikasi rentang risiko secara lebih akurat di seluruh spektrum. Ini menyiratkan bahwa skor “yang lebih baik” tergantung pada tujuan klinis utama: triase cepat dan aman untuk risiko rendah (CURB-65) versus penilaian risiko yang lebih komprehensif dan bernuansa untuk semua (PSI).

B. Kemudahan Penggunaan vs. Komprehensivitas

Perbedaan utama antara CURB-65 dan PSI terletak pada kemudahan penggunaan versus tingkat komprehensivitasnya:

  • CURB-65: Dikenal karena kesederhanaannya dan kecepatan perhitungannya. Skor ini membutuhkan lebih sedikit variabel, sehingga lebih mudah diterapkan dalam pengaturan klinis, terutama di unit gawat darurat yang membutuhkan keputusan cepat.4
  • PSI: Lebih ekstensif dan kompleks, membutuhkan lebih banyak variabel, termasuk temuan laboratorium dan radiografi. Meskipun demikian, sifatnya yang komprehensif memungkinkan penilaian yang lebih mendalam dan rinci.9

Pertukaran desain yang melekat antara kesederhanaan dan kelengkapan memerlukan penerapan kontekstual dari skor-skor ini dalam alur kerja klinis. Kontras yang mencolok dalam kompleksitas—lima parameter untuk CURB-65 versus sekitar 20 variabel untuk PSI—secara langsung memengaruhi integrasi mereka ke dalam alur kerja klinis. CURB-65 ideal untuk triase awal yang cepat di unit gawat darurat yang sibuk di mana keputusan cepat sangat penting. PSI, yang membutuhkan lebih banyak data, lebih cocok untuk evaluasi yang lebih menyeluruh setelah pasien dirawat atau ketika stratifikasi risiko yang lebih tepat diperlukan untuk kasus-kasus kompleks. Ini menyiratkan bahwa skor-skor ini tidak saling eksklusif tetapi saling melengkapi, masing-masing melayani tujuan yang berbeda dalam perjalanan pasien melalui sistem perawatan kesehatan.

C. Konteks Penggunaan yang Optimal (Unit Gawat Darurat, Rawat Jalan, Rawat Inap)

Penggunaan optimal dari setiap skor sangat bergantung pada konteks klinis dan fase penilaian serta perawatan pasien:

  • Rawat Jalan: Kedua skor dapat membantu mengidentifikasi pasien yang cocok untuk terapi rawat jalan.8 CURB-65 sering dipertimbangkan untuk pasien berisiko rendah (skor 0-1 poin).4 Sementara itu, PSI Kelas I, II, dan III juga dianggap sebagai kandidat untuk perawatan rawat jalan atau observasi.9
  • Unit Gawat Darurat: CURB-65 lebih cocok untuk digunakan di unit gawat darurat karena kesederhanaan dan kecepatannya dalam memberikan stratifikasi risiko awal.4
  • Rawat Inap/ICU: PSI sering digunakan untuk stratifikasi risiko yang lebih rinci, terutama untuk pasien yang memerlukan rawat inap (Kelas IV, V) atau masuk ICU.9 Skor CURB-65 3-5 juga secara jelas menunjukkan pneumonia berat dan memerlukan rawat inap, dengan pertimbangan untuk admisi ICU.4 Pneumonia komunitas berat (sCAP) secara pragmatis didefinisikan sebagai CAP yang memerlukan admisi ICU.1

Kegunaan optimal setiap skor bergantung pada konteks, mencerminkan fase penilaian dan perawatan pasien yang berbeda. Penelitian dengan jelas membatasi pengaturan yang disukai: CURB-65 untuk penilaian unit gawat darurat yang cepat dan pertimbangan rawat jalan, dan PSI untuk stratifikasi rawat inap/ICU yang lebih rinci. Ini menunjukkan bahwa skor-skor tersebut tidak bersaing tetapi melayani kebutuhan klinis yang berbeda. CURB-65 bertindak sebagai alat skrining cepat, sementara PSI memberikan penilaian prognostik yang lebih mendalam untuk pasien yang dirawat, memandu keputusan tentang tingkat perawatan di dalam rumah sakit. Ini menunjukkan penggunaan sekuensial atau komplementer daripada pilihan eksklusif.

V. Pemanfaatan Skoring dalam Pedoman Klinis Global Terkini

A. Rekomendasi dari ATS/IDSA (American Thoracic Society/Infectious Diseases Society of America)

Pedoman dari organisasi-organisasi terkemuka seperti ATS/IDSA telah secara signifikan membentuk praktik klinis dalam manajemen pneumonia.

  • ATS/IDSA 2007: Pedoman ini secara eksplisit merekomendasikan penggunaan skor keparahan penyakit seperti CURB-65 atau PSI untuk membantu mengidentifikasi pasien CAP yang merupakan kandidat untuk terapi rawat jalan.7
  • ATS/IDSA 2019: Pedoman yang lebih baru ini memperkenalkan kriteria untuk admisi ICU, yang mencakup satu kriteria mayor atau tiga kriteria minor.1
  • Kriteria Mayor: Meliputi syok septik yang memerlukan vasopressor dan gagal napas yang membutuhkan ventilasi mekanis.13
  • Kriteria Minor: Mencakup laju pernapasan ≥ 30 napas/menit, rasio PaO2/FiO2 ≤ 250, infiltrat multilobar, kebingungan/disorientasi, uremia (kadar BUN ≥ 20 mg/dl), leukopenia (jumlah sel darah putih < 4.000 sel/μl), trombositopenia (jumlah trombosit < 100.000/μl), hipotermia (suhu inti < 36°C), dan hipotensi yang memerlukan resusitasi cairan agresif.13

Meskipun pedoman ATS/IDSA 2019 mendefinisikan CAP berat berdasarkan kebutuhan admisi ICU dan kriteria klinis yang disebutkan di atas, mereka tidak secara eksplisit merekomendasikan penggunaan alat penilaian keparahan tertentu (seperti CURB-65 atau PSI) dalam rekomendasi utamanya.1 Namun, alat-alat ini merupakan bagian dari dasar bukti yang dipertimbangkan selama pengembangan pedoman.

Meskipun rekomendasi alat skoring eksplisit dapat berkembang, prinsip-prinsip dasar penilaian keparahan, sebagaimana ditangkap oleh skor-skor ini, tetap menjadi inti manajemen berbasis pedoman. Pedoman ATS/IDSA 2007 secara eksplisit merekomendasikan CURB-65/PSI. Pedoman ATS/IDSA 2019, meskipun tidak secara eksplisit menyebutkan skor-skor ini dalam rekomendasinya, mendefinisikan CAP berat berdasarkan kriteria (mayor/minor) yang sangat tumpang tindih dengan komponen CURB-65 (kebingungan, laju pernapasan, hipotensi, uremia) dan PSI (semua hal di atas ditambah lainnya seperti infiltrat multilobar, hipotermia, leukopenia, dll.). Ini menunjukkan pergeseran dari meresepkan skor tertentu ke penekanan pada parameter klinis yang diukur oleh skor-skor ini. Pedoman secara implisit mendukung konsep penilaian keparahan, bahkan jika mereka lebih memilih pendekatan kriteria klinis langsung untuk admisi ICU daripada skor komposit untuk semua keputusan manajemen. Ini menyiratkan bahwa elemen inti CURB-65 dan PSI masih sangat relevan dan tertanam dalam pemikiran klinis saat ini, meskipun tidak selalu disajikan sebagai rekomendasi “perhitungan skor” langsung.

B. Rekomendasi dari ERS (European Respiratory Society) dan Pedoman Lainnya

Pedoman ERS/ESICM/ESCMID/ALAT (2023) merupakan rekomendasi spesifik pertama yang ditujukan untuk Severe Community-Acquired Pneumonia (sCAP), yang secara pragmatis didefinisikan sebagai pasien yang memerlukan admisi ke unit perawatan intensif (ICU).1

Serupa dengan pedoman ATS/IDSA, pedoman ERS ini tidak secara eksplisit merinci penggunaan alat penilaian keparahan tertentu seperti CURB-65 atau PSI dalam rekomendasi utamanya. Sebaliknya, fokus utama adalah pada presentasi klinis pasien dan kebutuhan akan dukungan organ sebagai indikator keparahan, misalnya, adanya syok atau kebutuhan akan ventilasi mekanis.1 Meskipun demikian, dasar bukti untuk pedoman ini memang mempertimbangkan penelitian yang menggunakan skor keparahan yang ada. Sebagai contoh, uji coba terkontrol acak (RCT) lama yang menjadi dasar bukti mencakup pasien dengan sCAP sesuai kriteria ATS atau dengan PSI kelas risiko V.1

Evolusi pedoman menuju definisi “CAP berat” berdasarkan kriteria admisi ICU mencerminkan pendekatan pragmatis dan berorientasi hasil terhadap penilaian keparahan, daripada ketergantungan semata pada skor prediktif. Baik pedoman ATS/IDSA 2019 maupun ERS/ESICM/ESCMID/ALAT mendefinisikan CAP berat (sCAP) terutama berdasarkan kebutuhan admisi ICU atau adanya kondisi kritis seperti syok atau gagal napas yang memerlukan ventilasi mekanis.1 Ini menandakan pergeseran dari penggunaan skor murni untuk prediksi mortalitas menjadi penggunaan indikator klinis yang secara langsung memicu intervensi pada tingkat perawatan tertinggi. Meskipun skor memprediksi risiko, pedoman memprioritaskan tanda-tanda klinis langsung disfungsi organ sebagai pemicu langsung untuk jalur manajemen berat, menunjukkan bahwa tujuan akhir bukan hanya stratifikasi risiko tetapi eskalasi perawatan yang tepat waktu dan sesuai.

C. Peran Skoring dalam Keputusan Admisi dan Terapi Empiris

Skor keparahan sangat fundamental dalam memandu keputusan penting mengenai tempat perawatan pasien, yaitu apakah pasien akan dirawat di rumah, di rumah sakit, atau di unit perawatan intensif.2 Setelah keputusan admisi dibuat berdasarkan tingkat keparahan yang dinilai, pedoman klinis menyediakan rekomendasi terapi antibiotik empiris yang spesifik. Rekomendasi ini didasarkan pada kategori keparahan (misalnya, pneumonia rawat inap non-berat versus berat) dan faktor risiko tambahan (misalnya, risiko infeksi Methicillin-resistant Staphylococcus aureus (MRSA) atau Pseudomonas aeruginosa).13

Untuk pasien dengan pneumonia rawat inap non-berat, regimen standar yang direkomendasikan adalah kombinasi beta-laktam dengan makrolida, atau monoterapi dengan fluoroquinolone pernapasan.13 Sementara itu, untuk pneumonia rawat inap berat, pedoman menyarankan kombinasi beta-laktam dengan makrolida atau beta-laktam dengan fluoroquinolone.13 Pedoman ERS/ESICM/ESCMID/ALAT secara spesifik menyarankan penambahan makrolida, bukan fluoroquinolone, ke beta-laktam sebagai terapi antibiotik empiris pada pasien sCAP yang dirawat di rumah sakit.1

Skor keparahan berfungsi sebagai filter awal yang krusial, tetapi manajemen selanjutnya, khususnya terapi empiris, disempurnakan oleh penilaian klinis yang lebih rinci dan rekomendasi pedoman spesifik. Skor (CURB-65, PSI) terutama memandu tingkat perawatan (rawat jalan vs. rawat inap vs. ICU). Setelah disposisi pasien ditentukan, pedoman kemudian memberikan rejimen antibiotik empiris spesifik berdasarkan keparahan yang dikategorikan (rawat inap non-berat vs. berat) dan faktor risiko lainnya. Ini menggambarkan proses pengambilan keputusan multi-lapis: skor untuk triase awal, kemudian penilaian klinis terperinci dan kepatuhan pedoman untuk pilihan terapeutik spesifik. Ini memastikan bahwa penilaian keparahan awal mengalir dengan mulus ke pengobatan yang tepat dan berbasis bukti.

VI. Pertimbangan Khusus dan Keterbatasan

A. Pasien Imunokompromais dan Kanker

Salah satu keterbatasan penting dari skor CURB-65 dan PSI adalah akurasi prognostik yang buruk pada pasien kanker imunokompromais dengan pneumonia. Studi menunjukkan bahwa kinerja diskriminatif kedua skor ini pada populasi ini sangat terbatas, dengan Area Under the Curve (AUC) masing-masing sekitar 0,664 dan 0,658.10 Hal ini menyoroti kebutuhan mendesak akan pengembangan alat prediksi mortalitas yang lebih spesifik untuk pasien kanker dan populasi imunokompromais lainnya yang menderita pneumonia.10

Generalisasi skor keparahan dibatasi oleh karakteristik pasien yang mendasari, sehingga memerlukan kehati-hatian dan pendekatan alternatif pada populasi tertentu. Pernyataan eksplisit bahwa CURB-65 dan PSI berkinerja buruk pada pasien kanker imunokompromais merupakan keterbatasan yang signifikan. Skor-skor ini diturunkan dan divalidasi pada populasi CAP umum. Pasien imunokompromais memiliki respons inflamasi yang berubah, profil patogen yang berbeda, dan pertimbangan pengobatan yang unik, yang tidak cukup ditangkap oleh skor umum ini. Ini menyiratkan bahwa klinisi harus sangat berhati-hati, atau bahkan mengabaikan, skor-skor ini pada populasi tersebut, lebih mengandalkan pertimbangan klinis dan berpotensi mencari alat khusus atau konsultasi ahli. Hal ini menyoroti kondisi batas kritis untuk penerapan skor-skor ini.

B. Pneumonia COVID-19

Dalam konteks pandemi global baru-baru ini, PSI dan CURB-65 telah dievaluasi untuk kegunaannya pada pneumonia COVID-19. Penelitian menunjukkan bahwa kedua skor ini dapat memprediksi mortalitas di rumah sakit untuk pasien dengan CAP SARS-CoV-2 (pneumonia COVID-19) secara komparatif dengan CAP non-SARS-CoV-2.6 Studi juga telah melakukan validasi eksternal dan merekalibrasi PSI dan CURB-65 untuk memprediksi mortalitas 30 hari pada pneumonia COVID-19. Meskipun skor-skor ini tidak dirancang khusus untuk COVID-19, kedua kelompok pasien (CAP umum dan pneumonia COVID-19) berbagi karakteristik klinis yang serupa.11 Menariknya, penambahan biomarker seperti D-dimer atau procalcitonin ke PSI atau CURB-65 tidak secara signifikan meningkatkan kinerja prognostik mereka pada CAP SARS-CoV-2.6

Kegunaan tak terduga dari skor CAP tradisional dalam konteks pneumonia baru (seperti COVID-19) menunjukkan patofisiologi umum yang mendasari infeksi pernapasan berat, tetapi juga menyoroti keterbatasan penambahan biomarker non-inti. Penting untuk dicatat bahwa PSI dan CURB-65, yang dikembangkan untuk CAP umum, masih dapat memprediksi mortalitas pada pneumonia COVID-19. Ini menyiratkan bahwa gangguan fisiologis mendasar yang menyebabkan hasil yang parah (misalnya, gangguan pernapasan, disfungsi organ) ditangkap oleh skor-skor ini, terlepas dari patogen spesifiknya. Namun, temuan bahwa penambahan D-dimer atau procalcitonin tidak meningkatkan kinerja mereka menunjukkan bahwa meskipun biomarker ini mungkin relevan dengan patologi COVID-19, mereka tidak selalu meningkatkan kekuatan prognostik dari skor klinis yang sudah mapan dan efektif secara luas. Ini menunjukkan bahwa parameter klinis dan laboratorium inti dalam CURB-65 dan PSI adalah prediktor keparahan yang kuat di berbagai etiologi pneumonia.

C. Faktor Sosial dan Klinis Lain yang Mempengaruhi Keputusan Tata Laksana

Meskipun sistem skoring memberikan kerangka kerja yang berharga, penting untuk diingat bahwa mereka tidak memperhitungkan semua faktor yang memengaruhi keputusan tata laksana pasien. Faktor sosial, seperti tunawisma, ketidakmampuan pasien untuk membeli obat-obatan yang diresepkan, kelemahan fisik, atau hidup sendiri tanpa dukungan, dapat menjadi penentu penting yang mungkin memerlukan rawat inap meskipun skor CURB-65 pasien rendah.7 Dalam kasus-kasus seperti ini, pertimbangan klinis tetap menjadi yang terpenting dan harus mengesampingkan rekomendasi skor semata.1

Skor keparahan adalah alat pendukung keputusan, bukan algoritma definitif; penilaian pasien yang holistik, termasuk determinan sosial kesehatan, sangat penting untuk perawatan yang aman dan efektif. Penelitian secara eksplisit menyebutkan bahwa faktor sosial dapat mengesampingkan skor CURB-65 yang rendah, sehingga memerlukan rawat inap. Ini adalah poin penting: meskipun skor mengukur risiko medis, mereka tidak menangkap kapasitas pasien untuk mengelola penyakit mereka di luar lingkungan medis yang terstruktur. Ini menegaskan bahwa pertimbangan klinis harus selalu mengintegrasikan pertimbangan sosio-ekonomi dan praktis ini, mengubah skor dari aturan yang kaku menjadi informasi yang berharga dalam proses pengambilan keputusan yang lebih luas dan berpusat pada pasien.

D. Pentingnya Penilaian Klinis Holistik

Meskipun skor keparahan sangat berguna, mereka hanyalah salah satu komponen dari penilaian pasien yang komprehensif. Pedoman klinis global, seperti yang diterbitkan oleh ERS/ESICM/ESCMID/ALAT, menyarankan pengintegrasian faktor risiko spesifik berdasarkan epidemiologi lokal dan riwayat kolonisasi sebelumnya untuk memandu keputusan mengenai patogen yang resisten terhadap obat dan resep antibiotik empiris pada pasien sCAP.1

Penerapan ideal skor keparahan melibatkan integrasi mereka ke dalam kerangka kerja klinis dinamis yang beradaptasi dengan bukti yang berkembang dan kompleksitas pasien individu. Skor keparahan harus “dapat diterapkan secara luas, dapat diukur secara objektif, dan sederhana,” namun juga diakui bahwa “dalam penggunaan praktis, skor keparahan tidak sempurna dalam tiga area: diskriminasi, aplikasi, dan intervensi”.3 Ini menyiratkan bahwa meskipun berharga, skor-skor ini tidak sempurna. Penekanan pedoman pada pengintegrasian epidemiologi lokal dan faktor risiko untuk patogen yang resisten terhadap obat lebih lanjut mendukung gagasan bahwa skor memberikan dasar, tetapi klinisi harus menambahkan informasi kontekstual tambahan untuk membuat keputusan yang paling tepat. Pendekatan holistik ini memastikan bahwa perawatan pasien distandarisasi oleh bukti dan diindividualisasikan oleh realitas klinis.

VII. Kesimpulan dan Rekomendasi Praktis

Sistem skoring CURB-65 dan Pneumonia Severity Index (PSI) merupakan alat yang sangat berharga dalam stratifikasi risiko pasien pneumonia komunitas (CAP), secara efektif memandu keputusan krusial mengenai tempat perawatan—apakah rawat jalan, rawat inap di rumah sakit, atau admisi ke unit perawatan intensif—dan manajemen awal. Kedua skor ini memiliki peran komplementer dalam praktik klinis; CURB-65 menonjol karena kesederhanaan dan kecepatannya, menjadikannya ideal untuk penilaian awal yang cepat di unit gawat darurat, sementara PSI menawarkan stratifikasi risiko yang lebih rinci dan komprehensif, sangat berguna untuk pasien yang memerlukan rawat inap dan evaluasi yang lebih mendalam.

Meskipun pedoman klinis global terkini mungkin tidak selalu secara eksplisit merekomendasikan penggunaan skor-skor ini secara langsung, prinsip-prinsip dan komponen dasar yang membentuk CURB-65 dan PSI sangat tertanam dalam kriteria yang digunakan untuk mendefinisikan CAP berat dan memandu strategi manajemen. Hal ini menunjukkan bahwa pemahaman tentang parameter yang dinilai oleh skor-skor ini tetap esensial dalam praktik klinis modern.

Namun, penting untuk selalu mengakui keterbatasan skor-skor ini, terutama pada populasi pasien tertentu seperti individu imunokompromais, di mana akurasi prediktif mereka mungkin terbatas. Oleh karena itu, pertimbangan klinis yang komprehensif, yang mencakup faktor sosial, kondisi komorbid, dan preferensi pasien, harus selalu melengkapi hasil skoring untuk memastikan keselamatan pasien dan hasil pengobatan yang optimal. Pendekatan ini memastikan bahwa keputusan medis dibuat secara holistik, menggabungkan data objektif dengan penilaian klinis yang bernuansa.

Untuk masa depan, penyempurnaan skor yang ada untuk populasi spesifik dan integrasi data yang muncul, termasuk dari patogen baru seperti SARS-CoV-2, akan terus menjadi area penting dalam penelitian dan pengembangan klinis. Hal ini akan memungkinkan alat penilaian keparahan untuk tetap relevan dan efektif dalam menghadapi tantangan kesehatan yang terus berkembang.

Catatan: Anda dapat menghitung CURB-65 dan PSI melalui tautan: Kalkulator CURB-65 dan PSI untuk Pneumonia.

Karya yang dikutip

  1. ERS/ESICM/ESCMID/ALAT guidelines for the management of …, diakses Juni 1, 2025, https://publications.ersnet.org/content/erj/61/4/2200735
  2. Quality statement 4: Mortality risk assessment in hospital using CURB65 score | Pneumonia in adults – NICE, diakses Juni 1, 2025, https://www.nice.org.uk/guidance/qs110/chapter/quality-statement-4-mortality-risk-assessment-in-hospital-using-curb65-score
  3. Pneumonia severity scores in resource poor settings – PMC, diakses Juni 1, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC5922327/
  4. CURB-65 Score for Pneumonia Severity – ClinCaseQuest, diakses Juni 1, 2025, https://clincasequest.hospital/curb65-score-pneumonia-severity/
  5. CURB-65 Score for Pneumonia Severity – MDCalc, diakses Juni 1, 2025, https://www.mdcalc.com/calc/324/curb-65-score-pneumonia-severity
  6. Pneumonia Severity Index and CURB-65 Score Are Good Predictors of Mortality in Hospitalized Patients With SARS-CoV-2 Community-Acquired Pneumonia – PubMed Central, diakses Juni 1, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC8562015/
  7. When should you admit a patient with suspected CAP?, diakses Juni 1, 2025, https://cdn.mdedge.com/files/s3fs-public/Document/September-2017/5703JFP_CIs5.pdf
  8. Community-Acquired Pneumonia: Determining Safe Treatment in the Outpatient Setting, diakses Juni 1, 2025, https://www.aafp.org/pubs/afp/issues/2019/0615/p768.html
  9. Pneumonia Severity Index (PSI) Calculator – MDApp, diakses Juni 1, 2025, https://www.mdapp.co/pneumonia-severity-index-psi-calculator-247/
  10. Predicting pneumonia mortality using CURB-65, PSI, and patient characteristics in patients presenting to the emergency department of a comprehensive cancer center – PMC, diakses Juni 1, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC4303164/
  11. External Validation and Recalibration of the CURB-65 and PSI for Predicting 30-Day Mortality and Critical Care Intervention in Multiethnic Patients with COVID-19 – PubMed Central, diakses Juni 1, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC8372428/
  12. Calculator: Pneumonia Severity Index (PSI) for Community Acquired Pneumonia – IMPACT, diakses Juni 1, 2025, https://impact.chp.gov.hk/calculator_4_2.php
  13. Diagnosis and Treatment of Adults with Community-acquired …, diakses Juni 1, 2025, https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC6812437/

Commenting 101: “Be kind, and respect each other” // Bersikaplah baik, dan saling menghormati (Indonesian) // Soyez gentils et respectez-vous les uns les autres (French) // Sean amables y respétense mutuamente (Spanish) // 待人友善,互相尊重 (Chinese) // كونوا لطفاء واحترموا بعضكم البعض (Arabic) // Будьте добры и уважайте друг друга (Russian) // Seid freundlich und respektiert einander (German) // 親切にし、お互いを尊重し合いましょう (Japanese) // दयालु बनें, और एक दूसरे का सम्मान करें (Hindi) // Siate gentili e rispettatevi a vicenda (Italian)

Tinggalkan komentar