- Pendahuluan
- Epidemiologi dan Etiologi URTIs
- Perilaku Kunci 1: Membedakan Infeksi Viral vs. Bakterial
- Perilaku Kunci 2: Diagnosis Klinis – Viral vs. Bakterial
- Perilaku Kunci 3: Fokus pada Pengobatan Simptomatik
- Perilaku Kunci 4: Cadangan Antibiotik untuk Infeksi Bakterial
- Perilaku Kunci 5: Pemilihan Antibiotik yang Tepat
- Perilaku Kunci 6: Berikan Dosis dan Durasi yang Benar
- Perilaku Kunci 7: Evaluasi Respons Terhadap Pengobatan
- Perilaku Kunci 8: Edukasi Pasien tentang Penggunaan Antibiotik
- Perilaku Kunci 9: Rujuk Kasus Severe ke Spesialis
- Prinsip Rujukan
- A. Indikasi Rujukan Segera (Emergensi):
- 1. Komplikasi Orbital dan Periorbital
- 2. Komplikasi Intrakranial
- 3. Gejala Severe/Toxic Appearance
- 4. Mastoiditis Akut
- B. Indikasi Rujukan Semi-Urgent:
- 1. Kegagalan Terapi Berulang
- 2. URTIs Rekuren
- 3. Sinusitis atau OMA pada Immunocompromised
- 4. Sinusitis Nosokomial
- C. Indikasi Rujukan Elektif:
- 1. Sinusitis Kronik
- 2. Efusi Telinga Tengah Persisten (OME)
- 3. Obstruksi Anatomis
- 4. Suspek Neoplasma
- D. Komunikasi dengan Spesialis:
- E. Patient Education tentang Rujukan:
- Kesimpulan
- Referensi
Pendahuluan
Infeksi saluran pernapasan atas (Upper Respiratory Tract Infections/URTIs) merupakan salah satu alasan tersering pasien mencari pelayanan kesehatan dan mendapatkan resep antibiotik. Namun, fakta menunjukkan bahwa mayoritas URTIs disebabkan oleh virus yang tidak memerlukan terapi antibiotik. Penggunaan antibiotik yang tidak tepat pada URTIs berkontribusi signifikan terhadap resistensi antimikroba (Antimicrobial Resistance/AMR), yang kini menjadi ancaman kesehatan global.
Memahami dan menerapkan perilaku kunci dalam pengobatan antibiotik optimal sangat penting bagi tenaga kesehatan untuk memberikan pelayanan berkualitas sambil menjaga efektivitas antibiotik untuk generasi mendatang. Artikel ini akan membahas sembilan perilaku kunci yang harus diterapkan dalam tatalaksana URTIs.
Epidemiologi dan Etiologi URTIs
Sebelum membahas perilaku kunci, penting untuk memahami landscape etiologi URTIs:
Spotlight: Etiologi Predominan URTIs
Infeksi Predominan Viral:
✓ Faringitis Akut: 80-90% disebabkan virus (rhinovirus, coronavirus, adenovirus, virus influenza)
✓ Laringitis Akut: >90% disebabkan virus (rhinovirus, adenovirus, virus influenza dan parainfluenza)
✓ Common Cold (Selesma): Hampir seluruhnya viral, dengan rhinovirus menyebabkan sekitar 50% kasus, diikuti coronavirus, adenovirus, dan virus respiratori lainnya
✓ Sinusitis Akut: 90% kasus disebabkan virus, hanya 5-10% berkembang menjadi infeksi bakterial sekunder
Infeksi Predominan Bakterial:
✓ Otitis Media Akut (OMA): Meskipun predominan disebabkan bakteri (Streptococcus pneumoniae dan Haemophilus influenzae), sebagian besar kasus akan resolusi dalam beberapa hari tanpa pengobatan antibiotik. Sekitar 80% kasus OMA membaik spontan, terutama pada anak >2 tahun dengan gejala ringan.
Implikasi Klinis:
- Mayoritas URTIs bersifat self-limiting dan tidak memerlukan antibiotik
- Penggunaan antibiotik harus selektif dan berbasis evidens
- Pendekatan “watchful waiting” dengan terapi simptomatik merupakan strategi yang tepat untuk sebagian besar kasus
Perilaku Kunci 1: Membedakan Infeksi Viral vs. Bakterial
Prinsip Dasar
Kemampuan untuk membedakan infeksi viral dari bakterial merupakan fondasi penggunaan antibiotik yang rasional. Pemahaman bahwa infeksi viral akan resolusi dalam beberapa hari tanpa antibiotik sangat penting untuk menghindari overprescribing.
Karakteristik Infeksi Viral:
Onset dan Durasi:
- Onset bertahap (1-3 hari)
- Durasi gejala 7-10 hari
- Perbaikan progresif setelah puncak gejala (hari 2-3)
Gejala Khas:
- Rhinorrhea jernih atau mukoid
- Bersin berulang
- Kongesti nasal
- Batuk kering yang kemudian menjadi produktif
- Sakit tenggorokan ringan
- Demam ringan atau tanpa demam (lebih umum pada anak)
- Myalgia ringan
- Fatigue ringan
Pemeriksaan Fisik:
- Mukosa nasal eritematosa dan edema
- Faring eritematosa difus tanpa eksudat signifikan
- Tidak ada limfadenopati servikal anterior yang prominent
Karakteristik Suggestif Infeksi Bakterial:
Faringitis Bakterial (GAS):
- Demam >38°C
- Eksudat tonsilar atau pembesaran tonsil
- Limfadenopati servikal anterior yang nyeri tekan
- Tidak ada batuk (sangat penting)
- Skor Centor-McIsaac ≥3
Sinusitis Bakterial:
- Gejala persisten ≥10 hari tanpa perbaikan
- “Double worsening”: Memburuk setelah sempat membaik
- Onset severe: Demam ≥39°C + discharge purulen + nyeri wajah severe ≥3-4 hari
Otitis Media Akut Bakterial:
- Bulging membran timpani
- Otorrhea purulenta
- Eritema membran timpani yang distinct dengan efusi
- Otalgia yang mengganggu tidur/aktivitas
Laringitis Bakterial:
- Sangat jarang; pertimbangkan jika gejala persisten >2-3 minggu atau ada faktor risiko (immunocompromised)
Catatan Penting:
⚠️ Warna discharge (hijau/kuning) BUKAN indikator pasti infeksi bakterial – sekret dapat berubah warna selama perjalanan natural infeksi viral akibat neutrofil dan debris seluler
⚠️ Durasi gejala penting – Sebagian besar infeksi viral membaik dalam 7-10 hari; pertimbangkan bakterial jika persisten >10 hari
Perilaku Kunci 2: Diagnosis Klinis – Viral vs. Bakterial
Prinsip Fundamental
Diagnosis URTIs adalah fundamentally klinis, berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang teliti. Pemeriksaan penunjang umumnya tidak diperlukan untuk URTIs uncomplicated.
Pendekatan Diagnosis Sistematis:
A. Anamnesis Komprehensif
1. Karakteristik Onset:
- Viral: Onset bertahap, 1-3 hari
- Bakterial: Dapat onset mendadak, terutama pada GAS pharyngitis
2. Durasi Gejala:
- <7 hari: Kemungkinan besar masih viral
- 7-10 hari tanpa perbaikan: Mulai pertimbangkan bakterial
- >10 hari tanpa perbaikan: Strongly consider bakterial
3. Pola Perjalanan Penyakit:
- Viral: Puncak hari 2-3, kemudian perbaikan bertahap
- Bakterial: “Double worsening” – memburuk setelah sempat membaik
4. Gejala Spesifik:
- Presence atau absence of cough (penting untuk faringitis)
- Warna dan konsistensi discharge
- Keparahan nyeri dan demam
- Gejala sistemik
5. Riwayat Paparan:
- Kontak dengan orang sakit (viral transmission)
- Musim (influenza season, rhinovirus peaks)
B. Pemeriksaan Fisik Fokus
Inspeksi Orofaring:
- Eritema difus vs. eksudat fokal
- Pembesaran tonsil
- Petechiae palatal (suggestif GAS)
Palpasi Limfonodi:
- Limfadenopati servikal anterior (bakterial pharyngitis)
- Limfadenopati posterior atau generalisata (viral)
Otoskopi:
- Warna, posisi, dan mobilitas membran timpani
- Presence of effusion atau bulging
Sinus:
- Nyeri tekan atau perkusi pada area sinus
- Transilluminasi (limited utility)
Inspeksi Nasal:
- Karakter discharge
- Edema mukosa
C. Kriteria dan Skor Klinis
Kriteria Centor-McIsaac (Faringitis):
- Skor 0-1: Probabilitas GAS <10% – tidak perlu testing atau antibiotik
- Skor 2-3: Probabilitas 15-30% – pertimbangkan rapid antigen test
- Skor ≥4: Probabilitas >50% – lakukan testing atau terapi empiris
Kriteria Sinusitis Bakterial (IDSA/AAO-HNS):
- Gejala persisten ≥10 hari tanpa perbaikan, ATAU
- Onset severe (demam ≥39°C + purulen discharge + facial pain ≥3-4 hari), ATAU
- “Double worsening” (memburuk setelah perbaikan awal)
D. Kapan Menggunakan Pemeriksaan Penunjang
Rapid Antigen Detection Test (RADT):
- Indikasi: Faringitis dengan skor Centor-McIsaac ≥3
- Tidak diperlukan: Jika skor 0-1 atau jelas viral (batuk, rhinorrhea, suara serak)
Rapid Influenza Test:
- Indikasi: Pasien risiko tinggi, musim influenza, keputusan antiviral
Throat Culture:
- Gold standard untuk GAS, tetapi jarang diperlukan jika RADT available
- Pertimbangkan jika RADT negatif pada pasien risiko tinggi
Imaging (CT Sinus, X-ray):
- TIDAK rutin diperlukan untuk diagnosis sinusitis akut
- Indikasi: Kecurigaan komplikasi, sinusitis nosokomial, immunocompromised
Blood Tests:
- Tidak rutin untuk URTIs uncomplicated
- Pertimbangkan jika suspek komplikasi atau pasien immunocompromised
Prinsip Diagnosis:
✓ Mayoritas URTIs dapat didiagnosis secara klinis tanpa pemeriksaan lab
✓ Testing dipilih secara selektif berdasarkan guidelines
✓ Fokus pada identifikasi kapan antibiotik truly indicated
Perilaku Kunci 3: Fokus pada Pengobatan Simptomatik
Prinsip Utama
Kondisi seperti faringitis viral akut, laringitis akut, otitis media akut tanpa data keparahan, common cold, dan sinusitis akut ringan biasanya tidak memerlukan antibiotik dan dapat membaik dengan pengobatan simptomatik dan perawatan suportif.
Rasional Evidence-Based:
1. Self-Limiting Nature:
- 80% kasus OMA membaik spontan tanpa antibiotik (terutama >2 tahun)
- 90% viral URTIs resolusi dalam 7-10 hari
- Number Needed to Treat (NNT) untuk antibiotik pada URTIs viral sangat tinggi
2. Mengurangi Efek Samping:
- 10-25% pasien mengalami efek samping antibiotik (diare, ruam, nausea)
- Risiko reaksi alergi (termasuk anafilaksis yang jarang)
3. Mencegah Resistensi Antimikroba:
- Setiap paparan antibiotik meningkatkan seleksi bakteri resisten
- Preservasi efektivitas antibiotik untuk infeksi yang truly memerlukan
Terapi Simptomatik Komprehensif:
A. Analgesia (Cornerstone Therapy)
Paracetamol (Acetaminophen):
- Dewasa: 500-1000 mg setiap 4-6 jam (maksimal 4 gram/hari)
- Anak: 10-15 mg/kg setiap 4-6 jam
- Indikasi: Demam, nyeri tenggorokan, otalgia, nyeri wajah, sakit kepala
- Profil keamanan sangat baik
NSAIDs:
- Ibuprofen (dewasa): 400-600 mg setiap 6-8 jam
- Naproxen: 250-500 mg setiap 12 jam
- Manfaat tambahan: Efek anti-inflamasi
- Kontraindikasi: Peptic ulcer, gangguan ginjal
Evidence: Analgesia mengurangi nyeri dan discomfort secara signifikan pada URTIs dan sama efektifnya dengan antibiotik untuk relief gejala jangka pendek
B. Terapi Lokal Spesifik
Untuk Faringitis:
- Pelega tenggorokan (lozenges) dengan anestesi lokal
- Berkumur air garam hangat (½ sendok teh garam dalam 240 mL air hangat)
- Madu (anak >1 tahun): 2.5-5 mL sebelum tidur
Untuk Laringitis:
- Istirahat suara (voice rest) – paling penting
- Steam inhalation atau humidifier
- Hidrasi adekuat untuk kelembaban mukosa
Untuk Otitis Media:
- Tetes telinga anestesi lokal (antipyrine-benzocaine) untuk anak >5 tahun
- Kompres hangat pada telinga
- Elevasi kepala saat tidur
Untuk Sinusitis dan Common Cold:
- Nasal saline irrigation: High-quality evidence untuk efektivitas
- 2-4 kali per hari dengan isotonic atau hypertonic saline
- Neti pot, squeeze bottle, atau nasal spray
- Intranasal corticosteroids:
- Mometasone, fluticasone, budesonide
- Sangat efektif mengurangi kongesti dan inflamasi
- Evidence kuat untuk benefit pada sinusitis
C. Dekongestan (Penggunaan Terbatas)
Oral:
- Pseudoephedrine 30-60 mg setiap 4-6 jam
- Durasi maksimal 5-7 hari
- Kontraindikasi: Hipertensi tidak terkontrol
Topical (Nasal Spray):
- Oxymetazoline atau xylometazoline
- KRITIS: Maksimal 3 hari (risiko rhinitis medicamentosa)
D. Terapi Suportif
1. Hidrasi:
- 8-10 gelas air per hari
- Cairan hangat (teh, sup) dapat menenangkan tenggorokan
2. Humidifikasi:
- Humidifier atau steam inhalation
- Mandi air hangat
3. Istirahat:
- Cukup tidur untuk mendukung sistem imun
- Hindari aktivitas berat saat demam
4. Nutrisi:
- Diet seimbang
- Vitamin C dan zinc: Evidence mixed, tidak rutin direkomendasikan
5. Hindari Iritan:
- Berhenti merokok – sangat penting
- Hindari paparan asap dan polutan
Watchful Waiting Strategy:
Observasi 48-72 jam dengan terapi simptomatik merupakan approach yang tepat untuk:
- OMA pada anak ≥6 bulan dengan gejala ringan
- Sinusitis akut dengan durasi <10 hari
- Faringitis dengan skor Centor-McIsaac rendah
- Common cold pada hari 1-7
Re-evaluasi diperlukan jika:
- Tidak ada perbaikan setelah 48-72 jam
- Perburukan gejala
- Muncul tanda komplikasi
Edukasi Ekspektasi Realistis:
Pasien perlu memahami:
- Timeline perbaikan: 7-10 hari untuk mayoritas URTIs viral
- Perjalanan gejala: Dapat memburuk hari 2-3 sebelum membaik
- Warna mukus: Perubahan warna normal pada perjalanan viral
- Kapan kembali: Jika tidak membaik >10 hari atau memburuk kapan saja
Perilaku Kunci 4: Cadangan Antibiotik untuk Infeksi Bakterial
Prinsip Antimicrobial Stewardship
“Antibiotik tidak memiliki efek pada virus.” Penggunaan antibiotik harus dicadangkan strictly untuk infeksi bakterial yang terkonfirmasi atau highly suspected dengan kriteria klinis yang jelas.
Mengapa Antibiotik Tidak Efektif untuk Virus:
Mekanisme Kerja Antibiotik:
- Target struktur atau proses spesifik bakteri (dinding sel, sintesis protein, DNA replikasi)
- Virus tidak memiliki struktur atau machinery yang ditarget antibiotik
- Virus bereplikasi di dalam sel host menggunakan machinery seluler host
Evidence Ketidakefektifan:
- Multiple Cochrane reviews menunjukkan tidak ada benefit antibiotik untuk:
- Common cold
- Laringitis akut viral
- Faringitis viral
- Sinusitis akut dalam 10 hari pertama
Konsekuensi Penggunaan Antibiotik yang Tidak Perlu:
A. Resistensi Antimikroba (AMR)
Skala Masalah Global:
- WHO menyatakan AMR sebagai “salah satu ancaman kesehatan publik terbesar”
- Sekitar 700,000 kematian per tahun globally akibat infeksi resisten (data 2019)
- Proyeksi: 10 juta kematian per tahun pada 2050 jika tidak ada tindakan
Mekanisme Resistensi:
- Setiap paparan antibiotik memberikan selective pressure
- Bakteri mengembangkan mekanisme resistensi (enzymatic degradation, target modification, efflux pumps)
- Resistensi dapat ditransmisi antar bakteri (horizontal gene transfer)
Impact Lokal:
- S. pneumoniae resisten penisilin meningkat
- H. influenzae beta-laktamase producing meningkat
- Macrolide resistance pada S. pyogenes
B. Efek Samping Langsung
Efek Samping Umum (10-25% pasien):
- Gastrointestinal: Diare (10-25%), nausea, muntah
- Ruam kulit
- Vaginitis (antibiotik broad-spectrum)
Efek Samping Serius (Jarang):
- Reaksi alergi severe (anafilaksis): 0.01-0.05%
- Clostridioides difficile infection: 1-2% pada broad-spectrum antibiotics
- Stevens-Johnson syndrome (sulfonamides)
- Tendon rupture (fluoroquinolones)
- QT prolongation (macrolides, fluoroquinolones)
C. Gangguan Mikrobioma
- Antibiotik mengganggu mikrobioma normal
- Recovery dapat memakan waktu minggu hingga bulan
- Predisposisi terhadap infeksi oportunistik
D. Biaya Ekonomi
- Biaya antibiotik yang tidak perlu
- Biaya tatalaksana efek samping
- Kehilangan produktivitas
Indikasi Spesifik Antibiotik pada URTIs:
1. Faringitis:
✓ HANYA jika GAS confirmed (RADT positive atau kriteria klinis sangat mendukung)
✗ Tidak untuk faringitis viral (mayoritas kasus)
2. Sinusitis Akut:
✓ Gejala persisten ≥10 hari tanpa perbaikan
✓ “Double worsening”
✓ Onset severe (demam ≥39°C + purulen discharge + facial pain ≥3-4 hari)
✗ Tidak untuk hari 1-9 tanpa kriteria berat/parah
3. Otitis Media Akut:
✓ OMA severe (otalgia severe ≥48 jam, demam ≥39°C)
✓ OMA bilateral pada anak <2 tahun
✓ Otorrhea purulenta
✓ Kegagalan watchful waiting 48-72 jam
✗ Tidak untuk OMA ringan pada anak ≥2 tahun (observasi sekitar 48-72 jam)
4. Laringitis:
✗ Hampir tidak pernah – 90% viral dan self-limiting
✓ Pertimbangkan hanya jika gejala persisten >3 minggu atau ada faktor risiko spesifik
5. Common Cold:
✗ Tidak pernah indicated – 100% viral
Prinsip “Start Smart, Then Focus”:
Start Smart:
- Gunakan kriteria diagnosis yang ketat
- Jangan resepkan antibiotik “untuk jaga-jaga”
- Jelaskan perjalanan infeksi virus secara alamiah
Then Focus:
- Evaluasi ulang dalam 48-72 jam
- Mulai antibiotik jika memenuhi kriteria bakterial
- Ganti atau stop antibiotik berdasarkan respons
Perilaku Kunci 5: Pemilihan Antibiotik yang Tepat
Prinsip Pemilihan
Pemilihan antibiotik harus berdasarkan pedoman, dengan mempertimbangkan faktor-faktor: usia pasien, riwayat alergi, dan pola resistensi regional. Pemilihan antibiotik yang tidak tepat berkontribusi pada peningkatan AMR dan munculnya efek samping.
Faktor-Faktor dalam Pemilihan Antibiotik:
A. Spektrum Aktivitas
Prinsip “Narrow is Better”:
- Gunakan antibiotik spektrum sempit jika patogen dapat diperkirakan
- Hindari broad-spectrum kecuali benar-benar diindikasikan
- Preservasi antibiotik spektrum luas untuk infeksi serius
Antibiotik Spektrum Sempit (Preferred untuk URTIs):
- Penicillin V atau Amoxicillin: First-line untuk GAS pharyngitis dan sinusitis non-severe
- Efektif terhadap: S. pneumoniae, S. pyogenes, sebagian H. influenzae
Antibiotik Spektrum Luas (Reserved):
- Amoxicillin-clavulanate: Beta-laktamase coverage untuk kasus berat atau gagal terapi
- Fluoroquinolones: Reserved untuk alergi berat atau kasus resisten
B. Usia Pasien
Neonatus dan Infant (<3 bulan):
- Pertimbangan khusus, sering memerlukan rujukan
- Risiko infeksi bakteri tinggi
Anak-Anak:
- Sesuaikan dosis berdasarkan berat badan (mg/kg/hari)
- Hindari tetracyclines <8 tahun (noda pada gigi)
- Hindari fluoroquinolones kecuali tidak ada alternatif
Dewasa:
- Dosis standar
- Pertimbangkan komorbiditas dan interaksi obat
Geriatri:
- Sesuaikan untuk fungsi ginjal
- Risiko dampak yang tidak diinginkan lebih tinggi
- Pertimbangan polifarmasi
C. Riwayat Alergi
Non-Alergi:
- First-line: Amoxicillin atau penicillin V
Alergi Non-Anafilaksis (Type IV – rash only):
- Dapat gunakan: Cephalosporins (cross-reactivity <3%)
- Cefdinir, cefuroxime, cefpodoxime
Alergi Anafilaksis (Type I – severe):
- Hindari: Semua beta-laktam
- Alternatif:
- Macrolides (azithromycin, clarithromycin) – jika resistensi lokal rendah
- Fluoroquinolones (levofloxacin, moxifloxacin) – untuk kasus berat
- Doxycycline
Verifikasi Riwayat Alergi:
- >90% swalapor alergi penicillin BUKAN benar-benar alergi
- Tanyakan spesifik tentang reaksi yang dialami
- Pertimbangkan tes alergi penicillin jika riwayat tidak jelas
D. Pola Resistensi Regional
Monitor Local Antibiogram:
- Pola resistensi bervariasi antar wilayah dan waktu
- Konsultasi data resistensi lokal dari lab mikrobiologi
S. pneumoniae Penicillin Resistance:
- Rendah (<10%): Standard-dose amoxicillin adekuat
- Sedang-Tinggi (>10%): High-dose amoxicillin (80-90 mg/kg/hari untuk anak)
H. influenzae Beta-Laktamase:
- Tinggi (>20%): Pertimbangkan amoxicillin-clavulanate untuk kasus-kasus berat
- Rendah (<20%): Amoxicillin masih efektif
Macrolide Resistance (S. pyogenes):
- Beberapa wilayah memiliki >30%
- Macrolides tidak direkomendasikan sebagai first-line untuk GAS pharyngitis
Pemilihan Antibiotik Berdasarkan Kondisi:
Faringitis (GAS):
First-Line:
- Penicillin V: 250 mg TID atau 500 mg BID × 10 hari
- Amoxicillin: 500 mg BID atau 1000 mg QD × 10 hari
- Rasional: Spektrum sempit, efektif, cost-effective, tidak ada resistensi GAS terhadap penisilin
Second-Line (Alergi):
- Cephalosporins: Cefadroxil, cephalexin × 10 hari
- Azithromycin: 500 mg hari 1, kemudian 250 mg hari 2-5 (jika resistensi lokal rendah)
- Clindamycin: 300 mg TID × 10 hari
Sinusitis Akut Bakterial:
Non-Severe:
- Amoxicillin: 500 mg TID atau 875 mg BID × 5-7 hari
- High-dose (area resistensi tinggi): 1000 mg BID × 5-7 hari
Severe atau Treatment Failure:
- Amoxicillin-clavulanate: 875/125 mg BID atau 2000/125 mg BID × 5-7 hari
Alergi Beta-Laktam:
- Doxycycline: 100 mg BID × 5-7 hari
- Levofloxacin: 500-750 mg QD × 5 hari
- Moxifloxacin: 400 mg QD × 5 hari
Otitis Media Akut:
Non-Severe (observasi gagal):
- Amoxicillin: 40-50 mg/kg/hari (atau 80-90 mg/kg/hari untuk high-risk) × 5-7 hari (anak ≥2 tahun) atau 10 hari (anak <2 tahun)
Severe:
- Amoxicillin-clavulanate: 80-90 mg/kg/hari (komponen amoxicillin) × 10 hari
Alergi:
- Cefdinir, cefuroxime, cefpodoxime (non-anafilaksis)
- Azithromycin, levofloxacin (anafilaksis)
Prinsip Penatagunaan Antimikroba dalam Pemilihan:
✓ Pilih berdasarkan pedoman
✓ Pilih spektrum sempit jika memungkinkan
✓ Pertimbangkan faktor-faktor spesifik pasien (usia, alergi, komorbiditas)
✓ Kenali pola resistensi di wilayah Anda
✓ Antibiotik spektrum luas sebagai kelompok reserve untuk indikasi yang sesuai
✓ Dokumentasikan rasionalisasi/pertimbangan untuk pemilihan antibiotik
Perilaku Kunci 6: Berikan Dosis dan Durasi yang Benar
Prinsip Dasar
Pemberian antibiotik pada dosis yang direkomendasikan dan durasi yang diresepkan sangat penting untuk memaksimalkan efektivitas dan mengurangi risiko resistensi.
A. Pentingnya Dosis yang Tepat
Underdosing – Konsekuensi:
1. Kegagalan Terapi:
- Konsentrasi antibiotik sub-optimal tidak membunuh bakteri
- Gejala persisten atau rekuren
- Meningkatkan durasi penyakit
2. Seleksi Resistensi:
- Mutant Selection Window: Konsentrasi antibiotik yang cukup untuk memberikan selective pressure tetapi tidak cukup untuk membunuh semua bakteri
- Bakteri dengan resistensi parsial dapat bertahan dan berkembang biak
- Amplifikasi klon resisten
3. Komplikasi:
- Risiko komplikasi lebih tinggi pada infeksi yang tidak teradekuat
Overdosing – Konsekuensi:
1. Toksisitas:
- Peningkatan risiko efek samping dose-dependent
- Organ toxicity (renal, hepatic)
2. Gangguan Mikrobioma Lebih Berat:
- Disruption yang lebih extensive terhadap flora normal
3. Biaya:
- Cost lebih tinggi tanpa benefit tambahan
Dosis yang Direkomendasikan:
Amoxicillin:
Faringitis (GAS) – Dewasa:
- 500 mg BID atau 1000 mg QD
Sinusitis/OMA – Dewasa:
- Standard-dose: 500 mg TID atau 875 mg BID
- High-dose (area resistensi tinggi): 1000 mg BID atau TID
Anak:
- Standard: 40-50 mg/kg/hari dibagi 2-3 dosis
- High-dose: 80-90 mg/kg/hari dibagi 2 dosis (maksimal 3 gram/hari)
Amoxicillin-Clavulanate:
Dewasa:
- 875/125 mg BID (kasus moderate-severe)
- 2000/125 mg BID extended-release (kasus severe)
Anak:
- 80-90 mg/kg/hari (komponen amoxicillin) dibagi 2 dosis
- Gunakan formulasi dengan rasio tinggi (14:1 atau 7:1) untuk minimize gastrointestinal side effects dari clavulanate
Penicillin V:
GAS Pharyngitis – Dewasa:
- 250 mg TID atau 500 mg BID
Anak:
- 250 mg BID-TID
Azithromycin:
Dewasa:
- 500 mg hari 1, kemudian 250 mg hari 2-5
- Atau 500 mg QD × 3 hari
Anak:
- 10 mg/kg hari 1 (maksimal 500 mg), kemudian 5 mg/kg hari 2-5 (maksimal 250 mg)
Levofloxacin:
Sinusitis – Dewasa:
- 500 mg QD × 5 hari atau 750 mg QD × 5 hari
Doxycycline:
Sinusitis – Dewasa:
- 100 mg BID atau 200 mg QD
B. Pentingnya Durasi yang Tepat
Prinsip Durasi Optimal:
“Shortest Effective Duration”:
- Evidens menunjukkan durasi lebih pendek (5-7 hari) sama efektifnya dengan durasi tradisional (10 hari) untuk banyak URTIs
- Mengurangi exposure antibiotik
- Menurunkan risiko efek samping dan resistensi
- Meningkatkan adherence
Durasi Berdasarkan Kondisi:
GAS Pharyngitis:
- 10 hari (tetap standar)
- Rasional: Mencegah demam reumatik akut (meskipun sangat jarang)
- Pengecualian: Penicillin G benzathine IM (single dose)
Sinusitis Akut Bakterial:
- 5-7 hari (evidence-based untuk adult)
- Durasi lebih pendek non-inferior dibanding 10 hari
- Anak: Dapat memerlukan 10 hari
Otitis Media Akut:
- Anak ≥2 tahun dengan gejala ringan-sedang: 5-7 hari
- Anak <2 tahun atau severe: 10 hari
- Evidence mendukung shorter courses untuk anak lebih tua
Konsekuensi Durasi Tidak Tepat:
Durasi Terlalu Pendek:
- Risiko relapse atau rekurensi
- Potensi komplikasi (terutama GAS pharyngitis)
- Namun: Tidak ada evidence bahwa stopping early meningkatkan resistensi (misconception umum)
Durasi Terlalu Panjang:
- Unnecessary antibiotic exposure
- Peningkatan efek samping
- Greater disruption mikrobioma
- Increased selection pressure untuk resistensi
- Poor adherence (pasien stop sendiri sebelum selesai)
C. Strategi Meningkatkan Adherence:
1. Regimen Sederhana:
- Once atau twice daily lebih baik dari TID atau QID
- Amoxicillin BID vs TID
2. Durasi Lebih Pendek:
- 5-7 hari lebih mudah diikuti dibanding 10 hari
3. Edukasi Jelas:
- Jelaskan pentingnya completing course
- Diskusikan ekspektasi perbaikan
4. Instruksi tertulis:
- Berikan instruksi tertulis yang jelas
- Termasuk jadwal dosis
5. Sistem pengingat
- Tawarkan alarm atau applikasi untuk mengingatkan dosis
6. Kurangi efek samping:
- Minum dengan makanan untuk mengurangi keluhan saluran cerna
- Gunakan formulasi dengan klavulanat yang rendah untuk mengurangi diare
D. Adjusting untuk Kondisi Khusus:
Gangguan Ginjal:
- Adjust dose atau interval untuk antibiotik yang dieliminasi renal
- Amoxicillin: kurangi frekuensi jika CrCl <30 mL/min
Gangguan Hepar:
- Caution dengan antibiotik yang dimetabolisme hepatik
Kehamilan:
- Penicillins dan cephalosporins: umumnya aman
- Hindari: Tetracyclines, fluoroquinolones, trimethoprim (trimester pertama)
Pediatrik dengan Berat Badan Ekstrim:
- Gunakan berat badan ideal untuk kalkulasi dosis
- Obesitas: mungkin perlu penyesuaian untuk beberapa antibiotik
Perilaku Kunci 7: Evaluasi Respons Terhadap Pengobatan
Prinsip Evaluasi
Evaluasi respons pasien terhadap antibiotik sangat penting, terutama pada kasus dengan gejala berat atau tanpa perbaikan, untuk menentukan kebutuhan terapi alternatif atau rujukan ke spesialis.
A. Timeline Perbaikan yang Diharapkan
Respons Normal terhadap Antibiotik:
Faringitis Bakterial (GAS):
- 24-48 jam: Perbaikan significant pada demam dan sakit tenggorokan
- 48-72 jam: Perbaikan substansial pada semua gejala
- 3-5 hari: Resolusi hampir lengkap
Sinusitis Akut Bakterial:
- 48-72 jam: Penurunan nyeri wajah dan discharge
- 5-7 hari: Perbaikan significant pada kongesti dan gejala lain
- 7-14 hari: Resolusi lengkap (efusi sinus dapat persist lebih lama)
Otitis Media Akut:
- 24-48 jam: Perbaikan otalgia dan demam
- 48-72 jam: Perbaikan significant pada irritability dan gejala
- 7-10 hari: Resolusi gejala akut (efusi dapat persist 4-12 minggu)
B. Definisi Treatment Failure
Kegagalan terapi didefinisikan sebagai:
1. Lack of Improvement:
- Tidak ada perbaikan gejala setelah 48-72 jam terapi antibiotik adekuat
- Demam persisten
- Nyeri tidak berkurang
2. Worsening:
- Perburukan gejala kapan saja selama terapi
- Muncul komplikasi baru
- Deteriorasi kondisi umum
3. Early Recurrence:
- Relapse dalam 2-4 minggu setelah completing antibiotik
C. Pendekatan Systematic untuk Evaluasi:
Step 1: Konfirmasi Diagnosis Awal
Pertanyaan Kunci:
- Apakah diagnosis bakterial benar? Atau sebenarnya viral?
- Apakah gejala dari URTIs atau kondisi lain?
- Apakah ada kondisi underlying yang dilewatkan?
Differential Diagnosis:
- Viral infection yang belum selesai natural course-nya
- Mononukleosis (jika diagnosed sebagai faringitis)
- Rinitis alergi (jika diagnosed sebagai sinusitis)
- Otitis media with effusion vs. acute otitis media
Step 2: Konfirmasi Adherence
Tanyakan Spesifik:
- “Apakah Anda mengambil antibiotik sesuai resep?”
- “Berapa dosis yang terlewat?”
- “Apakah Anda berhenti minum sebelum habis?”
Faktor Non-Adherence:
- Regimen kompleks (TID, QID)
- Efek samping (GI upset)
- Merasa sudah membaik
- Masalah biaya/ongkos
- Lupa
Solusi:
- Sederhanakan rejimen obat jika memungkinkan
- Sampaikan efek samping
- Tekankan pentingnya menyelesaikan semua dosis
Step 3: Review Pemilihan Antibiotik
Apakah antibiotik yang dipilih appropriate?
- Spektrum adekuat untuk patogen likely?
- Dosis adekuat?
- Beta-laktamase producing organisms?
- Resistensi lokal?
Red Flags untuk Inappropriate Choice:
- Macrolide untuk area dengan resistensi S. pneumoniae tinggi
- Standard-dose amoxicillin untuk area resistensi penisilin tinggi
- Narrow-spectrum untuk suspek beta-laktamase producers
Step 4: Pertimbangkan Patogen Resisten atau Unusual
Indikator:
- Kegagalan sejumlah antibiotik
- Pasien dengan paparan antibiotik baru-baru ini
- Healthcare-associated infections
- Immunocompromised
Patogen yang Dipertimbangkan:
- Drug-resistant S. pneumoniae
- Beta-laktamase producing H. influenzae atau M. catarrhalis
- S. aureus (including MRSA)
- Anaerobes (sinusitis odontogenik)
- Fungal infections (immunocompromised)
Step 5: Evaluasi untuk Komplikasi
Tanda Komplikasi:
- Orbital: Proptosis, vision changes, ophthalmoplegia
- Intrakranial: Severe headache, altered mental status, seizures, focal deficits
- Lokal: Mastoiditis (pembengkakan retroaurikular), peritonsillar abscess
Action: Rujukan segera jika ada tanda komplikasi
D. Strategi Management untuk Treatment Failure:
Failure Setelah First-Line Antibiotic:
Faringitis (Penicillin/Amoxicillin):
- Konfirmasi GAS (jika belum): RADT atau culture
- Pertimbangkan poor adherence atau reinfection
- Switch ke:
- Amoxicillin-clavulanate (coverage beta-laktamase producing co-pathogens)
- Cephalosporin (cefpodoxime, cefdinir)
- Clindamycin
Sinusitis (Amoxicillin):
- Extend ke amoxicillin-clavulanate
- Atau switch ke:
- Doxycycline
- Respiratory fluoroquinolone (levofloxacin, moxifloxacin)
- Pertimbangkan imaging (CT sinus) jika multiple failures
OMA (Amoxicillin):
- Switch ke amoxicillin-clavulanate
- Atau ceftriaxone IM (50 mg/kg × 1-3 dosi)
- Pertimbangkan tympanocentesis untuk kultur jika recurrent failures
Gagal Setelah Second-Line:
Actions:
- Imaging: CT sinus untuk sinusitis, consider tympanocentesis untuk OMA
- Culture: Jika accessible (throat culture, sinus aspirate, tympanocentesis)
- Konsultasi Spesialis: ENT evaluation
- Evaluasi Underlying Conditions:
- Immunodeficiency
- Anatomical abnormalities
- Rinitis alergi uncontrolled
- GERD
E. Follow-Up Schedule:
Initial Follow-Up (48-72 jam):
- Telepon check-in atau visit untuk severe cases
- Assess response dan adherence
- Decision untuk continue atau switch antibiotik
End-of-Therapy Follow-Up:
- Konfirmasi resolution gejala
- Screen untuk komplikasi yang tertunda
- Diskusi strategi pencegahan
Extended Follow-Up (jika applicable):
- Sinusitis: 4-6 minggu untuk ensure resolution efusi
- OMA: 4-12 minggu untuk monitor persistent effusion
- Faringitis: Follow-up umumnya tidak diperlukan jika membaik
F. Dokumentasi:
Catat dalam Medical Record:
- Gejala awal dan keparahannya
- Antibiotik yang diresepkan (drug, dose, duration)
- Edukasi yang sudah diberikan kepada pasien
- Waktu pemulihan yang diharapkan
- Rencana tindak lanjut
- Respons terhadap terapi
- Jika ada modifikasi/perubahan terapi yang dibuat
- Alasan rujukan jika ada
Perilaku Kunci 8: Edukasi Pasien tentang Penggunaan Antibiotik
Prinsip Patient Education
Berikan instruksi yang jelas kepada pasien mengenai penggunaan antibiotik, termasuk dosis, frekuensi, dan potential side effects. Tekankan pentingnya menyelesaikan seluruh course antibiotik sesuai resep.
A. Komponen Edukasi Antibiotik yang Efektif:
1. Cara Penggunaan (Dosis dan Frekuensi)
Instruksi Spesifik:
- “Minum 1 tablet (500 mg) dua kali sehari” – lebih baik dari “minum 2 kali sehari”
- “Pagi dan malam, dengan interval 12 jam” – jelaskan timing
- “Dengan atau tanpa makanan” – specify food requirements
Tips Praktis:
- Set alarms untuk reminders
- Pair dengan daily routine (breakfast, bedtime)
- Use pill organizers
Berikan Written Instructions:
- Nama obat
- Dosis spesifik
- Frekuensi
- Durasi total
- Special instructions (dengan makanan, dll)
2. Durasi dan Pentingnya Completion
Key Messages:
“Habiskan seluruh antibiotik meskipun Anda merasa lebih baik.”
Penjelasan Rasional:
- Bakteri dapat masih ada meskipun gejala membaik
- Stopping early dapat menyebabkan relapse
- Bakteri yang tersisa dapat berkembang resistensi
Address Common Misconceptions:
- Mitos: “Simpan sisanya untuk next time saya sakit”
- Fakta: Setiap infeksi berbeda, butuh antibiotik spesifik dan durasi lengkap
- Mitos: “Jika saya merasa lebih baik, saya dapat stop”
- Fakta: Perbaikan gejala tidak = eradikasi bakteri lengkap
- Mitos: “Antibiotik sisa dapat saya berikan ke keluarga yang sakit”
- Fakta: Antibiotik adalah prescription medication yang harus individualized
3. Efek Samping yang Mungkin Terjadi
Efek Samping Umum (10-25%):
Gastrointestinal:
- Nausea, muntah (mild)
- Diare
- Management: Minum dengan makanan, probiotics dapat membantu
Ruam Kulit:
- Mild rash dapat terjadi
- Tidak selalu alergi
Vaginitis (pada wanita):
- Candida overgrowth
- Prevention: Consider probiotics
Kapan Menghubungi Dokter:
- Diare severe atau berdarah (possible C. difficile)
- Rash dengan demam, blistering, atau involving mucosa (serious reactions)
- Difficulty breathing, swelling wajah/tenggorokan (anafilaksis – EMERGENSI)
- Severe abdominal pain
- Jaundice (kuning)
Reassurance:
- Sebagian besar efek samping ringan dan self-limiting
- Serious reactions jarang
4. Interaksi Obat dan Makanan
Antibiotik Spesifik Considerations:
Tetracyclines (Doxycycline):
- Hindari: Dairy products, antacids, iron supplements dalam 2 jam
- Alasan: Chelation mengurangi absorption
Fluoroquinolones:
- Hindari: Antacids, calcium, iron, zinc
- Caution: NSAIDs (increased seizure risk)
- Perhatian: Tendon pain (stop jika terjadi)
Macrolides:
- Interaksi dengan: Statins, warfarin, digoxin
- QT prolongation: Caution jika penyakit jantung
Amoxicillin/Penicillins:
- Umumnya minimal food interactions
- Dapat minum dengan atau tanpa makanan
- Amoxicillin-clavulanate: Better tolerated dengan makanan
Alkohol:
- Generally safe dengan most antibiotik untuk URTIs
- Hindari dengan: Metronidazole (disulfiram reaction)
B. Edukasi tentang Antimicrobial Resistance:
Explain AMR dalam Bahasa Sederhana:
“Bakteri dapat belajar melawan antibiotik jika kita tidak menggunakannya dengan hati-hati. Ini disebut resistensi antibiotik. Ketika bakteri menjadi resisten, antibiotik yang dulunya efektif tidak lagi bekerja, membuat infeksi lebih sulit diobati.”
Patient’s Role:
- Hanya gunakan antibiotik ketika truly needed (bacterial infections)
- Complete seluruh course sesuai prescribed
- Jangan menggunakan antibiotik orang lain
- Jangan simpan atau share antibiotik
- Jangan meminta antibiotik untuk infeksi viral (cold, flu)
Public Health Impact:
- Tindakan individual affect community health
- Preserving antibiotik effectiveness untuk future generations
C. Ekspektasi Timeline Perbaikan:
Set Realistic Expectations:
Dengan Antibiotik:
- “Anda akan mulai merasa lebih baik dalam 2-3 hari”
- “Demam akan turun dalam 24-48 jam”
- “Nyeri akan berkurang significantly dalam 48-72 jam”
Tanpa Antibiotik (Viral):
- “Gejala biasanya puncaknya di hari 2-3”
- “Perbaikan bertahap dimulai hari ke-4 atau 5”
- “Total durasi sekitar 7-10 hari”
Kapan Menghubungi Kembali:
- Jika tidak ada perbaikan setelah 48-72 jam pada antibiotik
- Jika memburuk kapan saja
- Jika muncul gejala baru yang concerning (tanda komplikasi)
D. Prevention of Future Infections:
Hygiene:
- Cuci tangan frequently dengan sabun dan air
- Hand sanitizer saat soap tidak available
Vaccination:
- Influenza vaccine annual
- Pneumococcal vaccine untuk high-risk groups
- COVID-19 vaccine
Gaya Hidup:
- Tidak merokok
- Cukup istirahat/tidur
- Diet seimbang
- Kelola alergi dan asma
Hindari penularan:
- Etika batuk dan bersin
- Tetap di rumah saat sakit (surat keterangan sakit/istirahat diberikan jika perlu)
- Hindari kontak dekat dengan orang sakit
E. Metode Penyampaian Edukasi yang Efektif:
1. Komunikasi Verbal:
- Gunakan bahasa sederhana, hindari jargon/istilah medis rumit
- Bicara pelan dan jelas
- Tanya “ajari-balik”: “Dapat Anda jelaskan kembali bagaimana Anda akan minum obat ini?”
2. Material tertulis
- Lembar informasi obat
- Jadwal minum/dosis obat
- Lembar peringatan
3. Bantuan Visual:
- Diagrams tentang bagaimana antibiotik bekerja
- Infografik tentang AMR
4. Sumber daya Digital:
- Tautan ke website terpercaya
- SMS/WA Gateway dengan instruksi bagi pasien
- Mobile apps untuk pengingat minum obat
5. Sensitivitas Budaya:
- Pertimbangkan tingkat literasi kesehatan
- Sawar bahasa: gunakan penterjemah jika diperlukan
- Kepercayaan tentang pengobatan dalam budaya masyarakat
F. Special Populations:
Anak-Anak:
- Edukasi parents/caregivers
- Accurate dosing by weight
- Palatability issues: discuss options jika child refuses medication
Geriatri:
- Simplified regimens jika possible
- Check understanding (cognitive issues)
- Caregiver involvement
- Polypharmacy concerns
Low Health Literacy:
- Extra time untuk explanations
- Simplified language
- More visual aids
- Frequent follow-ups
Perilaku Kunci 9: Rujuk Kasus Severe ke Spesialis
Prinsip Rujukan
Identifikasi pasien dengan gejala severe, komplikasi, atau lack of response terhadap initial treatment untuk rujukan ke rumah sakit atau spesialis untuk evaluasi dan manajemen lebih lanjut.
A. Indikasi Rujukan Segera (Emergensi):
1. Komplikasi Orbital dan Periorbital
Red Flags:
- Proptosis (bola mata menonjol)
- Ophthalmoplegia (keterbatasan gerakan mata)
- Diplopia (penglihatan ganda)
- Penurunan visus atau vision changes
- Edema periorbital severe dengan eritema
- Chemosis (edema konjungtiva)
- Afferent pupillary defect
Etiologi: Sinusitis ethmoidalis atau frontalis dengan spread ke orbit
Urgency: EMERGENSI – dapat menyebabkan blindness atau spread intrakranial
Rujukan: Emergency department untuk imaging (CT orbit/sinus) dan oftalmologi consultation
2. Komplikasi Intrakranial
Red Flags:
- Sakit kepala severe yang tidak membaik dengan analgesik
- Kaku kuduk atau meningismus
- Penurunan kesadaran atau altered mental status
- Kejang
- Defisit neurologis fokal (weakness, numbness, speech difficulty)
- Fotofobia significant
- Muntah proyektil
Diagnoses yang Dipertimbangkan:
- Meningitis
- Abses epidural, subdural, atau intracerebral
- Trombosis sinus venosus
- Empiema subdural
Urgency: EMERGENSI ABSOLUTE
Rujukan: Emergency department untuk immediate imaging (CT/MRI brain), lumbar puncture, neurosurgery/neurology consultation
3. Gejala Severe/Toxic Appearance
Red Flags:
- Toxic appearance: Patient tampak sangat sakit, lethargic, poor perfusion
- Demam sangat tinggi (>40°C) yang persisten
- Stridor atau respiratory distress
- Drooling (tidak dapat menelan saliva)
- Trismus (kesulitan membuka mulut)
- Deviasi uvula (abscess peritonsillar)
- “Hot potato voice”
- Sepsis atau syok (hypotension, tachycardia, altered mental status)
- Dehidrasi severe
Urgency: EMERGENSI
Rujukan: Emergency department untuk stabilisasi, IV antibiotics, mungkin surgical intervention
4. Mastoiditis Akut
Red Flags:
- Pembengkakan retroaurikular
- Protrusi aurikula ke anterior dan inferior
- Eritema dan nyeri tekan pada mastoid
- Obliterasi sulcus post-aurikular
- Demam persisten meskipun terapi OMA
Urgency: EMERGENSI
Rujukan: ENT consultation, imaging (CT temporal bone), likely IV antibiotics dan possible mastoidectomy
B. Indikasi Rujukan Semi-Urgent:
1. Kegagalan Terapi Berulang
Kriteria:
- Tidak responsive terhadap 2-3 regimen antibiotik berbeda
- Gejala persisten >3-4 minggu meskipun terapi adekuat
- Multiple recurrences dalam waktu dekat
Evaluasi yang Diperlukan:
- ENT examination: Nasal endoscopy, laryngoscopy
- Imaging: CT sinus (untuk sinusitis kronik), audiometry (untuk OMA rekuren)
- Culture: Sinus aspirate atau tympanocentesis jika accessible
- Evaluasi underlying: Rinitis alergi, asma, GERD, imunodefisiensi
Rujukan: ENT specialist consultation dalam 1-2 minggu
2. URTIs Rekuren
Definisi:
- Sinusitis: ≥4 episodes per tahun
- OMA: ≥3 episodes dalam 6 bulan atau ≥4 dalam 12 bulan
- Faringitis: ≥7 episodes dalam 1 tahun, atau ≥5 per tahun selama 2 tahun
Evaluasi yang Diperlukan:
- Identifikasi faktor predisposisi:
- Rinitis alergi
- Asma
- GERD
- Anomali anatomis (deviasi septum, adenoid hipertrofi)
- Imunodefisiensi
- Daycare attendance, paparan asap
- ENT evaluation:
- Nasal endoscopy
- Imaging (CT sinus)
- Audiometry (untuk rekuren OMA)
- Immunology workup jika suspected immunodeficiency
Manajemen:
- Tympanostomy tubes untuk rekuren OMA
- Adenoidectomy ± tonsillectomy untuk rekuren faringitis/sinusitis
- Functional endoscopic sinus surgery (FESS) untuk sinusitis kronik
- Manajemen kondisi underlying
Rujukan: ENT specialist, consider allergist atau immunologist
3. Sinusitis atau OMA pada Immunocompromised
Populasi Risiko Tinggi:
- HIV/AIDS
- Transplant recipients
- Kemoterapi aktif
- Steroid jangka panjang
- Biologics (TNF inhibitors, etc.)
- Diabetes tidak terkontrol
- Neutropenia
Concerns:
- Patogen unusual atau resisten: MRSA, Pseudomonas, fungi (Aspergillus, Mucor)
- Infeksi invasif lebih mungkin
- Komplikasi lebih sering dan severe
Manajemen:
- Imaging lebih liberal (CT)
- Culture important (sinus aspirate, blood culture)
- Broad-spectrum antibiotics, often IV
- Antifungal jika suspek fungal
- Hospitalization often necessary
Rujukan: ID specialist dan ENT consultation
4. Sinusitis Nosokomial
Definisi: Sinusitis berkembang >48 jam setelah hospital admission atau dalam 7 hari post-discharge
Risk Factors:
- Nasogastric tube atau nasotracheal intubation
- Nasal packing
- Mechanical ventilation
Patogen yang Dipertimbangkan:
- Gram-negative: Pseudomonas aeruginosa, Klebsiella, E. coli
- MRSA
- Fungi: Aspergillus, Candida
Manajemen:
- Culture-directed therapy (sinus aspirate)
- Broad-spectrum antibiotics: Anti-pseudomonal coverage
- Remove nasotracheal tubes atau NGT jika possible
- ENT consultation
C. Indikasi Rujukan Elektif:
1. Sinusitis Kronik
Definisi: Gejala persisten >12 minggu
Evaluasi:
- CT sinus: Gold standard untuk diagnosis
- Nasal endoscopy: Identifikasi polip, purulence, anatomical issues
- Allergy testing: Rule out allergic fungal sinusitis
- Sweat chloride test atau genetic testing: Rule out cystic fibrosis pada anak
Manajemen:
- Medical: Intranasal corticosteroids jangka panjang, saline irrigation, antibiotik jangka panjang (selected cases)
- Surgical: FESS jika refractory terhadap medical therapy
Rujukan: ENT specialist
2. Efusi Telinga Tengah Persisten (OME)
Definisi: Efusi persisting >3 bulan post-OMA
Concerns:
- Hearing loss: Conductive hearing loss 20-30 dB
- Speech delay pada anak
- Learning difficulties
Evaluasi:
- Audiometry: Assess degree of hearing loss
- Tympanometry: Confirm effusion
- Evaluasi speech development pada anak
Manajemen:
- Watchful waiting hingga 3 bulan (many resolve spontan)
- Tympanostomy tubes jika persisting >3 bulan dengan hearing loss atau speech delay
- Adenoidectomy pada anak dengan rekuren OME
Rujukan: ENT specialist jika persisting >3 bulan atau ada hearing concerns
3. Obstruksi Anatomis
Indikasi:
- Deviasi septum severe dengan rekuren sinusitis
- Polip nasal
- Konka hipertrofi refractory terhadap medical management
- Adenoid hipertrofi (anak dengan rekuren URTIs atau OME)
Evaluasi:
- Nasal endoscopy
- CT sinus/nasopharynx
Manajemen:
- Septoplasty untuk deviasi septum
- Polipektomi ± FESS untuk polip nasal
- Turbinate reduction untuk konka hipertrofi
- Adenoidectomy untuk adenoid hipertrofi
Rujukan: ENT specialist untuk surgical evaluation
4. Suspek Neoplasma
Red Flags:
- Unilateral symptoms persisting
- Epistaxis rekuren atau unilateral
- Cranial nerve palsies
- Unilateral nasal obstruction progresif
- Unilateral otitis media pada adult (nasopharyngeal carcinoma)
Evaluasi:
- Nasal endoscopy dengan biopsi
- MRI untuk extent evaluation
Rujukan: URGENT ENT consultation
D. Komunikasi dengan Spesialis:
Informasi yang Harus Disertakan dalam Rujukan:
- Chief Complaint dan Durasi
- Relevant History:
- Timeline gejala
- Treatment trials (antibiotik apa, durasi, response)
- Allergies
- Comorbidities
- Pemeriksaan Fisik Findings
- Investigations Done: Labs, imaging, RADT results
- Current Medications
- Reason for Referral: Specific question or concern
- Urgency Level: Emergent, urgent, routine
Komunikasi Langsung:
- Untuk kasus emergent, telepon langsung ke specialist atau ED
- Jelaskan clinical urgency
- Facilitate transfer jika necessary
E. Patient Education tentang Rujukan:
Explain Reason untuk Rujukan:
- “Kondisi Anda memerlukan evaluasi lebih lanjut oleh spesialis THT”
- “Kita perlu memastikan tidak ada komplikasi yang berkembang”
Set Expectations:
- Apa yang akan specialist lakukan (endoscopy, imaging, possible procedures)
- Timeline untuk appointment
Ensure Follow-Through:
- Provide referral paperwork
- Help with scheduling jika needed
- Follow up untuk ensure pasien telah seen spesialis
Continued Care:
- Clarify bahwa Anda tetap involved dalam care mereka
- Koordinasi dengan spesialis untuk ongoing management
Kesimpulan
Penggunaan antibiotik yang optimal pada infeksi saluran pernapasan atas memerlukan pendekatan yang komprehensif dan berbasis evidens. Sembilan perilaku kunci yang telah dibahas – dari membedakan infeksi viral dan bakterial, fokus pada terapi simptomatik, pemilihan antibiotik yang tepat, hingga identifikasi kasus yang memerlukan rujukan – merupakan fondasi praktik antimicrobial stewardship yang baik.
Dengan memahami bahwa mayoritas URTIs (80-90% faringitis, 90% laringitis, hampir 100% common cold, dan 90% sinusitis) disebabkan oleh virus yang tidak memerlukan antibiotik, klinisi dapat memberikan pelayanan yang lebih baik sambil berkontribusi pada upaya global memerangi resistensi antimikroba. Bahkan pada otitis media akut yang predominan bakterial, sebagian besar kasus akan resolusi spontan tanpa antibiotik.
Pesan kunci untuk praktik klinis:
- Antibiotik bukan solusi universal untuk URTIs
- Terapi simptomatik dengan analgesia, hidrasi, dan perawatan suportif sering kali sudah cukup
- Watchful waiting dengan re-evaluasi 48-72 jam adalah strategi yang aman dan efektif
- Edukasi pasien tentang natural course infeksi viral mengurangi ekspektasi antibiotik yang tidak realistis
- Gunakan guidelines untuk pemilihan, dosis, dan durasi antibiotik yang tepat
- Evaluasi response dan rujuk jika necessary
Dengan menerapkan perilaku-perilaku kunci ini secara konsisten, tenaga kesehatan dapat memberikan pelayanan berkualitas tinggi, meminimalkan efek samping antibiotik, memperlambat perkembangan resistensi antimikroba, dan memastikan antibiotik tetap efektif untuk generasi mendatang.
Referensi
Allan, G. M., & Arroll, B. (2014). Prevention and treatment of the common cold: Making sense of the evidence. Canadian Medical Association Journal, 186(3), 190-199. https://doi.org/10.1503/cmaj.121442
American Academy of Pediatrics. (2013). Clinical practice guideline: The diagnosis and management of acute otitis media. Pediatrics, 131(3), e964-e999. https://doi.org/10.1542/peds.2012-3488
Chow, A. W., Benninger, M. S., Brook, I., Brozek, J. L., Goldstein, E. J., Hicks, L. A., Pankey, G. A., Seleznick, M., Volturo, G., Wald, E. R., & File, T. M. (2012). IDSA clinical practice guideline for acute bacterial rhinosinusitis in children and adults. Clinical Infectious Diseases, 54(8), e72-e112. https://doi.org/10.1093/cid/cir1043
Costelloe, C., Metcalfe, C., Lovering, A., Mant, D., & Hay, A. D. (2010). Effect of antibiotic prescribing in primary care on antimicrobial resistance in individual patients: Systematic review and meta-analysis. BMJ, 340, c2096. https://doi.org/10.1136/bmj.c2096
Goossens, H., Ferech, M., Vander Stichele, R., & Elseviers, M. (2005). Outpatient antibiotic use in Europe and association with resistance: A cross-national database study. The Lancet, 365(9459), 579-587. https://doi.org/10.1016/S0140-6736(05)17907-0
Harris, A. M., Hicks, L. A., & Qaseem, A. (2016). Appropriate antibiotic use for acute respiratory tract infection in adults: Advice for high-value care from the American College of Physicians and the Centers for Disease Control and Prevention. Annals of Internal Medicine, 164(6), 425-434. https://doi.org/10.7326/M15-1840
Heikkinen, T., & Järvinen, A. (2003). The common cold. The Lancet, 361(9351), 51-59. https://doi.org/10.1016/S0140-6736(03)12162-9
Llor, C., & Bjerrum, L. (2014). Antimicrobial resistance: Risk associated with antibiotic overuse and initiatives to reduce the problem. Therapeutic Advances in Drug Safety, 5(6), 229-241. https://doi.org/10.1177/2042098614554919
Rosenfeld, R. M., Piccirillo, J. F., Chandrasekhar, S. S., Brook, I., Ashok Kumar, K., Kramper, M., Orlandi, R. R., Palmer, J. N., Patel, Z. M., Peters, A., Walsh, S. A., & Corrigan, M. D. (2015). Clinical practice guideline (update): Adult sinusitis. Otolaryngology–Head and Neck Surgery, 152(2 Suppl), S1-S39. https://doi.org/10.1177/0194599815572097
Schwartz, S. R., Cohen, S. M., Dailey, S. H., Rosenfeld, R. M., Deutsch, E. S., Gillespie, M. B., Granieri, E., Hapner, E. R., Kimball, E. E., Krouse, H. J., McMurray, J. S., Medina, S., O’Brien, K., Ouellette, D. R., Messinger-Rapport, B. J., Stachler, R. J., Strode, S., Thompson, D. M., Stemple, J. C., … Nnacheta, L. C. (2009). Clinical practice guideline: Hoarseness (dysphonia). Otolaryngology–Head and Neck Surgery, 141(3 Suppl), S1-S31. https://doi.org/10.1016/j.otohns.2009.06.744
Shulman, S. T., Bisno, A. L., Clegg, H. W., Gerber, M. A., Kaplan, E. L., Lee, G., Martin, J. M., & Van Beneden, C. (2012). Clinical practice guideline for the diagnosis and management of group A streptococcal pharyngitis: 2012 update by the Infectious Diseases Society of America. Clinical Infectious Diseases, 55(10), e86-e102. https://doi.org/10.1093/cid/cis629
Venekamp, R. P., Sanders, S. L., Glasziou, P. P., Del Mar, C. B., & Rovers, M. M. (2015). Antibiotics for acute otitis media in children. Cochrane Database of Systematic Reviews, (6), CD000219. https://doi.org/10.1002/14651858.CD000219.pub4
World Health Organization. (2021). Antimicrobial resistance. Retrieved from https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/antimicrobial-resistance

Tinggalkan komentar