Pernahkah Anda atau kerabat Anda mengalami kejadian mengejutkan di mana bibir, kelopak mata, atau bahkan seluruh wajah membengkak secara tiba-tiba tanpa sebab yang jelas? Kondisi ini dalam dunia medis dikenal sebagai Angioedema.
Meskipun sering disamakan dengan alergi biasa atau “biduran”, angioedema memiliki mekanisme yang lebih kompleks dan, dalam kasus tertentu, dapat berpotensi mengancam nyawa. Artikel ini akan mengupas tuntas apa itu angioedema, mengapa hal itu terjadi, dan bagaimana penanganan medis terkini berdasarkan pedoman kesehatan global.
Apa Itu Angioedema?
Angioedema adalah pembengkakan yang terjadi di lapisan kulit yang lebih dalam (dermis retikular), jaringan di bawah kulit (subkutan), atau selaput lendir (mukosa).

Berbeda dengan Urtikaria (biduran/kaligata) yang terjadi di permukaan kulit, berwarna kemerahan, dan sangat gatal, angioedema terjadi lebih dalam. Pembengkakan ini seringkali tidak gatal, namun terasa nyeri, panas, atau sensasi seperti terbakar. Meskipun demikian, sekitar 40-50% kasus angioedema terjadi bersamaan dengan urtikaria.
Area yang Sering Terdampak
Angioedema paling sering menyerang area jaringan lunak yang longgar, seperti:
- Wajah (terutama bibir dan kelopak mata).
- Lidah dan tenggorokan (Laring).
- Alat kelamin (Genitalia).
- Tangan dan kaki.
- Saluran pencernaan (menyebabkan nyeri perut hebat).
Mengapa Pembengkakan Bisa Terjadi? (Patofisiologi)
Secara sederhana, angioedema terjadi karena adanya “kebocoran” cairan dari pembuluh darah kecil ke jaringan sekitarnya. Kebocoran ini dipicu oleh zat kimia tubuh (mediator). Berdasarkan mediator utamanya, angioedema dibagi menjadi dua kelompok besar yang sangat penting untuk dibedakan karena penanganannya berbeda total:
1. Angioedema Termediasi Histamin (Histamine-mediated)
Ini adalah jenis yang paling umum dan sering berkaitan dengan reaksi alergi. Sel imun tubuh melepaskan histamin yang membuat pembuluh darah melebar dan bocor.
- Ciri: Muncul cepat (kurang dari 1 jam setelah paparan), sering disertai gatal dan biduran.
- Pemicu: Makanan (kacang, kerang), gigitan serangga, atau obat-obatan tertentu (seperti antibiotik).
2. Angioedema Termediasi Bradikinin (Bradykinin-mediated)
Jenis ini lebih jarang namun sering kali salah didiagnosis. Ini tidak disebabkan oleh alergi, sehingga obat antialergi biasa tidak akan mempan. Bradikinin adalah peptida yang menyebabkan pelebaran pembuluh darah yang kuat.
- Ciri: Pembengkakan berkembang lebih lambat (24-36 jam), bertahan lebih lama (bisa berhari-hari), tidak gatal, dan tidak disertai biduran.
- Penyebab Utama:
- Obat ACE Inhibitor: Obat penurun tekanan darah (seperti Captopril, Lisinopril, Ramipril).
- Hereditary Angioedema (HAE): Kelainan genetik langka di mana tubuh kekurangan protein pengontrol bernama C1-Inhibitor.
Hereditary Angioedema (HAE): Kelainan Genetik yang Perlu Diwaspadai
Salah satu fokus utama dalam literatur medis modern adalah Hereditary Angioedema (HAE). Karena sifatnya genetik, pasien sering mengalami serangan berulang sejak masa kanak-kanak atau remaja.
Penting: Pasien HAE sering datang ke IGD dengan keluhan nyeri perut hebat yang disalahartikan sebagai usus buntu, atau pembengkakan tenggorokan yang tidak mempan disuntik obat anti-alergi.
Menurut pedoman World Allergy Organization (WAO), kecurigaan terhadap HAE harus muncul jika:
- Terjadi angioedema berulang tanpa biduran.
- Adanya riwayat keluarga dengan keluhan serupa.
- Adanya nyeri perut berulang tanpa sebab jelas.
- Kegagalan respon terhadap antihistamin atau kortikosteroid.
Tanda Bahaya: Kapan Harus ke Rumah Sakit?
Angioedema umumnya dapat sembuh sendiri dalam beberapa hari. Namun, kondisi ini menjadi darurat medis jika pembengkakan terjadi pada saluran napas (lidah, tenggorokan, atau laring).
Gejala sumbatan jalan napas meliputi:
- Suara serak atau hilang tiba-tiba.
- Stridor (bunyi mengi saat menarik napas).
- Kesulitan menelan.
- Sesak napas berat.
Kondisi ini dapat menyebabkan asfiksia (kekurangan oksigen) yang fatal dalam waktu singkat jika tidak ditangani.
Diagnosis dan Pemeriksaan Medis
Dokter akan melakukan wawancara mendalam untuk menentukan apakah angioedema ini tipe Histamin atau Bradikinin.
- Pemeriksaan Fisik: Melihat pola bengkak dan ada tidaknya biduran.
- Laboratorium:
- Pemeriksaan darah lengkap dan laju endap darah.
- Jika dicurigai HAE, dokter akan memeriksa kadar Komplemen C4 dan protein C1-Inhibitor. Kadar C4 yang rendah adalah penanda awal yang kuat untuk HAE.
- Tes alergi (IgE spesifik) jika dicurigai pemicunya adalah alergen.
Tata Laksana dan Pengobatan Terkini
Pengobatan angioedema sangat bergantung pada penyebabnya. Kesalahan memberikan obat (misalnya memberikan obat alergi pada kasus bradikinin) bisa berakibat fatal karena tidak efektif.
1. Penanganan Angioedema Alergi (Histamin)
Fokusnya adalah menghentikan reaksi alergi.
- Antihistamin: Obat lini pertama (seperti Cetirizine, Loratadine).
- Kortikosteroid: Untuk mengurangi peradangan (seperti Methylprednisolone).
- Epinefrin (Adrenalin): Wajib diberikan segera jika ada tanda-tanda anafilaksis (syok) atau sumbatan jalan napas.
2. Penanganan Angioedema Non-Alergi (Bradikinin/HAE)
Antihistamin dan kortikosteroid tidak efektif pada kasus ini. Berdasarkan panduan WAO/EAACI 2022, terapinya meliputi:
- Penghentian Obat: Jika penyebabnya obat darah tinggi (ACE Inhibitor), obat harus dihentikan segera dan diganti golongan lain seumur hidup.
- Obat Spesifik (Untuk HAE):
- C1-Inhibitor Concentrate: Mengganti protein yang hilang lewat infus.
- Icatibant: Obat antagonis reseptor bradikinin yang disuntikkan di bawah kulit.
- Fresh Frozen Plasma (FFP): Jika obat spesifik tidak tersedia, plasma darah dapat digunakan dalam keadaan darurat (meski efektivitasnya bervariasi).
Kesimpulan
Angioedema bukan sekadar “bengkak biasa”. Ini adalah kondisi medis yang kompleks yang membutuhkan ketelitian dalam membedakan penyebabnya—apakah karena alergi (histamin) atau non-alergi (bradikinin).
Bagi masyarakat awam, langkah terpenting adalah mengenali tanda bahaya pada pernapasan dan segera mencari pertolongan medis. Bagi pasien dengan riwayat bengkak berulang tanpa rasa gatal, konsultasi ke dokter ahli imunologi/alergi sangat disarankan untuk menelusuri kemungkinan faktor genetik.
Catatan Kaki & Glosarium
- Dermis Retikular: Lapisan kulit bagian tengah yang tebal dan berisi pembuluh darah.
- Subkutan: Lapisan lemak yang berada tepat di bawah kulit.
- Mukosa: Lapisan kulit dalam yang basah/berlendir (seperti dalam mulut, hidung, usus).
- Mediator: Zat kimia yang diproduksi tubuh untuk mengirim sinyal (misal: sinyal radang).
- ACE Inhibitor: Angiotensin-Converting Enzyme Inhibitor, golongan obat umum untuk hipertensi dan gagal jantung.
- Asfiksia: Kondisi kekurangan oksigen parah yang bisa menyebabkan pingsan atau kematian.
Referensi Utama
- Maurer, M., et al. (2022). The EAACI/GA²LEN/EuroGuiDerm/APAAACI guideline for the definition, classification, diagnosis, and management of urticaria. Allergy.
- World Allergy Organization (WAO). (2021). WAO/EAACI Guideline for the Management of Hereditary Angioedema.
- Bernstein, J. A., et al. (2020). The diagnosis and management of acute and chronic urticaria: 2014 update. Journal of Allergy and Clinical Immunology.
- Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.

Tinggalkan komentar