A Cahya Legawa's Les pèlerins au-dessus des nuages

Pendahuluan

Kesehatan mental anak merupakan fondasi penting bagi tumbuh kembang optimal dan kesejahteraan di masa depan. Namun, gangguan cemas pada anak kini menjadi permasalahan kesehatan mental yang semakin mengkhawatirkan. Berdasarkan survei I-NAMHS (Indonesia-National Adolescent Mental Health Survey) tahun 2022, sebanyak 15,5 juta remaja Indonesia atau 5,5% remaja usia 10-17 tahun mengalami gangguan mental, dengan gangguan cemas mencapai prevalensi 3,7%. Di tingkat global, gangguan cemas merupakan masalah kesehatan mental yang paling umum terjadi pada anak-anak dan remaja.

Gangguan cemas bukan sekadar rasa khawatir atau takut yang normal dialami anak dalam proses tumbuh kembangnya. Gangguan ini adalah kondisi medis yang memerlukan perhatian serius karena dapat mengganggu fungsi sehari-hari anak, prestasi akademik, hubungan sosial, dan kualitas hidup secara keseluruhan.

Memahami Gangguan Cemas pada Anak

Gangguan cemas (anxiety disorders)1 adalah kondisi kesehatan mental di mana anak mengalami rasa takut dan khawatir yang berlebihan, persisten, dan mengganggu aktivitas sehari-hari. Berbeda dengan kecemasan normal yang dialami setiap anak, gangguan cemas bersifat intens, berlangsung lama, dan tidak proporsional dengan situasi yang dihadapi.

Berdasarkan Riskesdas 2018, prevalensi gangguan emosional pada remaja meningkat dari 6% pada tahun 2013 menjadi 9,8% pada tahun 2018, menunjukkan tren peningkatan yang perlu menjadi perhatian bersama.

Jenis-Jenis Gangguan Cemas pada Anak

Menurut PubMed, terdapat beberapa jenis gangguan cemas yang umum terjadi pada anak (DOI):

1. Gangguan Cemas Perpisahan (Separation Anxiety Disorder)

Anak dengan gangguan ini mengalami ketakutan berlebihan saat berpisah dari orang tua atau figur lekat lainnya. Mereka mungkin menolak pergi ke sekolah, takut tidur sendiri, atau mengalami gejala fisik seperti sakit perut atau sakit kepala saat akan berpisah.

2. Gangguan Cemas Sosial (Social Anxiety Disorder)

Anak merasa sangat cemas dalam situasi sosial atau saat harus tampil di depan orang lain. Mereka takut dihakimi, dipermalukan, atau ditolak oleh teman sebaya, yang dapat menyebabkan penghindaran aktivitas sosial.

3. Fobia Spesifik (Specific Phobia)

Ketakutan intens dan tidak rasional terhadap objek atau situasi tertentu, seperti takut gelap, binatang, ketinggian, atau jarum suntik. Ketakutan ini menyebabkan anak menghindari objek atau situasi tersebut.

4. Gangguan Cemas Menyeluruh (Generalized Anxiety Disorder/GAD)2

Anak mengalami kekhawatiran berlebihan terhadap berbagai hal seperti prestasi sekolah, kesehatan keluarga, atau peristiwa masa depan. Kekhawatiran ini sulit dikendalikan dan terjadi hampir setiap hari.

5. Gangguan Panik (Panic Disorder)

Ditandai dengan serangan panik mendadak yang disertai gejala fisik intens seperti jantung berdebar, sesak napas, pusing, atau rasa akan pingsan.

Gejala dan Tanda yang Perlu Diwaspadai

Gejala gangguan cemas pada anak dapat bermanifestasi dalam berbagai bentuk:

Gejala Emosional:

  • Ketakutan atau kekhawatiran berlebihan
  • Mudah tersinggung atau rewel
  • Sulit berkonsentrasi
  • Perasaan tegang atau gelisah
  • Kesulitan mengendalikan kekhawatiran

Gejala Fisik:

  • Sakit kepala atau sakit perut yang sering
  • Ketegangan otot
  • Kelelahan
  • Gangguan tidur (sulit tidur atau sering terbangun)
  • Gemetar atau berkeringat
  • Sesak napas atau jantung berdebar

Gejala Perilaku:

  • Menghindari situasi tertentu
  • Mencari perhatian berlebihan
  • Menolak pergi ke sekolah
  • Kesulitan berpisah dari orang tua
  • Prestasi akademik menurun
  • Menarik diri dari aktivitas sosial

Faktor Risiko Gangguan Cemas pada Anak

Berdasarkan penelitian dari PubMed, beberapa faktor dapat meningkatkan risiko anak mengalami gangguan cemas:

1. Faktor Genetik dan Biologis

Anak dengan riwayat keluarga yang mengalami gangguan kesehatan mental akan lebih rentan mengalami hal yang sama, meskipun tidak berarti orang tua dengan gangguan mental pasti akan melahirkan anak dengan gangguan mental.

2. Trauma dan Pengalaman Negatif

Menurut PubMed (DOI), pengalaman kekerasan atau trauma pada masa kanak-kanak (childhood maltreatment) berkaitan erat dengan gejala kecemasan yang lebih parah. Studi menunjukkan bahwa trauma masa kecil secara signifikan terkait dengan tingkat keparahan gejala depresi dan kecemasan.

3. Faktor Perkembangan Pubertas

Berdasarkan PubMed (DOI), waktu dan kecepatan pubertas memiliki hubungan dengan gangguan cemas, terutama pada anak perempuan. Pubertas yang lebih awal dan lebih cepat cenderung dikaitkan dengan risiko lebih tinggi mengalami gangguan cemas dan gejala gangguan cemas sosial (social anxiety disorder).

4. Faktor Lingkungan

Kondisi ekonomi, kemiskinan, kehilangan pekerjaan orang tua, dan kekerasan fisik atau seksual sangat berdampak pada kesehatan mental anak.

5. Faktor Hubungan Sosial

Penelitian I-NAMHS menunjukkan bahwa 64,7% remaja mengalami gangguan atau masalah pada hubungan dengan keluarga, dan 41,1% mengalami masalah pada teman sebaya.

Dampak Gangguan Cemas yang Tidak Tertangani

Gangguan cemas yang tidak ditangani dengan baik dapat berdampak jangka panjang:

Pada Aspek Akademik:

  • Penurunan prestasi belajar
  • Kesulitan konsentrasi
  • Absensi sekolah yang tinggi
  • Putus sekolah

Pada Aspek Sosial:

  • Isolasi sosial
  • Kesulitan membina persahabatan
  • Rendahnya keterampilan sosial
  • Risiko menjadi korban perundungan (bullying)

Pada Aspek Kesehatan:

  • Gangguan tidur kronis
  • Gangguan makan
  • Keluhan fisik berulang
  • Peningkatan risiko gangguan mental lain di masa dewasa

Menurut PubMed (DOI), gangguan internalisasi (internalizing disorders)3 yang mencakup gangguan cemas, sering berlanjut hingga dewasa jika tidak ditangani sejak dini.

Diagnosis Gangguan Cemas pada Anak

Diagnosis gangguan cemas pada anak memerlukan evaluasi komprehensif oleh profesional kesehatan mental, seperti psikiater anak, psikolog klinis, atau dokter spesialis kesehatan jiwa anak.

Proses diagnosis meliputi:

  1. Wawancara Klinis: Dengan anak dan orang tua untuk memahami gejala, riwayat perkembangan, dan dampak pada fungsi sehari-hari
  2. Penggunaan Instrumen Standar: Menurut PubMed (DOI), Anxiety Disorders Interview Schedule (ADIS)4 adalah salah satu instrumen diagnostik yang reliabel dan valid untuk mendiagnosis gangguan cemas pada anak dan remaja
  3. Observasi Perilaku: Mengamati bagaimana anak berinteraksi dan merespons situasi tertentu
  4. Penilaian Fungsi: Mengevaluasi bagaimana gejala memengaruhi kehidupan sekolah, keluarga, dan sosial anak
  5. Menyingkirkan Kondisi Medis Lain: Memastikan gejala bukan disebabkan oleh kondisi medis lain

Tatalaksana dan Pengobatan

1. Terapi Kognitif Perilaku (Cognitive Behavioral Therapy/CBT)5

Menurut PubMed (DOI), CBT merupakan terapi lini pertama yang efektif untuk gangguan cemas pada anak. Terapi ini membantu anak:

  • Mengenali dan mengubah pola pikir negatif
  • Mengembangkan keterampilan mengatasi kecemasan
  • Menghadapi situasi yang ditakuti secara bertahap (exposure therapy)6
  • Mempelajari teknik relaksasi

Penelitian menunjukkan bahwa program CBT berbasis sekolah dapat mengurangi gejala depresi dan kecemasan pada anak dengan signifikan.

2. Terapi Keluarga

Melibatkan keluarga dalam proses terapi untuk:

  • Meningkatkan pemahaman keluarga tentang gangguan cemas
  • Mengajarkan pola komunikasi yang sehat
  • Mengurangi faktor stres dalam keluarga
  • Membangun sistem dukungan yang kuat

3. Farmakoterapi

Pada kasus tertentu, dokter spesialis dapat meresepkan obat-obatan seperti:

  • Antidepresan golongan SSRI (Selective Serotonin Reuptake Inhibitors)7
  • Obat anti-cemas (untuk jangka pendek)

Penggunaan obat selalu harus di bawah pengawasan ketat dokter spesialis dan dikombinasikan dengan terapi psikologis.

4. Teknik Relaksasi dan Mindfulness

  • Latihan pernapasan dalam
  • Meditasi untuk anak
  • Yoga
  • Relaksasi otot progresif

Peran Orang Tua dan Keluarga

Dukungan keluarga sangat penting dalam membantu anak mengatasi gangguan cemas. Berikut adalah hal-hal yang dapat dilakukan orang tua:

1. Ciptakan Lingkungan yang Aman dan Suportif

  • Dengarkan kekhawatiran anak tanpa menghakimi
  • Validasi perasaan anak
  • Hindari mengecilkan atau mengabaikan kecemasan anak

2. Jadilah Model yang Baik

  • Tunjukkan cara mengelola stres dengan sehat
  • Berbicara tentang emosi dengan cara yang konstruktif
  • Hadapi tantangan dengan tenang dan rasional

3. Bantu Anak Menghadapi Ketakutan Secara Bertahap

  • Jangan mendorong penghindaran situasi yang ditakuti
  • Berikan dukungan saat anak menghadapi ketakutannya
  • Rayakan keberhasilan kecil

4. Jaga Rutinitas yang Teratur

  • Pastikan jadwal tidur yang konsisten
  • Makan makanan bergizi
  • Batasi penggunaan gadget
  • Dorong aktivitas fisik

5. Komunikasi dengan Sekolah

  • Beri tahu guru tentang kondisi anak
  • Bekerja sama dengan pihak sekolah untuk memberikan dukungan
  • Monitor perkembangan akademik anak

Pencegahan Gangguan Cemas pada Anak

Berdasarkan PubMed (DOI), pencegahan gangguan mental pada anak dapat dilakukan melalui:

1. Deteksi Dini

I-NAMHS merekomendasikan adanya upaya yang dapat mengatasi masalah kesehatan mental remaja khususnya gangguan kecemasan melalui program skrining dan deteksi dini.

2. Program Berbasis Sekolah

  • Pendidikan kesehatan mental
  • Program keterampilan sosial-emosional
  • Pelatihan manajemen stres

3. Penguatan Faktor Pelindung

  • Hubungan keluarga yang hangat dan suportif
  • Lingkungan sekolah yang positif
  • Jaringan sosial yang sehat
  • Keterampilan coping yang adaptif

4. Mencegah Pengalaman Trauma

Penelitian menunjukkan pentingnya upaya sistematis untuk mencegah kekerasan dalam keluarga dan melindungi anak dari pengalaman traumatis.

Kapan Harus Mencari Bantuan Profesional?

Segera konsultasikan ke profesional kesehatan mental jika:

  • Kecemasan anak mengganggu aktivitas sehari-hari
  • Gejala berlangsung lebih dari beberapa minggu
  • Anak menunjukkan perubahan perilaku yang signifikan
  • Prestasi sekolah menurun drastis
  • Anak menarik diri dari aktivitas yang biasa disukai
  • Muncul gejala fisik yang berulang tanpa penyebab medis jelas
  • Anak mengungkapkan pikiran untuk menyakiti diri sendiri

Sayangnya, hanya 2,6% remaja dengan masalah kesehatan mental yang mengakses layanan dalam 12 bulan terakhir, menunjukkan masih rendahnya akses dan kesadaran untuk mencari bantuan profesional.

Kesimpulan

Gangguan cemas pada anak merupakan masalah kesehatan mental yang serius namun dapat ditangani dengan baik jika dikenali sejak dini dan mendapat intervensi yang tepat. Dengan prevalensi yang terus meningkat di Indonesia, diperlukan upaya bersama dari orang tua, tenaga pendidik, tenaga kesehatan, dan pembuat kebijakan untuk meningkatkan kesadaran, deteksi dini, dan akses terhadap layanan kesehatan mental anak.

Ingatlah bahwa gangguan cemas bukan tanda kelemahan atau kegagalan dalam pengasuhan. Dengan dukungan yang tepat, anak-anak dengan gangguan cemas dapat belajar mengelola gejalanya dan menjalani kehidupan yang sehat dan produktif. Kesehatan mental sama pentingnya dengan kesehatan fisik, dan setiap anak berhak mendapatkan dukungan yang mereka butuhkan untuk tumbuh berkembang optimal.


Daftar Pustaka

  1. Li L, Kerr-Gaffney J, Seath P, et al. The association between childhood maltreatment and clinical features of depressive, anxiety, and stress-related disorders: A systematic review and meta-analysis. Journal of Affective Disorders. 2025;394(Pt B):120627. DOI
  2. Flasinski T, Schneider S, Pflug V, et al. Extinction learning and return of fear in a large sample of children and adolescents with and without anxiety disorders. Behaviour Research and Therapy. 2025;193:104850. DOI
  3. Thomsen AML, Ernst A, Strandberg-Larsen K, et al. Pubertal timing and tempo and anxiety symptoms, disorders and treatments in Danish adolescents: A population-based follow-up study. Journal of Affective Disorders. 2025;393(Pt B):120425. DOI
  4. Ribeiro SM, Caye A, Fitzpatrick C, et al. Incidence and persistence of internalizing disorders from late childhood to young adulthood: an 8-year follow-up analysis of a community-based cohort. Journal of Affective Disorders. 2025;392:120095. DOI
  5. Ishikawa SI, Sakai M, Kikuta K, et al. Reliability and Validity of the Anxiety Disorders Interview Schedule for Children and Adolescents in Japan. Child Psychiatry and Human Development. 2025. DOI
  6. He Q, Li J, Wang J, Qu Z. Preventing depression in Chinese children and adolescents: A pilot study of a brief school-based cognitive behavioral group program. Journal of Affective Disorders. 2025;394(Pt A):120559. DOI
  7. Gartland D, Dashti SG, FitzPatrick KM, et al. Preventing mental health problems in mothers with a history of childhood abuse through reducing their risk of intimate partner violence: A causal mediation analysis in an Australian pregnancy cohort. Child Abuse & Neglect. 2025;170:107703. DOI
  8. Indonesia-National Adolescent Mental Health Survey (I-NAMHS). Pusat Kesehatan Reproduksi, Universitas Gadjah Mada. 2022.
  9. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan; 2018.
  10. Kaukus Masyarakat Peduli Kesehatan Jiwa. Prevalensi Gangguan Mental di Indonesia. 2024.

Catatan Kaki

  1. Anxiety disorders: Kelompok gangguan mental yang ditandai dengan kecemasan dan ketakutan yang berlebihan serta gejala perilaku terkait. ↩︎
  2. Generalized Anxiety Disorder (GAD): Gangguan yang ditandai dengan kecemasan dan kekhawatiran berlebihan tentang berbagai aktivitas atau peristiwa. ↩︎
  3. Internalizing disorders: Kelompok gangguan mental yang ditandai dengan gejala yang diarahkan ke dalam diri sendiri, seperti kecemasan dan depresi. ↩︎
  4. Anxiety Disorders Interview Schedule (ADIS): Wawancara terstruktur untuk mendiagnosis gangguan cemas berdasarkan kriteria diagnostik yang baku. ↩︎
  5. Cognitive Behavioral Therapy (CBT): Terapi psikologis yang berfokus pada mengubah pola pikir dan perilaku yang tidak sehat. ↩︎
  6. Exposure therapy: Teknik terapi yang melibatkan pemaparan bertahap terhadap situasi atau objek yang ditakuti untuk mengurangi respons kecemasan. ↩︎
  7. Selective Serotonin Reuptake Inhibitors (SSRI): Golongan obat antidepresan yang bekerja dengan meningkatkan kadar serotonin di otak. ↩︎

Catatan: Artikel ini disusun berdasarkan publikasi ilmiah terkini dan data nasional untuk memberikan informasi yang akurat dan relevan mengenai gangguan cemas pada anak. Untuk konsultasi dan penanganan kasus individual, selalu berkonsultasi dengan profesional kesehatan mental yang berkompeten.

Commenting 101: “Be kind, and respect each other” // Bersikaplah baik, dan saling menghormati (Indonesian) // Soyez gentils et respectez-vous les uns les autres (French) // Sean amables y respétense mutuamente (Spanish) // 待人友善,互相尊重 (Chinese) // كونوا لطفاء واحترموا بعضكم البعض (Arabic) // Будьте добры и уважайте друг друга (Russian) // Seid freundlich und respektiert einander (German) // 親切にし、お互いを尊重し合いましょう (Japanese) // दयालु बनें, और एक दूसरे का सम्मान करें (Hindi) // Siate gentili e rispettatevi a vicenda (Italian)

Tinggalkan komentar