- Pendahuluan
- Patofisiologi Asma
- Manifestasi Klinis
- Diagnosis Asma
- Klasifikasi dan Penilaian Keparahan
- Manajemen dan Tatalaksana Asma
- Asma pada Populasi Khusus
- Pencegahan dan Prognosis
- Tantangan Manajemen Asma di Indonesia
- Kesimpulan
- Referensi
Pendahuluan
Asma merupakan salah satu penyakit saluran napas kronis yang paling sering dijumpai di seluruh dunia. Menurut PubMed, asma adalah penyakit heterogen yang ditandai dengan inflamasi kronis saluran napas, dengan gejala respiratori berulang meliputi sesak napas, mengi, rasa tertekan di dada, batuk, dan kelelahan yang membatasi aliran ekspirasi (DOI). Global Initiative for Asthma (GINA) memperkirakan asma menyerang lebih dari 260 juta orang di seluruh dunia dan menyebabkan sekitar 42.000 kematian setiap tahunnya.
Di Indonesia, data terbaru menunjukkan prevalensi asma berdasarkan diagnosis dokter mencapai 1,6% dari seluruh penduduk pada tahun 2023, yang berarti sekitar 1 dari 100 penduduk Indonesia telah didiagnosis menderita asma. Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki prevalensi tertinggi (3,5%), diikuti Jawa Barat dan Kalimantan Timur (masing-masing 2,4%). Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018, prevalensi asma di Indonesia adalah 2,6% dengan angka eksaserbasi asma1 mencapai 59,7% di antara penderita asma.
Patofisiologi Asma
Asma adalah penyakit kompleks yang melibatkan berbagai mekanisme patofisiologis2. Pada tingkat seluler, asma ditandai dengan inflamasi kronis saluran napas yang melibatkan berbagai sel inflamasi, termasuk sel mast3, eosinofil4, limfosit T5, dan neutrofil6. Proses inflamasi ini menyebabkan:
1. Hiperreaktivitas Bronkus7
Saluran napas penderita asma menjadi sangat sensitif terhadap berbagai rangsangan seperti alergen8, polusi udara, asap rokok, infeksi virus, olahraga, dan perubahan cuaca. Paparan terhadap pemicu ini menyebabkan penyempitan saluran napas yang berlebihan.
2. Obstruksi Aliran Udara9
Penyempitan saluran napas terjadi melalui beberapa mekanisme:
- Kontraksi otot polos bronkus (bronkospasme10)
- Penebalan dinding saluran napas akibat edema11 dan inflamasi
- Produksi mukus12 berlebihan yang menyumbat saluran napas
- Remodeling13 saluran napas pada kasus kronis
3. Inflamasi Saluran Napas
Menurut PubMed, perubahan polusi udara, beban infeksi di awal kehidupan, riwayat keluarga dengan asma atau alergi, obesitas, dan paparan asap rokok telah dipostulasikan sebagai beberapa penyebab dan faktor risiko untuk perkembangan asma (DOI).
Manifestasi Klinis
Gejala asma bervariasi dari waktu ke waktu dan intensitasnya dapat berubah-ubah. Gejala khas meliputi:
Gejala Utama:
- Sesak napas yang sering timbul mendadak
- Mengi (wheezing14) – suara seperti siulan saat bernapas
- Batuk, terutama malam hari atau dini hari
- Rasa berat atau tertekan di dada
Karakteristik Gejala:
- Gejala bervariasi dari waktu ke waktu dan intensitasnya
- Gejala sering memburuk pada malam hari atau dini hari
- Dipicu oleh infeksi virus, olahraga, paparan alergen, perubahan cuaca, atau emosi yang kuat
- Terdapat riwayat keluarga dengan asma atau penyakit alergi lainnya
Penelitian di Yogyakarta menunjukkan prevalensi mengi saat ini (current wheeze15) pada anak usia sekolah adalah 4,6%, dengan penggunaan terapi inhalasi16 dilaporkan kurang dari 30% pada mereka yang memiliki mengi saat ini.
Diagnosis Asma
GINA 2024 menekankan pentingnya konfirmasi diagnosis asma melalui pemeriksaan objektif. Proses diagnosis meliputi:
1. Anamnesis Lengkap
- Riwayat gejala respiratori karakteristik
- Variasi gejala dari waktu ke waktu
- Identifikasi faktor pemicu
- Riwayat keluarga dengan asma atau atopi17
2. Pemeriksaan Fisik
- Mengi saat auskultasi18, terutama saat ekspirasi19
- Namun, pemeriksaan fisik normal tidak menyingkirkan diagnosis asma
3. Pemeriksaan Fungsi Paru
Menurut PubMed, GINA mengakui bahwa akses terhadap spirometri dapat terbatas di beberapa lokasi, oleh karena itu GINA telah merevisi alur diagnostiknya, dengan peak expiratory flow (PEF) kini ditekankan sebagai alternatif yang layak, terutama di lingkungan dengan sumber daya terbatas (DOI).
Spirometri20 – pemeriksaan baku emas:
- Mengukur FEV1 (Forced Expiratory Volume in 1 second)21
- Mengukur FVC (Forced Vital Capacity)22
- Menilai rasio FEV1/FVC
Uji reversibilitas bronkodilator23:
- Peningkatan FEV1 ≥12% dan ≥200 mL setelah pemberian bronkodilator mendukung diagnosis asma
- Menunjukkan obstruksi saluran napas yang reversibel24
Peak Flow Meter25 – alternatif praktis:
- Mengukur laju aliran ekspirasi puncak (Peak Expiratory Flow/PEF)
- Berguna untuk pemantauan harian
- Variabilitas PEF >20% mendukung diagnosis
4. Pemeriksaan Penunjang Lain
- Uji provokasi bronkial26 untuk menilai hiperreaktivitas saluran napas
- Pemeriksaan FeNO27 (Fractional exhaled Nitric Oxide) untuk menilai inflamasi eosinofilik28
- Tes alergi untuk identifikasi alergen spesifik
Klasifikasi dan Penilaian Keparahan
GINA 2024 mengklasifikasikan asma berdasarkan tingkat kontrol gejala dan frekuensi eksaserbasi:
1. Asma Terkontrol Baik
- Gejala siang hari ≤2 kali/minggu
- Tidak ada keterbatasan aktivitas
- Tidak ada gejala malam/terbangun karena asma
- Kebutuhan reliever29 ≤2 kali/minggu
- Fungsi paru normal
2. Asma Terkontrol Sebagian
- Terdapat 1-2 kriteria di atas dalam 4 minggu terakhir
3. Asma Tidak Terkontrol
- Terdapat ≥3 kriteria asma terkontrol sebagian dalam seminggu
Penilaian Risiko Eksaserbasi:
- Riwayat eksaserbasi dalam 12 bulan terakhir
- Kontrol gejala yang buruk
- Fungsi paru rendah
- Penggunaan SABA30 berlebihan
- Paparan asap rokok
- Komorbiditas31 seperti obesitas, rhinitis32, GERD33
Berdasarkan data Riskesdas 2018, faktor risiko signifikan untuk eksaserbasi asma di Indonesia meliputi gangguan emosional (aOR 1,27), penyakit jantung yang terdiagnosis (aOR 1,21), status sosial ekonomi rendah (aOR 1,37), dan diagnosis asma pada usia ≥15 tahun (aOR 1,56).
Manajemen dan Tatalaksana Asma
Prinsip Manajemen Asma
Menurut PubMed, pembaruan GINA 2024 saat ini menyarankan bahwa semua orang dewasa dan remaja dengan asma harus menerima obat yang mengandung kortikosteroid inhalasi (ICS) dan tidak boleh diobati hanya dengan agonis beta kerja pendek (SABA) saja (DOI).
GINA 2024 membagi strategi pengobatan menjadi dua jalur:
Jalur 1 (Jalur Pilihan):
- Menggunakan ICS-formoterol34 dosis rendah sebagai terapi maintenance35 dan reliever
- Pendekatan ini menyederhanakan regimen pengobatan
- Lebih efektif mengurangi eksaserbasi berat dibanding monoterapi SABA
Jalur 2:
- Menggunakan SABA sebagai reliever
- Dengan inhaler ICS terpisah sebagai maintenance
Terapi Farmakologis Berdasarkan Tahapan
Step 1-2: Asma Ringan
- ICS-formoterol dosis rendah sesuai kebutuhan, atau
- ICS setiap kali menggunakan SABA
Step 3: Asma Sedang
- ICS-formoterol dosis rendah sebagai maintenance dan reliever (MART36), atau
- ICS dosis rendah-menengah + LABA37 maintenance dengan SABA reliever
Step 4: Asma Sedang-Berat
- ICS dosis menengah + LABA maintenance dengan ICS-formoterol reliever, atau
- ICS dosis menengah-tinggi + LABA dengan SABA reliever
- Pertimbangkan menambahkan LAMA38 (tiotropium)
Step 5: Asma Berat
- ICS dosis tinggi + LABA ± LAMA
- Terapi biologis39 (anti-IgE40, anti-IL541, anti-IL4R42) untuk asma berat dengan fenotip43 tertentu
- Kortikosteroid oral sebagai pilihan terakhir
Terapi Non-Farmakologis
1. Edukasi Pasien
- Pemahaman tentang penyakit asma
- Pengenalan dan penghindaran faktor pemicu
- Teknik penggunaan inhaler yang benar
- Pemantauan gejala mandiri
2. Penghindaran Faktor Pemicu
- Kontrol alergen di rumah (tungau debu, bulu hewan, jamur)
- Hindari asap rokok (aktif dan pasif)
- Kurangi paparan polusi udara
- Hindari aktivitas berat saat kualitas udara buruk
3. Aktivitas Fisik
- Olahraga teratur dapat meningkatkan daya tahan fisik
- Pilih jenis olahraga yang sesuai (berenang, bersepeda, jalan cepat)
- Lakukan pemanasan yang cukup
- Gunakan obat pre-exercise jika diperlukan
4. Manajemen Stres Data menunjukkan bahwa stres dan gangguan emosional dapat memperburuk kontrol asma. Strategi manajemen stres meliputi teknik relaksasi, meditasi, dan dukungan psikologis.
Rencana Aksi Asma (Asthma Action Plan)44
GINA 2024 menekankan bahwa setiap pasien asma harus memiliki rencana aksi tertulis yang mencakup:
Zona Hijau (Kontrol Baik):
- Gejala minimal
- Lanjutkan terapi maintenance reguler
- Aktivitas normal tanpa batasan
Zona Kuning (Memburuk):
- Gejala meningkat, terbangun malam
- Tingkatkan dosis ICS atau frekuensi ICS-formoterol
- Hubungi tenaga kesehatan jika tidak membaik dalam 2-3 hari
Zona Merah (Eksaserbasi Akut):
- Sesak berat, tidak bisa beraktivitas normal
- Gunakan SABA 2-4 hirupan setiap 20 menit (hingga 1 jam)
- Mulai kortikosteroid oral
- Segera ke fasilitas kesehatan jika tidak membaik
Asma pada Populasi Khusus
Asma pada Anak
Studi di Yogyakarta menemukan bahwa masalah respiratori selama masa bayi, faktor lingkungan, dan faktor nutrisi berperan penting dalam perkembangan asma pada anak. Prevalensi mengi saat ini pada anak usia 6-7 tahun dan remaja 13-14 tahun adalah sama, yaitu 4,6%.
GINA 2024 menekankan bahwa anak usia 6-11 tahun dengan asma tidak boleh diobati hanya dengan SABA, mereka semua harus menerima terapi yang mengandung ICS.
Asma pada Kehamilan
- Kontrol asma yang baik penting untuk kesehatan ibu dan janin
- ICS aman digunakan selama kehamilan
- Eksaserbasi yang tidak terkontrol lebih berbahaya daripada efek samping obat
Asma Kerja (Occupational Asthma)45
- Tanyakan tentang paparan alergen atau iritan di tempat kerja
- Gejala membaik saat libur/cuti menunjukkan kemungkinan asma kerja
- Identifikasi dan eliminasi paparan di tempat kerja sangat penting
Pencegahan dan Prognosis
Pencegahan Primer
- Hindari paparan asap rokok sejak masa kehamilan
- ASI eksklusif46 6 bulan
- Kurangi paparan polusi udara
- Kontrol berat badan untuk mencegah obesitas
Pencegahan Sekunder
- Diagnosis dini dan terapi yang tepat
- Kontrol rutin dan penyesuaian terapi
- Edukasi berkelanjutan
- Monitoring fungsi paru berkala
Prognosis
Dengan manajemen yang tepat, sebagian besar pasien asma dapat:
- Mencapai kontrol gejala yang baik
- Menjalani kehidupan normal dan aktif
- Mencegah eksaserbasi
- Mempertahankan fungsi paru optimal
Data Indonesia menunjukkan bahwa aktivitas fisik memiliki hubungan terbalik dengan eksaserbasi asma (aOR 0,72), menunjukkan pentingnya mempertahankan gaya hidup aktif.
Tantangan Manajemen Asma di Indonesia
Beberapa tantangan yang dihadapi dalam pengelolaan asma di Indonesia:
- Akses Terapi Inhalasi Terbatas
Studi di Yogyakarta menunjukkan penggunaan terapi inhalasi <30% pada pasien dengan mengi aktif, menunjukkan kesenjangan antara pedoman dan praktik klinis. - Kesadaran Masyarakat
Prevalensi asma yang terdiagnosis dokter (1,6%) kemungkinan lebih rendah dari prevalensi sebenarnya, menunjukkan masih banyak kasus yang tidak terdiagnosis atau salah diagnosis. - Faktor Sosial Ekonomi
Status sosial ekonomi rendah terkait dengan risiko eksaserbasi yang lebih tinggi (aOR 1,37), menunjukkan perlunya pendekatan holistik yang mempertimbangkan determinan sosial kesehatan. - Kesehatan Mental
Gangguan emosional meningkatkan risiko eksaserbasi (aOR 1,27), menekankan pentingnya pendekatan terintegrasi yang menangani aspek fisik dan mental asma.
Kesimpulan
Asma adalah penyakit saluran napas kronis yang kompleks namun dapat dikontrol dengan baik melalui pendekatan manajemen yang komprehensif. Pedoman GINA 2024 menyediakan kerangka kerja berbasis bukti untuk diagnosis dan penatalaksanaan asma, dengan penekanan pada:
- Penggunaan obat-obat yang mengandung ICS untuk semua pasien asma
- Pendekatan bertahap yang dapat disesuaikan dengan kondisi individual
- Pentingnya edukasi pasien dan rencana aksi asma tertulis
- Monitoring berkala dan penyesuaian terapi
Di Indonesia, peningkatan akses terhadap terapi inhalasi, edukasi masyarakat tentang asma, dan pendekatan holistik yang mempertimbangkan faktor sosial ekonomi serta kesehatan mental sangat penting untuk meningkatkan outcomes pasien asma. Dengan diagnosis dini, terapi yang tepat, dan manajemen berkelanjutan, sebagian besar pasien asma dapat menjalani kehidupan yang produktif dan berkualitas.
Referensi
Menurut PubMed, semua artikel yang dirujuk harus mencantumkan DOI sebagai atribusi yang tepat:
- Gale CP, Hurst JR, Hawkins NM, et al. Identification and management of cardiopulmonary risk in patients with chronic obstructive pulmonary disease: a multidisciplinary consensus and modified Delphi study. Eur J Prev Cardiol. 2025. DOI: 10.1093/eurjpc/zwaf119
- Bousquet J, Sousa-Pinto B, Vieira RJ, et al. Methodology for the Development of the Allergic Rhinitis and Its Impact on Asthma (ARIA)-EAACI 2024-2025 Guidelines. Allergy. 2025. DOI: 10.1111/all.70100
- Nihashi F, Furuhashi K, Niwa M, et al. Long-acting muscarinic antagonist versus leukotriene receptor antagonist as additional treatment in uncontrolled asthma patients. Respir Med Res. 2025;88:101191. DOI: 10.1016/j.resmer.2025.101191
- Castro-Rodriguez JA, Astudillo P, Puranik S, et al. New paradigms in acute viral bronchiolitis. Paediatr Respir Rev. 2024;56:29-36. DOI: 10.1016/j.prrv.2024.10.004
- Dubin S, Patak P, Jung D. Update on Asthma Management Guidelines. Mo Med. 2024;121(5):364-367. PMC11482852.
- Global Initiative for Asthma. Global Strategy for Asthma Management and Prevention, 2024 Update. Available from: ginasthma.org
- Surya Primarani S, Megatsari H. Environmental-Related Trigger for Asthma in East Java: An Advance Analysis of the Risk Factor. Jurnal Promkes: The Indonesian Journal of Health Promotion and Health Education. 2022;10(2):130-137.
- Asthma Exacerbation in Indonesia: Analysis of Mental, Socio-demographic, Behavioral, and Biological Risk Factors Using the 2018 Indonesian Basic Health Research. J Prev Med Public Health. 2025. PMC12149855.
- Triasih R, Wulandari DR, Endaryanto A. Prevalence, Management, and Risk Factors of Asthma Among School-Age Children in Yogyakarta, Indonesia. J Asthma Allergy. 2023;16:23-32. DOI: 10.2147/JAA.S392733
- Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023. Jakarta: Kemenkes RI; 2024.
- World Health Organization. Asthma Fact Sheet. Geneva: WHO; 2024.
Catatan: Artikel ini disusun berdasarkan literatur ilmiah terkini dari PubMed dan pedoman GINA 2024, dengan adaptasi untuk konteks Indonesia. Informasi dalam artikel ini bersifat edukatif dan tidak menggantikan konsultasi medis profesional.
- Eksaserbasi: Periode perburukan gejala asma yang memerlukan perubahan pengobatan ↩︎
- Patofisiologis: Proses perubahan fungsi tubuh akibat penyakit ↩︎
- Sel mast: Sel sistem imun yang berperan dalam reaksi alergi ↩︎
- Eosinofil: Jenis sel darah putih yang terlibat dalam inflamasi alergi ↩︎
- Limfosit T: Sel darah putih yang mengatur respons imun ↩︎
- Neutrofil: Jenis sel darah putih yang berperan dalam inflamasi ↩︎
- Hiperreaktivitas bronkus: Respons berlebihan saluran napas terhadap rangsangan ↩︎
- Alergen: Zat yang memicu reaksi alergi ↩︎
- Obstruksi aliran udara: Penyempitan/hambatan aliran udara di saluran napas ↩︎
- Bronkospasme: Penyempitan saluran napas akibat kontraksi otot polos ↩︎
- Edema: Penumpukan cairan yang menyebabkan pembengkakan ↩︎
- Mukus: Lendir/dahak yang diproduksi saluran napas ↩︎
- Remodeling: Perubahan struktural permanen saluran napas ↩︎
- Wheezing: Bunyi mengi/siulan saat bernapas ↩︎
- Current wheeze: Mengi yang dialami dalam 12 bulan terakhir ↩︎
- Terapi inhalasi: Pengobatan yang dihirup langsung ke saluran napas ↩︎
- Atopi: Kecenderungan genetik untuk mengalami reaksi alergi ↩︎
- Auskultasi: Pemeriksaan dengan mendengarkan suara napas menggunakan stetoskop ↩︎
- Ekspirasi: Proses menghembuskan napas ↩︎
- Spirometri: Tes fungsi paru yang mengukur volume dan kecepatan aliran udara ↩︎
- FEV1: Volume udara yang dapat dikeluarkan paksa dalam 1 detik pertama ↩︎
- FVC: Total volume udara yang dapat dikeluarkan paksa dari paru ↩︎
- Uji reversibilitas bronkodilator: Tes untuk melihat perbaikan fungsi paru setelah obat pelega napas ↩︎
- Reversibel: Dapat kembali normal/membaik ↩︎
- Peak flow meter: Alat pengukur laju aliran udara puncak saat ekspirasi ↩︎
- Uji provokasi bronkial: Tes untuk mengukur kepekaan saluran napas ↩︎
- FeNO: Pengukuran kadar nitrogen oksida dalam napas, penanda inflamasi ↩︎
- Inflamasi eosinofilik: Peradangan yang melibatkan sel eosinofil ↩︎
- Reliever: Obat pelega napas untuk meredakan gejala akut ↩︎
- SABA: Short-Acting Beta Agonist, obat pelega napas kerja cepat ↩︎
- Komorbiditas: Penyakit penyerta yang terjadi bersamaan ↩︎
- Rhinitis: Peradangan/alergi pada hidung ↩︎
- GERD: Gastroesophageal Reflux Disease, penyakit asam lambung naik ↩︎
- ICS-formoterol: Kombinasi kortikosteroid inhalasi dengan bronkodilator kerja panjang ↩︎
- Maintenance: Terapi pemeliharaan/pencegahan yang digunakan rutin ↩︎
- MART: Maintenance and Reliever Therapy, terapi pemeliharaan sekaligus pelega ↩︎
- LABA: Long-Acting Beta Agonist, bronkodilator kerja panjang ↩︎
- LAMA: Long-Acting Muscarinic Antagonist, obat pelega napas kerja panjang golongan antikolinergik ↩︎
- Terapi biologis: Terapi dengan antibodi monoklonal yang menargetkan molekul spesifik ↩︎
- Anti-IgE: Antibodi yang menghambat imunoglobulin E (untuk asma alergi) ↩︎
- Anti-IL5: Antibodi yang menghambat interleukin-5 (untuk asma eosinofilik) ↩︎
- Anti-IL4R: Antibodi yang menghambat reseptor interleukin-4 ↩︎
- Fenotip: Karakteristik klinis dan biologis tertentu dari penyakit ↩︎
- Asthma Action Plan: Rencana tertulis untuk manajemen asma sehari-hari dan saat darurat ↩︎
- Occupational asthma: Asma yang dipicu atau diperburuk oleh paparan di tempat kerja ↩︎
- ASI eksklusif: Pemberian ASI saja tanpa makanan/minuman lain ↩︎

Tinggalkan komentar