Ini kisah beberapa bulan yang lalu, seorang teman memperbaiki komputer jinjing milik koleganya, namun karena dia sibuk, dia meminta saya membantunya memperbaiki. Saya bilang pada diri saya boleh-lah membantu, namun lihat dulu apa masalahnya. Saya toh bukan ahli IT jadi sama juga awamnya masalah teknologi.
Sore itu dia datang membawa laptop lama keluaran tahun 2007 bermesin Intel Mobile Centrino, kecepatan prosesor low-end, dan memori sekitar 512 MB jika saya baca dari spesifikasi yang tertempel pada stiker laptop itu. Tampaknya laptop itu cukup terawat, karena penampilannya masih bersih dan rapi.
Lalu saya bertanya, apa masalahnya? Eh….?! Saya kaget, ternyata yang punya laptop tidak bisa mengakses masuk ke Windows karena sistem pengunci dari Microsoft Genuine Validation menyatakan bahwa sistem operasi Windows Vista yang terpasang di laptop itu bukan yang asli. Ya, saya tidak kaget kalau kemudian dibilang bahwa itu bajakan.
Saya membuka dan menyalakan laptop itu sekilas, memang ada peringatan Windows Vista yang tidak asli, dan sama sekali tidak bisa masuk ke dalam sistem operasi. Baru kali ini saya melihat langsung hasil dari Windows palsu yang terdeteksi sehingga tidak bisa digunakan. Saya cuma diserahkan satu DVD Windows Vista bajakan dan laptop yang sudah tidak bisa difungsikan lagi.
Tentu semua orang tahu bahwa ada teknik untuk melakukan by-pass pada sistem aktivasi dan validitas keaslian sebuah sistem operasi Windows. Sejak saya memberi dukungan pada peranti lunak terbuka, saya tidak memiliki kemampuan untuk melakukan itu. Saya juga sudah lama menolak memasangkan sistem bajakan ke dalam komputer, kecuali dia memang mahasiswa baru yang kekurangan dana, dan tidak tahu bagaimana cara menggunakan Linux secara instan dan memerlukan sistem operasi dengan segera tanpa niat untuk kepentingan komersial.
Saya ingat beberapa tahun lalu, pilihan saya untuk beralih pada sistem operasi legal. Saya menabung untuk sebuah DVD Windows Vista genuine, walau setelah beberapa bulan saya hanya bisa membeli Vista edisi starter. Yang kemudian saya pasang pada laptop lama saya, tapi tidak lama berselang laptop itu rusak pada bagian hardwire-nya. Untuk mahasiswa yang hidup pas-pasan saat itu, susah sekali rasanya – jadi tidak heran kalau banyak orang yang berpikir buat apa membeli produk proprietary jika nantinya untuk dibuang. Namun setidaknya karena pemikiran seperti itulah Indonesia masih mendapatkan peringkat kejahatan IT yang menawan, lha… pembajakan peranti lunak kan termasuk kejahatan kan?
Saya rasa pembajakan perangkat lunak tidak jauh berbeda dengan kasus pembobolan ATM kemarin, ada orang yang sudah susah-susah bekerja dan menabung hasilnya, kemudian diambil begitu saja oleh orang-orang yang berpikiran kalau bisa dapat dengan cuma-cuma buat apa bekerja susah-susah. Ya, mereka yang menciptakan peranti lunak proprietary secara susah payah dibajak juga karyanya oleh orang-orang yang berpola pikir serupa. Jadi adakah bedanya antara pembobol ATM dan pengguna Windows bajakan?
Lalu kembali pada kisah sebelumnya, apa yang saya lakukan pada laptop itu.
Saya memasangkan Vista genuine yang dulu saya beli, tentunya ini tidak akan genuine lagi setelah dicoba diaktivasi. Saya memasangkan semua program dasar yang diperlukan, antivirus avast, firewall outpost, open office org, peramban Mozilla Firefox, driver yang saya sendiri pinjamkan ke rental (karena si empunya laptop katanya kehilangan driver-nya).
Dia boleh saja mengambil Vista genuine milik saya, tapi itu toh tidak akan berhasil. Jika memang dia puas dengan apa yang pasang di komputernya. Dia sebaiknya membeli Windows Vista genuine dan tinggal menggantikan serial number-nya saja.(saya merekomendasikan Vista karena Windows XP sudah dihentikan dukungannya oleh Microsoft, sedangkan laptop itu tidak mendukung Windows 7 – ternyata tidak semua yang bisa dipasang Windows Vista bisa dipasang Windows 7). Saya yakin dia mampu, karena dari apa yang digambarkan teman saya yang membawakan laptop, si empunya laptop memiliki kekayaan material ratusan kali lipat lebih banyak dari keluarga saya. Apalagi Vista Starter hanya senilai kurang dari US$ 40 (sekitar Rp 350.000,00), itu mungkin jumlah pulsa telepon yang dia habiskan dalam kurang dari 2 bulan.
Kadang saya berpikir, untuk apa membantu membenahi barang orang, sementara yang punya sendiri tidak peduli akan barangnya, buktinya masalah ini kan timbul karena dia terlalu “pelit” untuk membeli sistem operasi asli. Hah…, bisa belum berarti bersedia.
Tinggalkan Balasan