Bhyllabus l'énigme

A Cahya Legawa's Les pèlerins au-dessus des nuages


Mengapa Bukan Berkas Terbuka?

Bentuk berkas terbuka saat ini masih jarang digunakan jika saya perhatikan di sekitar saya. Berkas terbuka seperti teks dokumen terbuka atau open document text (.odt) sangat jarang dipakai, sementara orang lebih suka menggunakan dokumen proprietary seperti hasilan Microsoft Office yaitu .doc atau .docx.

Bahkan tidak hanya itu, lembaga pendidikan formal maupun nonformal masih ada yang saya lihat atau dengar mengadakan pelatihan menggunakan program-program dokumentasi proprietary. Seperti sekolah-sekolah yang mengajarkan murid-muridnya menggunakan Ms Office Word atau Ms Office Excel untuk membuat teks dokumen dan tayangan salinda/presentasi.

Adakah yang salah dengan hal ini?

Tentu saja tidak, menggunakan sebuah program tidak masalah apakah itu peranti lunak berlisensi/berbayar ataukah peranti lunak terbuka yang bebas. Masalahnya, apa semua orang di negeri ini cukup kaya untuk membeli lisensi dari peranti lunak proprietary?

Katakanlah seorang siswa SMP belajar mengetik dokumen di sekolahnya dengan menggunakan Microsoft Office. Kemudian dia pulang ke rumah, dan menerapkan ulang latihannya di komputer yang ada di rumah. Tampaknya baik-baik saja bukan?

Namun apa ada yang tahu jika sebuah paket Microsoft Office di pasaran harus dibeli senilai satu setengah hingga enam juta rupiah untuk mendapatkan lisensi resminya? Jika Anda melihat lingkungan kita yang kebanyakan, siapa yang mau mengeluarkan uang sebanyak itu untuk bisa mengetik dokumen di rumahnya.

Tidak masalah mungkin bagi siswa yang punya orang tua dengan dukungan keuangan yang kuat, tapi bagaimana dengan golongan menengah ke bawah? Punya sebuah perangkat komputer saja sudah lumayan susah mengupayakannya, apalagi kini harus membeli lisensi peranti lunak lainnya.

Alhasil, karena kebiasaan dari awal diperkenalkan dengan produk proprietary, siswa dan mahasiswa kita menjadi terbiasa dengan penggunaan ini dan menciptakan semacam ketergantungan.

Di satu sisi mereka akan terbebani dengan nominal biaya yang harus dikeluarkan untuk mendapatkan genuine software, di sisi lain sebagian besar dari kita mungkin tidak ingin mengeluarkan biaya besar hanya untuk produk seperti itu. Lalu potensi hadir solusi cepat melalui program bajakan pun akan hadir.

Tidak percaya, periksalah di sekitar Anda, di sekolah-sekolah, lembaga pendidikan formal maupun non-formal, komputer atau notebook rekan, sahabat, keluarga anda, atau periksa saja setiap komputer yang bisa Anda temui. Manakah yang sistem operasi Windows yang memiliki Microsoft Office genuine? Adakah?

Mungkinkah secara tidak langsung sistem pendidikan kita telah mengembangkan ketergantungan terhadap peranti lunak proprietary dan dampak selanjutnya justru meningkatkan angka pembajakan peranti lunak di negeri ini.

Ataukah nasib siswa SMP tadi jika dia terpaksa menggunakan Ms Office bajakan, maka sekolahnya sudah turut melahirkan seorang pencuri baru di negeri ini?

Apa lembaga pendidikan menolak berperan serta dalam penciptaan lingkaran setan ini? Coba kita periksa lagi. Seberapa banyakkah lembaga pendidikan di Indonesia yang memiliki kerja sama resmi dengan pihak Microsoft untuk mendapatkan produk keluaran Microsoft dengan harga murah? Paling hanya beberapa perguruan tinggi ternama.

Sekarang pengajarnya, jika Anda seorang pengajar apakah Anda menggunakan Microsoft Office genuine atau bajakan? Dan saat meminta tugas dari siswa anda dalam bentuk salinan lunaknya, apakah Anda minta dalam format proprietary (.doc/.docx) ataukah dalam bentuk terbuka (.odt)?

Saya berpikir, walau mungkin tidak sepenuhnya tepat. Maka lembaga pendidikan adalah kunci awal untuk mengakhiri ketergantungan terhadap peranti lunak proprietary. Ubah pelatihan komputer dengan menggunakan peranti lunak terbuka (open source), memberi tugas pada siswa dengan menggunakan bentuk-bentuk berkas terbuka. Bahkan jika perlu administrasi dilaksanakan dengan menggunakan peranti lunak terbuka.

Jangan khawatir beberapa peranti lunak terbuka disediakan secara cuma-cuma untuk penggunaannya, dan bisa diunduh dengan mudah di internet, semisal OpenOffice.Org dan IBM Lotus Simphony. Dan bisa digunakan di beberapa sistem operasi dengan baik dan sesuai keperluan.

Jika Anda sudah memiliki salah satunya, gunakanlah sebagai program asli (default) pada komputer anda.

Ingat menggunakan peranti terbuka bukan berarti karena kita takut menggunakan program bajakan, namun untuk ke depannya mengurangi ketergantungan terhadap peranti lunak proprietary yang tidak bisa dijangkau oleh sebagian besar lingkungan kita.



16 tanggapan untuk “Mengapa Bukan Berkas Terbuka?”

  1. Mas Ardianzzz,

    Komputasi awan itu semuanya serba tidak jelas ke mana arahnya ya? :D.

    Saya hanya mengikuti apa yang disediakan saja.

    Suka

  2. Ouch! Bilang terimakasih pada Google Docs, Tidak menjadi masalah asalkan bukan .docx

    Yeah, sekarang jamannya komputasi awan. Asalkan kita memiliki koneksi internet yang baik tidak menjadi masalah. 🙂

    Suka

  3. Setiap ide yang baik aku pasti setuju 💡 , saya dari dulu juga kepingin memakai yang opens source. Sudah beberapa kali mengunduh software linux dari ubuntu.com tapi pas di tengah jalan macet. Sekarang lagi ngunduh BlankOn (semoga aja berhasil) dan akan saya pake di PC ku 😆
    Salam hangat serta jabat erat selalu dari Tabanan.

    Suka

  4. dulu saya pernah bekerja di perusahaan farmasi yang sangat memperhatikan sistem IT nya…sampai2 tidak ada software bajakan yang terinstall di PC kantor..dari sana saya mengenal openoffice..

    Suka

  5. Mas Is,

    Nah, prinsipnya kan bagaimana mengenalkan peranti lunak terbuka ke dunai pendidikan kan?

    Saya juga tidak memiliki solusi yang baik, beberapa negara membuat undang-undang sendiri yang mengatur penggunaan open source sehingga menghentikan ketergantungan dengan produk proprietary.

    Apa sepenuhnya bisa, karena untuk beralih ke open source sepenuhnya bisa membuat syok seorang pengguna komputer :D.

    Suka

  6. Ya, saya setuju kalau harus dimulai dari dunia sekolah atau dunia pendidikan. Tapi mindset Microsoft Office (word, exel, dan power point) sepertinya sudah terlalu kuat tertanam di benak banyak pengguna, termasuk kalangan pelajar, guru, dan para dosen.

    Produk-produk IT semacam laptop dan PC dekstop yang dijual di pasaran rata-rata masih didominasi oleh OS Windows. Gimana bisa menggalakkan open source kalo gitu? 🙂

    Saya aja, kalo gak ada workshop peluncuran Ubuntu Lucyd Lynx 10.04 (di kota saya), mungkin sampe sekarang saya masih menggunakan windows 🙂

    Suka

  7. Mas Agung,

    Ha ha, kalau gitu bilangin ke dosennya biar dikasih pinjam notebook-nya. Atau pakai mesin tik dari zaman dulu kala, kan tidak masalah, biar dosennya yang sibuk mencarikan OCR sendiri :D.

    Suka

  8. Mas Cahya,

    Itu yang saya maksud adalah dosen saya (malah saya sempat berseteru masalah Linux), kalau saya kan bisa nebeng License tempat bekerja xixi.. :p

    Suka

  9. Mas Agung,

    Usil banget sih, tapi bilang saja terus terang kita memang ndak sanggup membeli produk proprietary :D.

    Suka

  10. Siip dapat ide nih, 😀
    nanti saat menyerahkan berkas-berkas Tugas Akhir kemarin akan saya buat dalam format “.odt” biar tidak bisa dibuka di Notebook kesayangan salah satu dosen saya, memang pakai produk bajakan hehe

    Suka

  11. Bli Wira,

    Peranti lunak dengan kode terbuka pada dasarnya untuk menyentuh sisi kemanusiaan kita. Tidak semua orang punya “duit” untuk membeli lisensi perangkat lunak, dan kita juga tidak membuat orang terpaksa menggunakannya, baik terpaksa membelinya atau pun terpaksa menjadi “pencuri” dengan menggunakan software bajakan.

    Mengampanyekan penggunaan perangkat lunak dengan sumber kode terbuka adalah salah satu langkah yang bisa dilakukan seorang narablog untuk mengubah ketergantungan yang ada di negeri ini.

    Namun membagi ilmu pada masyarakat dan siswa tentang penggunaan open source secara baik dan tepat adalah komptensi ahlinya, apalagi seorang pendidik.

    *ngomporin* 😀

    Suka

  12. Kayaknya masih susah, saya tidak mau menyalahkan siapa-siapa dalam hal banyaknya pembajakan yang terjadi. Situasi dan kondisi dari awal memang menyebabkan saya terbiasa dengan software bajakan.

    Kini sepertinya butuh usaha keras untuk memulai membiasakan diri dengan yang open source, dan saya belum berhasil bahkan hanya untuk memulainya 😦

    Suka

  13. Kalau pendidikan memang perlu produk proprietary berbayar, sebaiknya disampaikan bahwa produk itu lisensinya harus dibeli pada siswa didiknya. Dan mereka sebaiknya disediakan PC yang memang sudah berisi produk itu dengan lisensi asli untuk belajar.

    Tapi kalau untuk lingkungan kerja memang memerlukannya, ya wajib dibeli kan? Itu sudah risiko hidup namanya, karena kita yang memilih jalan itu.

    Maksud saya pengenalan awal pada mereka yang baru belajar komputer, hal-hal dasar, mengapa tidak mengenalkan open source dan malah diperkenalkan pada produk prorietary berbayar?

    Suka

  14. Di blog.galihsatria.com kayaknya sempat ditulis, bahwa mau dan sanggup memakai peranti lunak berkode sumber terbuka belumlah cukup. Kebutuhan lingkungan kerja, pendidikan, interaksi, persaingan, ternyata berbeda. Kebanyakan masih butuh format proprietari. 😦

    Suka

  15. Orange float.

    Saya dulunya juga begitu, tapi sekarang sambil belajar mau beralih ke sistem peranti lunak terbuka.

    Sambil belajar Linux juga, walau harus saya akui, saya masih tergantung dengan Windows :).

    Suka

  16. kayaknya saya juga biasa pakai bajakannya 😳

    Suka

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

About Me

Hello, I’m a general physician by day and a fiction and blog writer by night. I love fantasy and adventure stories with a cup of tea. Whether it’s exploring magical worlds, solving mysteries, or fighting evil forces, I enjoy immersing myself in the power of imagination.

I also like to share my thoughts and opinions on various topics on my blog, where I hope to connect with like-minded readers and writers. If you’re looking for a friendly and creative person to chat with, feel free to message me.

Buletin

%d blogger menyukai ini: