Apakah blog adalah bentuk jurnalisme? Ini adalah pertanyaan klasik yang masih banyak betebaran sampai sekarang, dan masih jadi perdebatan yang hangat di mana-mana. Apakah sebuah blog mesti mengikuti kaidah-kaidah jurnalistik dalam penulisannya? Sehingga tepat dikatakan blog sebagai karya jurnalistik?
Kita sudah mengetahui sebuah blog, dan ini adalah contoh sebuah blog. Lalu apa itu jurnalisme? – sebuah kata yang cukup sering terdengar oleh banyak orang, namun artinya sedikit samar-samar. Saya bukan orang yang mendalami jurnalisme, sehingga saya perlu mengutip dari sumber lain, semisal Wikipedia memberikan pengertian sebagai berikut:
Journalism is the investigation and reporting of events, issues, and trends to a broad audience. Although there is much variation within journalism, the ideal is to inform the citizenry. Besides covering organizations and institutions such as government and business, journalism also covers cultural aspects of society such as arts and entertainment. The field includes jobs such as editing, photojournalism, and documentary.
Jadi secara sederhana saya bisa tangkap bahwa jurnalisme adalah suatu aksi menyelidiki dan (kemudian) melaporkan kejadian-kejadian, isu (topik pembicaraan) dan tren (topik-topik hangat).
Dan kita sering menemukan blog-blog yang menuliskan hal-hal seperti itu, misal kejadian sehari-hari (jurnal), pendapatnya (narablog) tentang seputar isu-isu politik, sosial dan lain sebagainya. Bahkan ada situs-situs blog yang memuat tulisan berbasis Citizen Journalism seperti blog BaleBengong.Net. Lalu apakah ini berarti nge-blog adalah bentuk jurnalisme dan membuat seorang narablog (blogger) adalah jurnalis?
Menurut Dana Blankenhorn dalam tulisannya di Corante yang berjudul ‘Is Blogging Journalism?’ Memberikan jawaban singkat: tidak. Dalam pendapatnya, blog bisa jadi sebuah catatan harian biasa, bisa jadi sebuah komunitas sosial, namun lebih tepatnya blog adalah sebentuk media publikasi instan di internet yang bisa dilakukan oleh setiap orang bahkan mereka yang tidak mengenal pembahasaan web.
Jurnalisme dapat hadir di blog sebagaimana di banyak tempat lainnya. Namun sebagaimana halnya bukan semua media yang dicetak adalah bentuk jurnalisme, dan tidak semua yang disiarkan adalah bentuk jurnalisme – pun jurnalisme hadir dalam media cetak dan penyiaran, demikian halnya dengan kegiatan seputar blog. Kadang kebingungan muncul dari pencampur-adukan antara media dan pesannya.
Jadi sepertinya kita bisa melihat, bahwa blog adalah sebuah alat/media, tepatnya alat pembawa pesan yang sangat unik. Kini tergantung, apakah pesan yang disampaikan lewat blog apakah mengandung unsur jurnalistik, sebagaimana yang ditulis dalam ‘Are Bloggers Journalist? – Let’s Ask Thomas Jefferson’ oleh Christopher B. Daly, seorang profesor jurnalisme dari Universitas Boston.
Lalu apakah unsur jurnalistik yang harus dipenuhi sehingga sebuah blog bisa disebut mengandung pesan jurnalisme? Mungkin kita bisa mengambil panduan sederhana dari buku ‘The Elements of Journalism’ oleh Bill Kovach & Tom Rosenstiel. Ada sepuluh elemen (disebutkan dalam buku edisi April 2007) yang harus dipenuhi.
- Journalism’s first obligation is to the truth.
- Its first loyalty is to the citizens.
- Its essence is discipline of verification.
- Its practitioners must maintain an independence from those they cover.
- It must serve as an independent monitor of power.
- It must provide a forum for public criticism and compromise.
- It must strive to make the significant interesting, and relevant.
- It must keep the news comprehensive and proportional.
- Its practitioners must be allowed to exercise their personal conscience.
- Its the rights and responsibilities of citizens.
Mungkin elemen-elemen di atas terdengar sederhana, namun bagaimana aplikasinya di lapangan atau di dunia blog tentunya tidak akan mudah. Seperti halnya poin pertama, tentang menyampaikan ‘kebenaran’, kesannya mudah, namun jika seorang narablog tidak terbiasa, maka campur aduk antara opini & fakta bisa menjadikan tulisan tidak objektif, apalagi ditambah mungkin hobi mencari sensasi semata sehingga lebih tertarik menulis gosip populer untuk mencari popularitas daripada menulis kritik sosial akan fakta yang benar-benar terjadi di masyarakat.
Oleh karena menyadari kapabilitas saya di ranah jurnalisme sangat minim, maka saya tidak hendak menempelkan logo jurnalisme warga di blog ini. Sebagaimana halnya juga validitas sebuah blog sebagai referensi, saya pun tidak menyarankan tulisan-tulisan saya dijadikan sebagai rujukan.
Tinggalkan Balasan